Skandal di Polda NTT: Empat Anggota Dipecat, Salah Satunya Terlibat Kasus Asusila
D'On, Kupang, NTT – Integritas institusi Polri kembali menjadi sorotan setelah empat anggota Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) diberhentikan dengan tidak hormat (PTDH). Keputusan tegas ini diambil setelah mereka terbukti melanggar kode etik kepolisian dalam berbagai kasus serius, termasuk penyimpangan seksual dan asusila.
Upacara PTDH digelar di Lapangan Mapolda NTT pada Rabu (26/3/2025), dipimpin langsung oleh Wakapolda NTT, Brigjen Awi Setiyono. Meskipun para anggota yang dipecat tidak menghadiri prosesi, simbolisasi pemecatan tetap dilakukan dengan mencoret foto mereka, sebagai tanda tegas bahwa mereka tidak lagi menjadi bagian dari Korps Bhayangkara.
Siapa Saja yang Dipecat?
Berdasarkan Surat Keputusan Kapolda NTT, Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga, S.H., M.A., empat anggota yang diberhentikan tersebut adalah:
- Aipda Hendra – Terbukti melakukan praktik percaloan dalam penerimaan anggota Polri. Modusnya adalah menjanjikan kelulusan kepada calon anggota dengan imbalan sejumlah uang. Kasus ini mencoreng proses rekrutmen kepolisian yang seharusnya transparan dan berintegritas.
- Briptu Wihelmus Chris Andri Ola – Terlibat dalam kasus penyimpangan seksual, yang dianggap sebagai pelanggaran berat terhadap norma sosial dan kode etik kepolisian.
- Brigpol David Advento Temaluru – Terlibat dalam kasus asusila, yang tidak hanya mencoreng citra Polri tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.
- Brigpol Pijar Kinantan – Diberhentikan karena desersi, yakni tindakan meninggalkan tugas tanpa izin dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Desersi merupakan pelanggaran serius yang menunjukkan ketidakdisiplinan dalam menjalankan tugas sebagai aparat negara.
Komitmen Tegas Polri: Integritas Tidak Bisa Ditawar
Dalam keterangannya, Brigjen Awi Setiyono menegaskan bahwa pemecatan ini adalah bukti komitmen Polri dalam menjaga profesionalisme dan integritas anggotanya. “Keputusan PTDH ini tidak diambil secara sembarangan. Ini melalui proses panjang, pemeriksaan yang ketat, dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Polri tidak akan memberi toleransi bagi anggota yang mencoreng nama baik institusi,” ujarnya.
Awi juga berharap bahwa tindakan tegas ini dapat menjadi peringatan bagi seluruh personel agar lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas. Menurutnya, kepercayaan masyarakat terhadap Polri adalah hal yang sangat berharga, dan setiap anggota bertanggung jawab untuk menjaga reputasi institusi.
“Menjadi anggota Polri bukan sekadar pekerjaan, tetapi juga amanah. Siapa pun yang melanggar kode etik harus siap menerima konsekuensinya,” tambahnya.
Momen Kontras: Pemecatan dan Kenaikan Pangkat Pengabdian
Di balik momen pemecatan empat anggota tersebut, upacara ini juga menjadi saksi bagi penghargaan terhadap anggota yang berdedikasi. Pada kesempatan yang sama, Kompol Yorsen Helsimus Imanuel Bilaut menerima kenaikan pangkat pengabdian sebagai bentuk apresiasi atas kinerjanya selama bertugas di kepolisian.
Turut hadir dalam upacara ini Inspektur Pengawas Polda NTT, Kombes Murry Miranda, serta sejumlah pejabat utama dan peserta upacara lainnya.
Pesan Moral bagi Institusi Kepolisian
Kasus ini kembali menegaskan bahwa institusi kepolisian tidak akan ragu dalam menindak anggotanya yang melakukan pelanggaran berat. Keempat anggota yang dipecat adalah contoh nyata bahwa penyimpangan dalam bentuk apa pun baik itu korupsi, tindakan asusila, maupun ketidakdisiplinan tidak akan mendapat tempat dalam tubuh Polri.
Masyarakat pun berharap agar langkah tegas ini terus dilakukan, tidak hanya sebagai bentuk hukuman, tetapi juga sebagai upaya pembersihan internal agar Polri semakin profesional dan dipercaya oleh rakyat.
(Mond)
#PTDH #Polri #PoldaNTT