Breaking News

Skandal Korupsi LPEI: Modus ‘Uang Zakat’ dan Kerugian Negara Rp 11,7 Triliun


D'On, Jakarta
– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap praktik korupsi di lembaga keuangan negara. Kali ini, dua mantan petinggi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Dwi Wahyudi dan Arif Setiawan, resmi ditetapkan sebagai tersangka. Mereka diduga menerima suap dalam bentuk "fee" berkedok "uang zakat" dari para debitur yang memperoleh fasilitas kredit dengan cara yang tidak seharusnya.

Menurut Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, nilai suap yang diterima kedua tersangka berkisar antara 2,5 hingga 5 persen dari total kredit yang dikucurkan kepada para debitur. "Fee ini diberikan sebagai imbalan bagi direksi LPEI yang menandatangani pengusulan kredit. Kode yang digunakan untuk menyamarkan transaksi haram ini adalah ‘uang zakat’," ungkap Budi dalam konferensi pers pada Senin (3/3).

KPK juga menetapkan tiga tersangka lainnya dalam kasus ini, yakni Jimmy Masrin (Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy), Newin Nugroho (Direktur Utama PT Petro Energy), dan Susy Mira Dewi Sugiarta (Direktur PT Petro Energy). Dengan tambahan lima nama ini, total tersangka dalam kasus korupsi LPEI mencapai 12 orang, meskipun identitas tujuh tersangka lainnya masih dirahasiakan oleh KPK.

Benturan Kepentingan dan Kredit Bermasalah

Skandal ini bermula dari pemberian fasilitas kredit LPEI kepada 11 debitur dengan mekanisme yang menyimpang dari standar keuangan sehat. LPEI, yang seharusnya menjalankan fungsi strategis dalam mendukung ekspor nasional, justru terjebak dalam praktik penyalahgunaan wewenang akibat benturan kepentingan antara direksi dan debitur.

"Kami menemukan indikasi bahwa sebelum kredit diberikan, telah terjadi kesepakatan antara direksi LPEI dan debitur tertentu untuk mempermudah pencairan kredit, tanpa melalui prosedur kelayakan yang benar," jelas Budi Sokmo.

Yang lebih parah, dalam banyak kasus, direksi LPEI tidak melakukan pengawasan terhadap penggunaan kredit. Bahkan, ada dugaan bahwa mereka memerintahkan bawahannya untuk tetap mencairkan pinjaman meskipun sudah diketahui bahwa kredit tersebut tidak layak diberikan.

Akibat praktik ini, negara dirugikan hingga Rp 11,7 triliun, sebuah angka fantastis yang menunjukkan besarnya skala kejahatan keuangan yang terjadi di dalam tubuh LPEI.

Modus PT Petro Energy: Dokumen Palsu dan Manipulasi Keuangan

Salah satu debitur yang terlibat dalam skema ini adalah PT Petro Energy (PT PE). Perusahaan ini diduga menggunakan berbagai modus untuk mendapatkan fasilitas kredit dari LPEI, antara lain:

  1. Pemalsuan Dokumen
    PT PE memalsukan dokumen purchase order dan invoice sebagai dasar pencairan kredit. Dokumen-dokumen ini tidak mencerminkan transaksi sebenarnya, sehingga pencairan dana dilakukan berdasarkan informasi fiktif.

  2. Manipulasi Laporan Keuangan (Window Dressing)
    PT PE mengubah laporan keuangannya agar tampak sehat dan layak menerima pinjaman. Dengan cara ini, mereka berhasil meyakinkan LPEI bahwa mereka mampu mengelola kredit yang diberikan, padahal kondisi keuangan aslinya jauh dari sehat.

  3. Penyalahgunaan Kredit
    Alih-alih menggunakan dana pinjaman sesuai dengan tujuan yang disepakati dalam perjanjian kredit, PT PE malah mengalokasikan dana tersebut untuk keperluan lain yang tidak sesuai dengan kontrak.

Dampaknya, kredit yang diberikan kepada PT PE menyebabkan kerugian negara sebesar USD 60 juta atau sekitar Rp 940 miliar dengan kurs saat ini.

LPEI: Dari Lembaga Keuangan Negara ke Sarang Korupsi

Kasus ini mengungkap sisi gelap dari pengelolaan lembaga keuangan negara yang seharusnya berperan sebagai motor penggerak perekonomian nasional. LPEI, yang memiliki mandat untuk membiayai ekspor dan mendukung pelaku usaha dalam negeri, justru dijadikan alat untuk memperkaya segelintir orang melalui praktik korupsi yang sistematis.

Kasus ini juga menyoroti lemahnya pengawasan dalam sistem pembiayaan negara, di mana penyalahgunaan wewenang dapat berlangsung selama bertahun-tahun tanpa terdeteksi. Kini, dengan terungkapnya skandal ini, publik menanti langkah lebih lanjut dari KPK dalam menuntaskan kasus ini hingga ke akar-akarnya.

Apakah para tersangka akan benar-benar mempertanggungjawabkan perbuatannya? Ataukah ini hanya akan menjadi skandal lain yang berlalu begitu saja?

Waktu yang akan menjawab.

(Mond)

#KorupsiLPEI #KPK #Korupsi