Skandal Korupsi Rumah Jabatan DPR: KPK Jerat Tujuh Tersangka, Termasuk Sekjen DPR Indra Iskandar
Sekjen DPR Indra Iskandar
D'On, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap praktik korupsi yang melibatkan pejabat tinggi di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sarana dan prasarana rumah jabatan DPR, KPK menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Salah satu nama yang mencuat dalam skandal ini adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI, Indra Iskandar.
Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers, Jumat (7/3), mengonfirmasi status hukum para tersangka. "Untuk tersangka, ada tujuh orang, termasuk Indra Iskandar dan kawan-kawan," ujarnya kepada wartawan. Meski demikian, hingga saat ini, KPK belum melakukan penahanan terhadap mereka.
Alasan Penahanan Ditunda
Menurut Setyo, keputusan untuk tidak langsung menahan para tersangka didasarkan pada proses perhitungan kerugian keuangan negara yang masih berlangsung. Lembaga yang berwenang dalam proses ini adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Kami masih menunggu perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP sebelum melakukan langkah lebih lanjut," tambahnya.
Meski belum ditahan, status tersangka Indra Iskandar bukanlah kejutan. Sebelumnya, ia diketahui telah berusaha menggugat status hukumnya melalui jalur praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, langkah ini berakhir dengan pencabutan gugatan oleh pihaknya sendiri.
Pencabutan tersebut diumumkan dalam persidangan yang digelar pada Senin (27/5/2024). Hakim Tunggal Ahmad Samuar yang memimpin sidang membacakan keputusan tersebut. Dengan pencabutan ini, gugatan praperadilan yang diajukan Indra otomatis gugur, dan status tersangkanya tetap berlaku.
Modus Korupsi: Mark-Up Proyek Hingga Ratusan Miliar
KPK sejauh ini belum mengungkap secara detail konstruksi kasus ini, tetapi indikasi awal menunjukkan adanya praktik mark-up atau penggelembungan harga dalam proyek pengadaan sarana dan prasarana rumah jabatan anggota DPR.
Berdasarkan informasi yang beredar, skema ini melibatkan penggelembungan anggaran yang diduga merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah. Praktik ini lazim terjadi dalam proyek-proyek pemerintah, di mana harga barang atau jasa digelembungkan secara signifikan dibandingkan harga pasar sebenarnya.
Dalam kasus ini, pengadaan yang diduga dikorupsi melibatkan berbagai perlengkapan untuk rumah jabatan DPR, yang tersebar di beberapa lokasi strategis di Jakarta Selatan. Penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa setidaknya terdapat empat tender pengadaan yang masuk dalam radar penyelidikan KPK.
Keempat tender tersebut diunggah ke Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) pada tahun 2020, mencakup:
- Pengadaan sarana dan prasarana rumah jabatan DPR di Kalibata, Pancoran.
- Pengadaan serupa untuk rumah jabatan di Ulujami, Pesanggrahan.
Penggeledahan dan Barang Bukti yang Diamankan
Dalam upaya mengungkap kasus ini, penyidik KPK telah melakukan serangkaian penggeledahan, termasuk di kantor Sekretariat Jenderal DPR. Salah satu lokasi yang diperiksa secara mendalam adalah ruang kerja Indra Iskandar.
Dari penggeledahan tersebut, KPK mengamankan berbagai barang bukti yang diduga berkaitan dengan tindak pidana korupsi ini. Barang-barang yang disita meliputi dokumen transaksi keuangan, tas berisi uang tunai dalam jumlah besar, serta sebuah sepeda yang diduga terkait dengan aliran dana kasus ini.
Penyitaan barang bukti ini menjadi langkah penting dalam memperkuat konstruksi perkara, terutama dalam membuktikan adanya aliran dana mencurigakan yang mengarah pada tersangka utama dan pihak-pihak terkait lainnya.
Dampak dan Tantangan Pemberantasan Korupsi di DPR
Kasus ini kembali menyoroti maraknya praktik korupsi di lingkungan legislatif, khususnya dalam pengelolaan anggaran negara. Rumah jabatan DPR yang seharusnya menjadi fasilitas bagi para wakil rakyat untuk bekerja demi kepentingan masyarakat, justru menjadi ladang korupsi bagi oknum yang tidak bertanggung jawab.
KPK dihadapkan pada tantangan besar dalam mengusut tuntas kasus ini. Selain menghadapi kemungkinan perlawanan hukum dari para tersangka, KPK juga harus memastikan bahwa perhitungan kerugian negara yang dilakukan BPKP benar-benar transparan dan akurat.
Masyarakat kini menantikan langkah tegas KPK dalam membawa para tersangka ke meja hijau. Jika terbukti bersalah, hukuman berat diharapkan bisa memberikan efek jera dan menjadi peringatan bagi pejabat lainnya agar tidak menyalahgunakan kekuasaan demi keuntungan pribadi.
Kasus ini sekaligus menjadi ujian bagi komitmen pemberantasan korupsi di Indonesia. Akankah para tersangka benar-benar mendapat hukuman setimpal, atau justru lolos dari jerat hukum seperti kasus-kasus serupa sebelumnya? Waktu yang akan menjawab.
(Mond)
#KorupsiRumahJabatanDPR #KPK #Korupsi