Sritex Resmi Tutup Permanen, 10.665 Pekerja Ter-PHK: Akhir Perjalanan Raksasa Tekstil Indonesia
Sritex PHK 10.665 Buruh, Pabrik Ditutup Permanen per 1 Maret 2025 (Foto: Sritex)
D'On, Sukoharjo – Industri tekstil Indonesia dikejutkan oleh berita besar: PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) resmi menghentikan operasionalnya, berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal bagi 10.665 pekerja. Penutupan ini menandai akhir dari perjalanan panjang perusahaan yang pernah menjadi salah satu pemimpin industri tekstil di Indonesia dan Asia Tenggara.
Keputusan ini bukanlah kejutan bagi mereka yang mengikuti perkembangan perusahaan dalam beberapa tahun terakhir. Tanda-tanda kesulitan keuangan telah muncul sejak lama, diperparah dengan putusan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang. Kini, ribuan pekerja menghadapi masa depan yang tak pasti setelah menggantungkan hidup mereka pada perusahaan ini selama bertahun-tahun.
Gelombang PHK: Ribuan Pekerja Terimbas
Proses PHK telah berlangsung secara bertahap sejak awal 2025. Gelombang pertama terjadi pada Januari, ketika 1.065 pekerja dari PT Bitratex Semarang harus menerima kenyataan pahit kehilangan pekerjaan. Kemudian, pada 26 Februari, gelombang besar PHK menyapu perusahaan:
- PT Sritex Sukoharjo: 8.504 pekerja kehilangan pekerjaan.
- PT Primayuda Boyolali: 956 pekerja ter-PHK.
- PT Sinar Panja Jaya Semarang: 40 pekerja terdampak.
- PT Bitratex Semarang: 104 pekerja kembali diberhentikan.
Totalnya, 10.665 pekerja harus meninggalkan pabrik mereka untuk terakhir kalinya. Ribuan keluarga kini harus memikirkan langkah selanjutnya dalam menghadapi krisis ekonomi di tengah ketidakpastian pekerjaan baru.
Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Kabupaten Sukoharjo, Sumarno, menegaskan bahwa per 1 Maret 2025, seluruh kegiatan produksi di Sritex akan dihentikan total. "Keputusan ini sudah final. Para pekerja masih bekerja hingga 28 Februari, tetapi mulai 1 Maret mereka resmi off," jelasnya.
Hak Pekerja: Jaminan dan Tantangan di Masa Transisi
Salah satu kekhawatiran utama pekerja adalah pemenuhan hak-hak mereka. Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Sritex, Widada, memastikan bahwa para pekerja tetap mendapatkan sejumlah jaminan, termasuk:
- Jaminan Hari Tua (JHT)
- Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)
- Pesangon
Namun, ada kendala yang masih menggantung, terutama terkait pembayaran premi ke BPJS Ketenagakerjaan. Menurut Sumarno, perusahaan telah membayar premi secara tertib, tetapi masih ada tunggakan untuk bulan Februari. Meski demikian, pihak BPJS menjamin bahwa klaim tetap bisa diproses.
Saat ini, para pekerja sibuk mengisi surat PHK sebagai bagian dari prosedur administrasi. "Setelah PHK, pekerja harus mengurus surat dan kelengkapan lainnya untuk mencairkan JHT," ujar Widada.
Selain pesangon dan jaminan sosial, masalah keterlambatan gaji juga menjadi perhatian utama. Widada menyampaikan bahwa gaji Februari mengalami keterlambatan hingga delapan hari sebelum akhirnya dibayarkan. "Kami berharap bulan depan gaji tidak terlambat lagi. Karyawan banyak yang punya tanggungan, bayar utang, angsuran. Keterlambatan pembayaran benar-benar menyulitkan," tegasnya.
Sritex: Dari Kejayaan ke Kebangkrutan
Sritex pernah menjadi simbol kejayaan industri tekstil Indonesia. Berawal dari usaha kecil di Solo pada 1966, perusahaan ini berkembang pesat menjadi produsen tekstil terkemuka yang memasok kain dan seragam militer ke lebih dari 30 negara. Pabriknya yang besar dan modern di Sukoharjo menjadi saksi pertumbuhan industri garmen nasional.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tekanan finansial dan utang yang membengkak mulai menghantui Sritex. Pandemi COVID-19, fluktuasi harga bahan baku, serta perubahan tren pasar global semakin memperburuk kondisi perusahaan. Hingga akhirnya, putusan pailit di Pengadilan Niaga Semarang menjadi pukulan terakhir yang menutup lembaran panjang sejarah Sritex.
Banyak pihak menyayangkan nasib perusahaan ini. Sritex bukan hanya sekadar bisnis, tetapi juga tulang punggung bagi ribuan pekerja dan keluarganya. Dengan penutupan ini, industri tekstil Indonesia kehilangan salah satu pemain terbesarnya, sementara ribuan orang kini harus mencari sumber penghidupan baru.
Apa Selanjutnya?
Penutupan Sritex menimbulkan dampak besar, tidak hanya bagi pekerja, tetapi juga bagi perekonomian lokal. Sukoharjo dan daerah sekitar yang selama ini bergantung pada industri tekstil menghadapi tantangan besar dalam mencari alternatif lapangan pekerjaan.
Pemerintah dan serikat pekerja terus berupaya mencari solusi, termasuk kemungkinan program pelatihan kerja dan bantuan bagi pekerja terdampak. Namun, pertanyaan besar masih menggantung: Mampukah ribuan pekerja ini bangkit dari keterpurukan dan menemukan jalan baru setelah kehilangan pekerjaan mereka di Sritex?
Jawabannya masih belum pasti, tetapi satu hal yang jelas: Penutupan Sritex menandai akhir dari sebuah era, meninggalkan kenangan pahit bagi ribuan pekerja yang pernah menggantungkan hidupnya pada raksasa tekstil ini.
(Mond)
#Sritex #PHK #PHKMassal #SritexPailit