Tak Butuh Pemimpin yang Sibuk Seremonial: Saatnya Menagih Kerja Nyata!
Penulis: Osmond Abu Khalil
Dirgantaraonline - Setiap kali sebuah proyek selesai, kita melihat pemandangan yang itu-itu saja: panggung megah, spanduk besar dengan nama dan foto pemimpin, deretan pejabat berdasi, serta serangkaian pidato penuh pujian. Kamera berkedip, tepuk tangan bergemuruh, lalu pemotongan pita dilakukan dengan penuh seremoni.
Namun, apa yang terjadi setelah itu? Sering kali, proyek yang diresmikan penuh dengan masalah—jalan yang baru diaspal cepat berlubang, jembatan yang dibangun dengan anggaran besar ambruk dalam hitungan bulan, atau bantuan sosial yang penuh pencitraan justru tak sampai ke tangan yang membutuhkan. Setelah acara selesai dan kamera mati, rakyat kembali berhadapan dengan kenyataan pahit: pemimpin yang seharusnya bekerja untuk mereka lebih sibuk mengurusi seremonial daripada menangani masalah yang sesungguhnya.
Inilah realitas pahit kepemimpinan di banyak tempat. Pemimpin lebih sering tampil di acara seremonial ketimbang turun langsung menyelesaikan persoalan rakyat. Kehadirannya lebih terasa di media sosial daripada di desa-desa terpencil yang minim akses kesehatan dan pendidikan. Mereka lebih sering menghabiskan waktu untuk meresmikan proyek daripada memastikan proyek tersebut benar-benar bermanfaat bagi rakyat.
Kepemimpinan Bukan Sekadar Momen di Panggung
Seremoni memang memiliki peran, tetapi bukan itu yang utama. Kepemimpinan sejati tidak diukur dari seberapa banyak gunting pita yang digunakan, seberapa sering wajahnya muncul di spanduk peresmian, atau seberapa indah pidato yang disampaikannya di depan publik. Kepemimpinan sejati adalah soal bagaimana keputusan diambil, bagaimana kebijakan dijalankan, dan bagaimana dampaknya dirasakan langsung oleh rakyat.
Seorang pemimpin yang hanya hadir dalam seremoni peresmian rumah sakit tetapi tidak memastikan ketersediaan dokter dan obat di dalamnya bukanlah pemimpin yang bertanggung jawab. Pemimpin yang rajin hadir dalam acara pembagian bantuan sosial tetapi tidak memiliki kebijakan konkret untuk mengentaskan kemiskinan hanyalah aktor di panggung politik.
Kita membutuhkan pemimpin yang tahu bahwa tugasnya bukan hanya untuk tampil di depan kamera, tetapi untuk bekerja keras di belakang layar, memastikan setiap kebijakan benar-benar dirasakan manfaatnya oleh rakyat.
Seremoni Tanpa Kerja Nyata: Wajah Palsu Kepemimpinan
Betapa sering kita melihat proyek-proyek yang diresmikan dengan gemerlap seremoni, tetapi dalam hitungan bulan sudah rusak atau mangkrak. Jalan tol yang baru dibuka tiba-tiba retak, bendungan yang diresmikan dengan kebanggaan ternyata bocor, atau sistem digitalisasi yang digadang-gadang sebagai revolusi layanan publik justru memperumit urusan rakyat.
Kenapa ini terjadi? Karena fokusnya lebih pada seremoni, bukan pada substansi. Banyak pemimpin yang lebih peduli dengan bagaimana sesuatu terlihat di mata publik daripada bagaimana sesuatu benar-benar berjalan di lapangan. Yang penting proyek diresmikan, urusan kualitas dan keberlanjutan bisa dipikirkan nanti—atau malah diabaikan sama sekali.
Lebih ironis lagi, sering kali seremoni ini justru digunakan untuk menutupi ketidakmampuan dalam memimpin. Alih-alih turun tangan mencari solusi, mereka lebih sibuk membuat acara demi meningkatkan popularitas. Saat rakyat menjerit karena harga sembako melambung tinggi, mereka malah hadir di acara festival budaya. Saat petani protes karena pupuk langka, mereka malah menghadiri acara penghargaan internasional.
Ini bukan kepemimpinan. Ini hanya permainan citra.
Saatnya Rakyat Menagih Kepemimpinan yang Nyata
Rakyat tidak butuh pemimpin yang sibuk meresmikan gedung sekolah jika di dalamnya tidak ada guru yang cukup. Rakyat tidak butuh pemimpin yang berpidato panjang lebar tentang pembangunan jika realitanya jalan desa masih penuh lubang. Rakyat tidak butuh pemimpin yang setiap minggu tampil di acara seremoni tetapi tidak pernah hadir saat bencana melanda atau ekonomi rakyat terpuruk.
Yang kita butuhkan adalah pemimpin yang benar-benar bekerja. Pemimpin yang mau terjun ke lapangan, mendengar langsung keluhan rakyat tanpa hanya mengandalkan laporan anak buahnya. Pemimpin yang lebih banyak menghabiskan waktu di ruang kerja membahas solusi daripada di depan kamera berbasa-basi. Pemimpin yang tidak sekadar hadir saat meresmikan proyek, tetapi juga mengawal proyek itu agar benar-benar bermanfaat.
Masyarakat harus lebih kritis. Jangan tertipu dengan seremoni megah dan pencitraan tanpa substansi. Tuntut kerja nyata, bukan sekadar kata-kata manis. Pilih pemimpin yang benar-benar peduli, bukan yang hanya ingin terlihat peduli. Karena pada akhirnya, yang kita butuhkan bukanlah pemimpin yang pandai bersandiwara di atas panggung, melainkan pemimpin yang benar-benar membawa perubahan bagi kehidupan rakyat.
Jika pemimpin hanya sibuk dengan seremoni, maka jelas: mereka tidak layak memimpin!
(*)
#Opini