Terbongkarnya Jaringan Pornografi Live Streaming di Bandung: Polisi Tangkap 7 Orang
Konferensi pers kasus praktik pornografi lewat aplikasi streaming di Polda Jabar, Kamis (6/3).
D'On, Bandung – Polisi berhasil membongkar praktik pornografi daring yang beroperasi melalui aplikasi live streaming. Jaringan ini dikelola oleh sebuah agensi berbasis di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Dalam penggerebekan, tujuh orang ditangkap, termasuk pendiri dan pengelola agensi, serta lima talent yang bertugas melayani pelanggan melalui panggilan video berbayar.
Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol Jules Abraham Abast, menjelaskan bahwa para tersangka yang diamankan terdiri dari DA, penggagas dan otak di balik operasi ini, MAE, yang bertindak sebagai pengelola talent, serta lima perempuan yang berperan sebagai talent dengan inisial JZ, ST, NS, AA, dan SDR.
“DA adalah otak dari agensi ini. Ia yang membuat akun Instagram untuk merekrut talent, membuat ID talent pada aplikasi Honey, serta mengunggah foto-foto mereka untuk menarik pelanggan,” ujar Jules dalam konferensi pers di Mapolda Jabar, Kamis (6/3/2025).
Lebih lanjut, peran MAE sebagai pengelola agensi juga terungkap. Ia bertugas mengawasi talent dan menerapkan sistem sanksi bagi mereka yang tidak memenuhi target harian.
“Salah satu tugas MAE adalah memastikan para talent bekerja sesuai target. Jika tidak, mereka dikenakan denda,” imbuh Jules.
Sementara itu, lima perempuan berperan sebagai talent yang melakukan interaksi eksplisit dengan pengguna aplikasi Honey. Dalam operasinya, mereka menerima panggilan video dari pelanggan dan melayani berbagai permintaan, termasuk mempertontonkan bagian tubuh tertentu, demi memperoleh koin saweran yang dapat dikonversi menjadi uang tunai.
Modus Operandi: Platform Honey dan Jaringan Aplikasi Dewasa
Polisi menemukan bahwa aplikasi Honey menjadi medium utama para talent dalam menjalankan aksinya. Namun, interaksi tidak hanya terbatas pada satu platform. Para pelanggan juga dapat mengakses layanan ini melalui beberapa saluran lain seperti Gula, Vcall, dan datingcom.
“Aplikasi Honey digunakan oleh para talent, sedangkan pelanggan dapat berinteraksi dengan mereka melalui beberapa platform lain yang telah ditentukan,” terang Jules.
Bisnis pornografi daring ini ternyata telah beroperasi cukup lama. Dirreskrimsus Polda Jawa Barat, AKBP Resza Ramadiansyah, mengungkapkan bahwa agensi ini mulai beroperasi sejak tahun 2023. Perekrutan dilakukan secara daring, terutama melalui promosi di media sosial seperti Instagram.
“Banyak talent yang direkrut melalui promosi di Instagram. Ketertarikan bisa datang dari mulut ke mulut maupun dari iklan yang mereka pasang,” jelasnya.
Terbongkarnya Bisnis Gelap Ini: Patroli Siber Jadi Kunci
Kasus ini terungkap berkat patroli siber yang dilakukan oleh Polda Jabar. Setelah melakukan pemantauan, polisi menemukan indikasi aktivitas ilegal dan mulai melakukan penyelidikan lebih dalam. Laporan resmi mengenai kasus ini tercatat pada 27 Februari 2025.
Dari hasil investigasi, polisi menemukan bahwa kantor agensi ini bukan sekadar tempat operasional, tetapi juga menyediakan fasilitas mes bagi para talent. Di dalamnya, ditemukan sejumlah perempuan dalam kondisi tanpa busana saat penggerebekan dilakukan.
“Di lokasi, kami menemukan para perempuan ini berada dalam kondisi tidak berpakaian, serta adanya bukti kuat bahwa mereka menggunakan aplikasi Honey untuk melakukan panggilan video pribadi,” ungkap Jules.
Setelah penggerebekan, polisi langsung membawa semua yang berada di lokasi ke Mapolda Jawa Barat untuk diperiksa lebih lanjut.
Barang Bukti dan Ancaman Hukuman
Dalam operasi ini, polisi mengamankan sejumlah barang bukti yang menguatkan kasus, antara lain 14 unit ponsel, beberapa dokumen transaksi keuangan berupa bundel rekening bank, serta uang tunai Rp 250 ribu. Sebanyak 9 orang saksi juga telah dimintai keterangan guna memperjelas keterlibatan para pelaku.
Ketujuh tersangka kini dijerat dengan sejumlah pasal terkait Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta Undang-Undang Pornografi. Mereka dikenai pasal 45 ayat (1) juncto pasal 27 Ayat (1), Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024, yang merupakan perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 29 juncto Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, serta Pasal 55 ayat (1) dan Pasal 56 KUHP.
Ancaman hukuman yang dihadapi para tersangka pun tidak main-main. Berdasarkan UU ITE, mereka dapat dipenjara hingga 6 tahun dan dikenai denda maksimal Rp 1 miliar. Sementara itu, berdasarkan UU Pornografi, ancaman hukuman lebih berat, yakni maksimal 12 tahun penjara dan denda hingga Rp 6 miliar.
“Ancaman hukumannya cukup berat, karena selain terkait dengan ITE, kasus ini juga melanggar UU Pornografi yang memiliki sanksi lebih tinggi,” tutup Jules.
Bahaya Bisnis Pornografi Daring di Era Digital
Kasus ini menjadi bukti nyata bagaimana teknologi dapat dimanfaatkan untuk praktik ilegal, termasuk pornografi daring. Dengan semakin maraknya aplikasi live streaming, kontrol dan pengawasan dari pihak berwenang harus terus diperketat agar kejadian serupa tidak terus berulang.
Di sisi lain, fenomena ini juga menunjukkan bahwa media sosial menjadi sarana utama dalam merekrut individu untuk terlibat dalam industri ilegal. Kesadaran masyarakat, terutama generasi muda, perlu ditingkatkan agar tidak terjebak dalam bisnis yang menjanjikan keuntungan cepat tetapi penuh risiko hukum dan moral.
Polda Jabar menegaskan bahwa mereka akan terus melakukan patroli siber guna memberantas praktik serupa. Sementara itu, bagi masyarakat, diharapkan lebih bijak dalam menggunakan teknologi dan selalu waspada terhadap segala bentuk eksploitasi digital yang bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain.
(Mond)
#Pornografi #Siber #Bandung