Tergiur Gaji Besar, 84 Pekerja Migran Indonesia Dijebak Sindikat Penipuan di Myanmar
D'On, Jakarta – Harapan hidup lebih baik dengan gaji tinggi berubah menjadi mimpi buruk bagi 84 pekerja migran Indonesia (PMI) yang terjebak dalam praktik penipuan daring di Myanmar. Berangkat melalui jalur ilegal, mereka malah dipaksa menjadi bagian dari sindikat kejahatan siber di Kota Myawaddy, salah satu wilayah yang dikenal sebagai pusat operasi penipuan internasional.
Setelah mengalami berbagai tekanan fisik dan mental, mereka akhirnya berhasil diselamatkan oleh pemerintah Indonesia dan dipulangkan ke tanah air. Para pekerja ini tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Jumat malam (28/2/2025), setelah melewati proses panjang yang melibatkan berbagai instansi terkait.
Dari Mimpi Manis ke Mimpi Buruk
Kisah para pekerja migran ini dimulai dengan janji pekerjaan bergaji tinggi di luar negeri. Tawaran menggiurkan datang dari agen tak resmi yang menjanjikan pekerjaan mudah dengan pendapatan besar. Namun, setelah tiba di Myanmar, mereka justru dipaksa bekerja dalam kondisi yang jauh dari bayangan mereka.
Direktur Layanan Pengaduan, Mediasi, dan Advokasi Pekerja Migran Indonesia pada Pemberi Kerja Perseorangan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI), Firman Yulianto, mengungkapkan bahwa para korban ini dipaksa menjalankan praktik penipuan daring, atau yang lebih dikenal dengan istilah scamming.
"Mereka ditempatkan secara ilegal dan dipaksa bekerja sebagai bagian dari operasi penipuan daring di Myawaddy," ujar Firman dalam siaran pers yang diterima pada Sabtu (1/3/2025).
Banyak di antara para korban yang tidak menyadari bahwa mereka telah masuk ke dalam jaringan kejahatan hingga terlambat untuk melarikan diri. Beberapa di antaranya mengalami kekerasan fisik dan ancaman jika mencoba menolak. Sindikat ini beroperasi dengan kontrol ketat, membuat para pekerja nyaris mustahil untuk kabur tanpa bantuan dari pihak luar.
Proses Penyelamatan yang Panjang dan Penuh Tantangan
Upaya pemulangan para pekerja migran ini bukanlah hal yang mudah. Proses penyelamatan melibatkan koordinasi intensif antara KemenP2MI, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kementerian Sosial (Kemensos), dan Bareskrim Polri.
Menurut Firman, pemerintah Indonesia terus berupaya melindungi warga negaranya yang terjebak dalam praktik perdagangan manusia dan eksploitasi tenaga kerja di luar negeri. Namun, ia menegaskan bahwa masyarakat harus lebih berhati-hati dalam menerima tawaran kerja di luar negeri, terutama jika tidak melalui jalur resmi.
"Kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat agar lebih memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan sebelum bekerja di luar negeri. Jangan hanya tergiur gaji besar, tapi harus memastikan prosesnya legal dan terjamin," tegas Firman.
Dampak Psikologis: Banyak yang Alami Trauma dan Gangguan Mental
Setelah tiba di Indonesia, 84 PMI ini langsung dibawa ke Rumah Pelindungan dan Trauma Center (RPTC) Kemensos di Bambu Apus, Jakarta Timur. Di sana, mereka menjalani pemeriksaan kesehatan serta pendampingan psikologis sebelum dipulangkan ke daerah asal masing-masing.
Direktur Rehabilitasi Sosial Korban Bencana dan Kedaruratan Kemensos, Rachmat Koesnadi, mengungkapkan bahwa banyak di antara mereka mengalami trauma mendalam akibat tekanan yang mereka alami selama di Myanmar.
"Kami menemukan sejumlah korban mengalami stres berat, bahkan ada yang menunjukkan gejala gangguan mental. Kami akan memberikan rehabilitasi psikososial agar mereka bisa pulih," ujar Rachmat.
Selain rehabilitasi, Kemensos juga menawarkan program pelatihan kewirausahaan bagi para korban agar mereka bisa mandiri dan tidak tergoda untuk kembali ke jalur ilegal.
"Ke depan, kami ingin mereka memiliki keterampilan yang bisa digunakan untuk mencari nafkah secara sah di tanah air. Kami menawarkan pelatihan vokasional agar mereka tidak terjebak dalam situasi serupa," tambahnya.
Peringatan: Jangan Berangkat Secara Ilegal!
Kasus ini menjadi pengingat bagi masyarakat untuk tidak mudah percaya dengan iming-iming pekerjaan luar negeri yang tidak melalui prosedur resmi. Sindikat perdagangan manusia semakin canggih dalam menjerat korban, dan banyak PMI yang akhirnya menjadi korban eksploitasi atau bahkan aktivitas kriminal seperti scamming.
Firman Yulianto menegaskan pentingnya keberangkatan yang sesuai prosedur agar para pekerja mendapatkan perlindungan hukum dan kepastian kerja.
"Kami terus mengingatkan, bekerja di luar negeri harus dengan kontrak resmi dan diketahui pemerintah. Dengan begitu, hak dan keselamatan para pekerja lebih terlindungi," tuturnya.
Kasus 84 pekerja migran ini hanyalah puncak gunung es. Masih banyak warga negara Indonesia yang terjebak dalam situasi serupa di berbagai negara. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat harus terus bekerja sama untuk mencegah kejadian serupa terjadi di masa mendatang.
Jangan sampai harapan kehidupan yang lebih baik berubah menjadi mimpi buruk di negeri orang.
(Mond)
#TKI #PekerjaMigranIndonesia