Teror Kelam di Sijunjung: 4 Wartawan Disekap dan Dianiaya oleh Mafia BBM Ilegal
4 Jurnalis Asal Pekanbaru Dianiaya Oknum Mafia BBM Ilegal
D'On, Sijunjung, Sumatera Barat – Malam yang seharusnya menjadi rutinitas biasa bagi empat wartawan media online berubah menjadi mimpi buruk. Mereka tidak hanya mengalami kekerasan fisik, tetapi juga disekap, dirampok, dan diperas oleh sekelompok orang yang diduga kuat merupakan bagian dari jaringan mafia BBM subsidi ilegal serta penambangan emas liar.
Peristiwa mengerikan ini terjadi di Tanjung Lolo, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, pada Kamis hingga Jumat dini hari (13–14 Maret 2025). Para korban—Suryani dari Nusantararaya.com, Jenni dari Siagakupas.com, Safrizal dari Detakfakta.com, dan Hendra Gunawan dari Mitrariau.com—mendapat perlakuan brutal setelah mengungkap praktik ilegal yang melibatkan kendaraan tangki milik PT Elnusa Petrofin serta aktivitas pertambangan yang diduga dikendalikan oleh Wali Korong Tanjung Lolo.
Disergap, Dianiaya, dan Diancam Dibakar Hidup-Hidup
Awalnya, para wartawan hanya berencana untuk mengumpulkan data terkait dugaan penyalahgunaan BBM bersubsidi dan aktivitas pertambangan ilegal yang merusak lingkungan. Namun, saat sedang bertugas, mereka justru disergap oleh sekelompok pria bertampang garang. Tanpa banyak basa-basi, mereka dipaksa turun dari kendaraan, ditodong senjata tajam, dan dibawa ke sebuah lokasi terpencil.
Di tempat itu, mereka mengalami penyiksaan brutal. Para pelaku tidak hanya memukul dan menendang mereka secara bergantian, tetapi juga menodongkan senjata serta mengancam akan membakar mereka hidup-hidup.
“Kami sudah diikat, disiram bensin, lalu mereka bilang akan membakar kami dan membuatnya seolah-olah ini kecelakaan. Kami benar-benar pasrah,” ungkap Suryani, dengan suara bergetar mengenang kejadian itu.
Barang-barang berharga mereka, termasuk dua unit laptop, dua unit ponsel, pakaian, charger, racun api, dongkrak mobil, serta berbagai perlengkapan jurnalistik, dijarah habis-habisan oleh para pelaku.
Namun, penderitaan mereka belum berakhir.
Nyaris Dilecehkan: Teror yang Menyayat Hati
Bagi Jenni, satu-satunya wartawan perempuan dalam kelompok itu, malam itu lebih dari sekadar penyiksaan fisik. Ia nyaris menjadi korban pelecehan seksual.
“Saya dipaksa ditelanjangi. Mereka tertawa, mempermainkan saya seperti saya ini barang,” katanya sambil terisak. Beruntung, sebelum hal yang lebih buruk terjadi, seorang pelaku lain tiba-tiba menghentikan aksi mereka.
Namun, trauma itu tidak akan pernah hilang dari ingatannya.
Disekap dan Diperas Rp20 Juta: Nyawa Dihargai Uang
Setelah mengalami kekerasan dan teror tanpa ampun, para wartawan kemudian dihadapkan pada tuntutan uang tebusan. Para pelaku menuntut Rp20 juta sebagai ‘harga kebebasan’ mereka.
Mereka tidak memiliki jumlah uang sebesar itu, tetapi dalam keadaan terdesak, mereka berhasil mengumpulkan Rp10 juta dari seorang rekan mereka, Aris Tambunan, yang ditransfer melalui rekening BNI. Namun, uang itu belum cukup bagi para pelaku.
Suryani kemudian dipaksa menuju ATM BRI Unit Tanjung Gadang untuk menarik sisa Rp10 juta. Di bawah pengawasan ketat para pelaku, ia terpaksa melakukan 10 kali transaksi bertahap demi memenuhi permintaan mereka.
Namun, meskipun uang telah diberikan, penyiksaan tetap berlanjut.
Ancaman Mengerikan: "Silakan Lapor, Saya Akan Habisi Kalian!"
Setelah mendapatkan uang, para pelaku dengan angkuh menantang para korban untuk melaporkan kejadian ini.
“Silakan lapor ke mana pun, laporan kalian tidak akan digubris! Kalau berani viralkan kejadian ini, saya akan habisi kalian semua. KTP, kartu pers, dan wajah kalian sudah saya foto!” bentak seseorang yang diduga sebagai Wali Korong Tanjung Lolo sambil menggebrak meja dengan kayu.
Akhirnya, para wartawan dilepas, namun mereka tidak bisa langsung bernapas lega. Sebelum pergi, mereka digiring ke jalan menuju Pekanbaru, seolah diusir dari wilayah itu.
Mereka tidak berani langsung melapor ke polisi karena ancaman yang masih menghantui mereka.
Tuntutan Keadilan: Kebebasan Pers dalam Bahaya
Insiden ini merupakan tamparan keras bagi kebebasan pers di Indonesia. Wartawan yang seharusnya memiliki hak untuk melaporkan kebenaran justru menjadi korban kekerasan dan teror.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari aparat kepolisian atau pemerintah terkait kasus ini. Para korban berharap agar pihak berwenang tidak tinggal diam dan segera menangkap para pelaku yang bertindak seperti ‘raja’ di wilayah mereka sendiri.
Kasus ini juga membuka mata publik bahwa mafia BBM ilegal dan penambangan liar masih beroperasi dengan leluasa, bahkan berani menantang hukum secara terang-terangan. Jika tidak ada tindakan tegas, maka kekerasan terhadap wartawan bisa terus terjadi—dan kebebasan pers di negeri ini akan semakin terancam.
Jurnalis tidak boleh dibungkam. Kebenaran tidak boleh dikubur oleh ancaman dan kekerasan.
(Mond)
#Peristiwa #Kekerasan #KekerasanTerhadapWartawan