Breaking News

Teror Kepala Babi! Prabowo Diminta Pastikan Keamanan Jurnalis

Presiden Prabowo Subianto. (Antara/Hafidz Mubarak A)

D'On, Jakarta – 
Indonesia kembali dihadapkan pada ancaman serius terhadap kebebasan pers. Kantor redaksi Tempo di Palmerah, Jakarta Barat, menjadi sasaran teror yang mengerikan sebuah kepala babi ditemukan di depan kantor mereka pada Rabu (19/3/2025), disusul pengiriman enam bangkai tikus yang kepalanya telah dipenggal pada Sabtu (22/3/2025).

Teror ini langsung memicu kecaman luas, termasuk dari Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) yang menuntut pengusutan tuntas dan perlindungan konkret bagi jurnalis. Mereka juga menekan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk menunjukkan sikap tegas terhadap eskalasi kekerasan terhadap jurnalis di Tanah Air.

Ancaman Nyata terhadap Kebebasan Pers

Koordinator KKJ, Erick Tanjung, dalam konferensi pers daring pada Minggu (23/3/2025), menegaskan bahwa teror terhadap Tempo bukan sekadar tindakan intimidasi biasa. Ini adalah serangan langsung terhadap kebebasan pers, sebuah upaya menanamkan ketakutan agar jurnalis enggan mengungkap fakta yang mungkin tidak diinginkan oleh pihak tertentu.

"Ini bukan kejadian yang bisa dianggap enteng. Teror ini adalah alarm keras bahwa keselamatan jurnalis di Indonesia berada dalam kondisi darurat. Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk dan semakin banyak jurnalis yang menjadi target intimidasi," ujar Erick dengan nada serius.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pihaknya telah menyerahkan bukti penting kepada kepolisian, termasuk rekaman CCTV, yang dapat membantu mengungkap pelaku serta motif di balik aksi ini.

"Kami menuntut aparat penegak hukum bekerja serius dan transparan. Tidak boleh ada impunitas bagi pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Jika ini dibiarkan, maka kebebasan pers di negeri ini hanya akan menjadi slogan kosong," tambahnya.

Rangkaian Intimidasi terhadap Media

Serangan terhadap Tempo bukanlah kejadian tunggal. Serangan dan ancaman terhadap jurnalis semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Sebelumnya, seorang jurnalis di Sorong, Papua Barat Daya mendapat ancaman pembunuhan setelah melaporkan dugaan keterlibatan anggota TNI dalam kasus pembunuhan.

Kasus lain yang masih segar dalam ingatan adalah serangan bom molotov terhadap kantor media Jubi Papua di Kota Jayapura pada Oktober 2024. Dalam insiden tersebut, dua mobil redaksi terbakar. Serangan ini diyakini berkaitan dengan pemberitaan kritis Jubi terhadap tindak kekerasan aparat di Papua.

"Kekerasan terhadap jurnalis sudah memasuki tahap darurat. Negara wajib hadir dan menjamin keamanan mereka. Jika tidak, maka kita sedang berjalan mundur dalam demokrasi," tegas Erick.

Dewan Pers: Jangan Biarkan Teror Ini Berulang

Dewan Pers juga mengutuk keras aksi teror ini. Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menegaskan bahwa kasus ini harus diusut hingga tuntas.

"Jika teror seperti ini dibiarkan, maka ancaman terhadap jurnalis akan semakin masif. Ini bukan hanya serangan terhadap Tempo, tetapi serangan terhadap kebebasan pers di Indonesia," ujar Ninik dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (21/3/2025).

Ninik mengingatkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi manusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Artinya, segala bentuk ancaman, intimidasi, dan kekerasan terhadap jurnalis bukan hanya tindakan kriminal, tetapi juga pelanggaran serius terhadap prinsip demokrasi.

Prabowo Didesak Bertindak Tegas

Di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap keamanan jurnalis, mata publik kini tertuju pada Presiden Prabowo Subianto. Erick Tanjung mendesak agar Presiden tidak hanya diam, tetapi menunjukkan komitmen yang jelas terhadap perlindungan jurnalis dan kebebasan pers.

"Prabowo harus menunjukkan sikapnya. Apakah ia benar-benar mendukung kemerdekaan pers, atau justru membiarkan jurnalis terus menjadi target kekerasan? Kita akan lihat bagaimana pemerintah menangani kasus ini," ujarnya.

Sebagai pemimpin negara, Prabowo memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk memastikan bahwa kebebasan pers tetap terlindungi. Tanpa tindakan nyata, kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam menegakkan demokrasi bisa semakin tergerus.

Kesimpulan: Ujian Berat bagi Demokrasi Indonesia

Kasus teror terhadap Tempo bukan hanya sekadar ancaman bagi satu media, tetapi ujian bagi demokrasi Indonesia. Jika pelaku dibiarkan bebas, maka jurnalis akan semakin rentan terhadap intimidasi, dan ruang kebebasan pers semakin menyempit.

Kini, semua mata tertuju pada aparat penegak hukum dan pemerintahan Prabowo. Apakah mereka akan berdiri di sisi kebebasan pers dan menindak pelaku? Atau, akankah kasus ini hanya menjadi satu lagi dalam daftar panjang impunitas terhadap pelanggaran terhadap jurnalis?

Hanya waktu yang akan menjawab.

(Mond)

#KomiteKeselamatanJurnalis #TerorKepalaBabi #TerorBangkaiTikus #KebebasanPers #Nasional