Breaking News

Tragedi di Polsek Kayangan: Dugaan Pemerasan di Balik Gantung Diri ASN dan Amukan Massa

Seorang pemuda, Rizkil Watoni, mengakhiri hidupnya setelah diduga mendapat tekanan dari oknum polisi dalam kasus dugaan pencurian HP. Ayahnya, Nasruddin, sempat menunjukkan surat perjanjian damai usai mediasi di Polsek Kayangan pada Senin (18/3/2025), namun itu tak mengubah kenyataan pahit yang menimpa putranya. Warga yang marah atas insiden ini meledakkan amarah dengan membakar Mapolsek Kayangan.


D'On, Mataram
– Malam itu, udara di Polsek Kayangan, Lombok Utara, terasa lebih tegang dari biasanya. Suasana yang semula tenang mendadak berubah mencekam saat ratusan warga meluapkan amarah. Massa menyerbu kantor polisi, melempari kaca jendela dengan batu, membakar sepeda motor, dan menuntut keadilan atas kematian tragis seorang aparatur sipil negara (ASN), Rizkil Watoni.

Di balik insiden ini, tersimpan kisah kelam yang mengungkap dugaan pemerasan, tekanan psikologis, dan perlakuan tidak manusiawi yang akhirnya berujung pada aksi nekat Rizkil mengakhiri hidupnya.

Dugaan Pemerasan yang Berujung Maut

Kematian Rizkil Watoni bukan sekadar kasus bunuh diri biasa. Bagi ayahnya, Nasruddin, kepergian anaknya menyimpan teka-teki besar yang mengarah pada dugaan kuat bahwa ada praktik pemerasan di balik tragedi ini.

“Saya yakin anak saya diperas oleh salah satu anggota polisi di Polsek Kayangan,” kata Nasruddin dengan suara bergetar. Ia tak bisa menerima kenyataan bahwa anaknya yang dikenal sebagai sosok pekerja keras dan penuh tanggung jawab harus meregang nyawa dengan cara yang begitu mengenaskan.

Kisah ini bermula pada 7 Maret 2025, ketika Rizkil mampir ke Alfamart Kayangan untuk membeli kebutuhan dagangan berbuka puasa. Sambil berbelanja, ia juga menarik uang tunai. Namun, tanpa disadari, Rizkil membawa pulang sebuah ponsel yang tertinggal di meja kasir—sebuah kesalahan fatal yang kemudian menyeretnya ke dalam pusaran peristiwa yang lebih besar.

Ponsel itu ternyata milik seorang pegawai Alfamart bernama Raden Faozan. Saat di perjalanan pulang, Rizkil menerima panggilan di ponsel tersebut, tetapi karena sedang berkendara, ia tidak menjawab. Malam harinya, Rizkil kembali ke Alfamart untuk mengembalikan ponsel itu dan meminta maaf.

“Raden sudah menerima permintaan maafnya, saat itu masalah dianggap selesai,” ujar Nasruddin. Namun, sayangnya, kasus ini tak berhenti di situ. Laporan polisi telah telanjur dibuat, dan kisah Rizkil memasuki babak baru yang lebih gelap.

Tekanan dan Intimidasi di Balik Jeruji

Tak lama setelah mengembalikan ponsel, Rizkil dipanggil ke Polsek Kayangan untuk menjalani pemeriksaan. Namun, menurut Nasruddin, cara polisi menangani kasus ini jauh dari kata wajar.

“Anak saya dibawa dari Alfamart oleh polisi seakan-akan dia tertangkap tangan mencuri, padahal ponsel itu sudah dikembalikan,” ucapnya.

Kepala Dusun Sangiang dan Kepala Dusun Batu Jompang bersama beberapa warga segera bergegas ke Polsek Kayangan untuk memastikan bahwa permasalahan ini bisa diselesaikan secara damai. Setelah melalui mediasi, akhirnya Rizkil dan Raden menandatangani kesepakatan damai keesokan harinya.

Namun, meskipun telah berdamai, Rizkil masih harus menjalani wajib lapor. Saat itulah, dugaan pemerasan mulai menyeruak.

“Anak saya bilang ada anggota polisi yang memaksanya mengaku sebagai pencuri HP. Tidak hanya itu, dia juga diperas belasan juta rupiah,” beber Nasruddin dengan nada penuh kemarahan.

Seakan tak cukup dengan tekanan mental yang diterimanya, Rizkil harus menanggung beban psikologis yang luar biasa. Hinaan, intimidasi, dan rasa malu menghantamnya bertubi-tubi. Hingga akhirnya, dalam kesunyian sel tahanan, ia mengambil keputusan yang tak bisa diubah—mengakhiri hidupnya dengan gantung diri.

Ledakan Amarah Warga: Polsek Kayangan Dibakar

Berita kematian Rizkil menyebar dengan cepat di Desa Sesait dan sekitarnya. Warga yang mendengar kabar tersebut tak bisa menahan emosi. Kemarahan meledak pada malam 17 Maret 2025, ketika ratusan orang dari Dusun Batu Jompang menyerbu Polsek Kayangan.

Mereka datang dengan api amarah yang berkobar, menghancurkan jendela, melempari batu, dan membakar kendaraan yang terparkir di halaman kantor polisi.

Dalam video yang beredar, tampak sepeda motor hangus terbakar, kaca jendela pecah berserakan, dan polisi tampak kewalahan menghadapi gelombang massa yang menuntut keadilan.

Kasi Humas Polres Lombok Utara, Ipda Made Wiryawan, ketika dikonfirmasi, hanya memberikan jawaban singkat, “Kami masih berkoordinasi dengan Polda NTB.”

Sorotan DPR: Desakan Investigasi Transparan

Kasus ini telah mengguncang masyarakat luas, termasuk kalangan parlemen. Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Sari Yuliati, angkat bicara dan mendesak Polda NTB untuk mengusut kasus ini secara serius dan transparan.

“Saya meminta agar ada investigasi menyeluruh. Jika terbukti ada oknum yang melakukan pemerasan atau pelanggaran prosedur, mereka harus dihukum seberat-beratnya,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian saat ini sedang dipertaruhkan.

“Kasus seperti ini tidak boleh terulang lagi. Polisi harus bertindak profesional dan tidak menyalahgunakan wewenangnya,” tambahnya.

Sari Yuliati menyesalkan bahwa kasus ini berujung pada aksi protes dan kekerasan. Namun, ia menegaskan bahwa yang lebih penting saat ini adalah memastikan bahwa keadilan benar-benar ditegakkan.

“Komisi III DPR RI akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas,” ujarnya.

Dibutuhkan Reformasi Aparat Penegak Hukum

Kasus Rizkil Watoni bukan sekadar tragedi individu, melainkan gambaran nyata bagaimana penyalahgunaan kekuasaan bisa berujung pada kehilangan nyawa. Dugaan pemerasan, tekanan psikologis, dan ketidakadilan dalam sistem hukum harus menjadi peringatan bagi kita semua.

Reformasi kepolisian dan sistem peradilan pidana menjadi semakin mendesak. Jangan sampai ada Rizkil-Rizkil lainnya yang menjadi korban dari praktik intimidasi dan penyalahgunaan wewenang.

Keadilan harus ditegakkan, bukan hanya untuk Rizkil, tetapi untuk semua orang yang percaya bahwa hukum harus menjadi pelindung, bukan ancaman.

(Mond)

#BunuhDiri #Pemerasan #Peristiwa #Polri