Breaking News

Tragedi Hak Buruh: Aksi Solidaritas di Kediaman Eks Pemilik Sritex Menuntut THR dan Pesangon yang Belum Dibayar

Aktivis buruh menggelar aksi di depan kediaman keluarga Lukminto di Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Solo, Jawa Tengah, Jumat, 21 Maret 2025.

D'On, Solo 
– Siang itu, hawa panas tak menyurutkan semangat puluhan aktivis buruh yang berbaris rapi di depan Stadion Sriwedari, Solo. Mereka bukan hanya datang untuk menyuarakan tuntutan, tetapi juga membawa simbol perjuangan yang telah berlangsung berbulan-bulan: spanduk dan poster berisi jeritan hati para eks pekerja PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk yang hingga kini belum menerima hak mereka—pesangon dan tunjangan hari raya (THR).

Aksi ini bukan sekadar unjuk rasa biasa. Ini adalah puncak dari kekecewaan yang telah menumpuk setelah berbulan-bulan menunggu kejelasan. Dengan tekad yang bulat, massa bergerak dalam long march menyusuri Jalan Bhayangkara, menuju kediaman keluarga Lukminto, eks pemilik Sritex, yang hanya berjarak 400 meter dari titik awal.

Gugur Bunga dan Simbol Penderitaan Buruh

Setibanya di lokasi, barisan buruh segera membentangkan spanduk mereka. Tuntutannya jelas dan langsung:

  • "Bayarkan pesangon untuk buruh Sritex!"
  • "Bayarkan THR untuk buruh Sritex!"
  • "Jangan tindas buruh, rakyat kecil, dan rakyat miskin!"

Namun, ada satu momen yang membuat suasana semakin emosional. Di tengah orasi yang terus bergema, para buruh serempak merebahkan badan di atas aspal. Saat itu, lagu "Gugur Bunga" mengalun, mengiringi tubuh-tubuh yang terbaring sebagai simbol kesedihan dan penderitaan mereka. Matahari yang terik seakan menjadi saksi bisu atas nasib buruh yang masih terkatung-katung.

Bukan hanya teriakan yang menggema di udara, tetapi juga keheningan yang tajam—sebuah perlawanan tanpa suara, namun penuh makna.

Kemacetan dan Negosiasi di Tengah Aksi

Demonstrasi ini tak hanya menarik perhatian warga sekitar, tetapi juga menghambat lalu lintas. Setengah badan Jalan Bhayangkara tertutup oleh massa aksi, menyebabkan antrean kendaraan yang cukup panjang. Aparat keamanan yang berjaga segera melakukan negosiasi dengan koordinator lapangan untuk memindahkan titik aksi. Akhirnya, para buruh bergeser ke jalur lambat Jalan Dr. Radjiman, sisi timur, agar tetap bisa menyampaikan tuntutan mereka tanpa mengganggu lalu lintas secara total.

Aksi ini berlangsung selama satu jam, dengan puncaknya pada pukul 14.00 WIB. Namun, pesan yang ingin disampaikan jauh lebih besar dari sekadar waktu yang dihabiskan di jalanan. Ini adalah panggilan kepada keluarga Lukminto, terutama Iwan Kurniawan Lukminto selaku Direktur Utama PT Sritex Tbk, agar segera memenuhi hak para buruh.

"Tak Akan Jatuh Miskin Jika Membayar Pesangon"

Aulia Hakim, penanggung jawab aksi, menegaskan bahwa aksi ini bukan hanya bentuk solidaritas, tetapi juga seruan moral bagi keluarga Lukminto.

"Kami sudah mengamati selama tiga bulan terakhir, dan yang kami lihat, keluarga Lukminto masih hidup dalam kemewahan. Tapi di sisi lain, buruh Sritex masih menunggu kepastian tentang pesangon dan THR mereka yang seharusnya sudah dibayarkan," ungkap Aulia.

Ia menjelaskan bahwa secara hukum kepailitan, pembayaran pesangon dan THR eks karyawan Sritex kini berada di tangan kurator yang masih menunggu hasil penjualan aset perusahaan. Namun, menurutnya, keluarga Lukminto memiliki kapasitas untuk segera menyelesaikan kewajiban tersebut tanpa perlu menunggu prosedur yang memakan waktu lama.

"Dari data yang kami miliki, total kekayaan keluarga Lukminto masih di atas Rp 50 triliun. Sementara, untuk membayar pesangon dan THR buruh Sritex hanya membutuhkan Rp 25 miliar. Artinya, jika mereka mau membayar dengan harta pribadi, mereka tidak akan jatuh miskin," tegasnya.

Aulia pun menyoroti urgensi pembayaran THR, mengingat Lebaran tinggal satu minggu lagi.

"Ini bukan hanya soal angka, ini soal hati nurani. Apakah Iwan Kurniawan tidak tergerak untuk membantu buruh yang telah bertahun-tahun mengabdikan diri untuk Sritex? Apalagi, sebentar lagi Lebaran. Kami ingin melihat keadilan ditegakkan sebelum perayaan itu tiba."

Lebih dari Sekadar Uang: Perjuangan Martabat Buruh

Aksi ini bukan hanya tentang hak yang belum dibayar, tetapi juga tentang martabat buruh yang selama ini dipinggirkan. Mereka bukan sekadar angka dalam laporan keuangan atau aset yang bisa diabaikan begitu saja.

Sampai berita ini ditulis, belum ada tanggapan resmi dari keluarga Lukminto maupun manajemen Sritex. Namun, satu hal yang pasti: selama keadilan belum ditegakkan, perjuangan buruh tidak akan berhenti.

Hari itu, suara mereka menggema di jalanan Solo. Dan mungkin, gema itu akan terus terdengar hingga hak mereka benar-benar terpenuhi.

(Mond/B1)

#Sritex #THR #Buruh #KSPI #THRBuruhSritex