Tragedi Pandu Brata: Kronologi dan Motif di Balik Penganiayaan yang Berujung Maut
Ilustrasi polisi. Foto: Shutterstock
D'On, Medan – Sebuah peristiwa tragis mengguncang Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Seorang remaja bernama Pandu Brata (18) tewas setelah mengalami dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh Kanit Reskrim Polsek Simpang Empat, Ipda Ahmad Efendi, bersama dua rekannya, Yudi dan Dimas. Insiden ini berawal dari upaya pembubaran kerumunan massa yang diduga hendak melakukan balap liar.
Awal Mula Kejadian: Kesalahpahaman di Tengah Pembubaran Massa
Sabtu malam (8/3) hingga Minggu dini hari (9/3), kepolisian menerima laporan mengenai adanya kerumunan massa yang diduga akan melakukan balap liar. Ipda Ahmad Efendi, yang saat itu bertugas, segera menuju lokasi bersama Yudi dan Dimas untuk membubarkan massa. Namun, belakangan terungkap bahwa kerumunan tersebut bukanlah untuk balap liar dengan sepeda motor, melainkan hanya balap lari biasa.
Ketika aparat tiba, situasi menjadi tegang. Massa yang panik segera berhamburan, mencoba melarikan diri. Dalam kekacauan itu, Dimas melihat Pandu dan empat rekannya menaiki satu sepeda motor berboncengan lima. Polisi pun segera melakukan pengejaran.
Di tengah pengejaran, satu orang dari motor tersebut melompat, menyisakan empat orang, termasuk Pandu yang duduk di bagian paling belakang. Tak lama kemudian, Pandu juga memutuskan untuk melompat dari motor. Namun, bukannya berhasil menyelamatkan diri, ia justru terjatuh dan mengalami luka-luka.
Pemicu Emosi: Provokasi yang Berujung Kekerasan
Dalam konferensi pers yang digelar Polda Sumut, Direktur Kriminal Umum Kombes Pol Sumaryono mengungkap bahwa insiden ini terjadi secara spontan akibat provokasi yang memancing emosi aparat.
“Para pelaku merasa kesal terhadap korban dan emosi karena pada saat proses pengejaran, teman korban melakukan perlawanan dengan cara meludahi dan menendang pelaku,” ungkap Sumaryono pada Selasa (18/3).
Rasa kesal itulah yang kemudian memicu tindakan brutal. Setelah Pandu terjatuh, ia tak hanya diamankan, tetapi juga diduga mengalami penganiayaan oleh Ipda Ahmad, Yudi, dan Dimas.
Dibawa ke Polsek, Kemudian Puskesmas, Lalu Pulang dalam Keadaan Kritis
Setelah mengalami luka akibat jatuh dari motor dan dugaan penganiayaan, Pandu dibawa ke Polsek Simpang Empat. Melihat kondisinya yang semakin memburuk, ia kemudian dilarikan ke puskesmas untuk mendapatkan perawatan medis.
Namun, alih-alih mendapatkan perawatan lebih lanjut, Pandu kembali dibawa ke kantor polisi sebelum akhirnya dijemput oleh keluarganya dalam kondisi kritis. Keesokan harinya, Pandu dilarikan ke rumah sakit, tetapi nyawanya tak dapat diselamatkan. Ia menghembuskan napas terakhir pada Minggu (10/3).
Klaim Awal Polisi: Tidak Ada Penganiayaan, Keluarga Menerima
Pada awalnya, Polres Asahan mengeklaim bahwa kematian Pandu bukan disebabkan oleh penganiayaan, melainkan karena riwayat penyakit asam lambung yang dideritanya. Mereka juga menyatakan bahwa keluarga telah menerima kejadian ini tanpa ada keberatan.
Namun, situasi berubah drastis ketika pada Sabtu (15/3), keluarga Pandu melaporkan adanya dugaan penganiayaan. Laporan ini memicu penyelidikan lebih dalam hingga akhirnya terungkap bahwa Pandu diduga mengalami kekerasan sebelum meninggal dunia.
Ketiga Pelaku Resmi Ditetapkan Sebagai Tersangka
Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, Ipda Ahmad Efendi bersama dua rekannya, Yudi dan Dimas, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Mereka kini harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di hadapan hukum.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum. Kekerasan yang dilakukan oleh aparat terhadap warga sipil, apalagi seorang remaja, kembali menjadi sorotan publik. Kini, masyarakat menanti langkah tegas dari pihak berwenang dalam menegakkan keadilan bagi Pandu Brata.
(Mond)
#Penganiayaan #PanduBrata #Polri #Kekerasan #PolisiAniayaWargaHinggaTewas