Breaking News

Tragedi Perang Sarung di Pekanbaru: Remaja 15 Tahun Tewas Dikeroyok, Empat Pelaku Ditangkap

Ilustrasi meninggal.

D'On, Pekanbaru, Riau
– Malam yang seharusnya menjadi ajang permainan berubah menjadi tragedi. Reyhan Apprilian, seorang remaja berusia 15 tahun, meregang nyawa setelah terlibat dalam perang sarung yang berujung pada pengeroyokan brutal di Pekanbaru, Riau. Kejadian tragis itu terjadi pada Senin (3/3/2025) sekitar pukul 22.30 WIB di Jalan Berdikari, Kecamatan Rumbai.

Kejadian ini bermula dari kebiasaan remaja di beberapa daerah yang menjadikan perang sarung sebagai bagian dari keseruan di bulan Ramadan. Awalnya hanya sekadar permainan, tetapi sering kali berubah menjadi ajang tawuran kecil yang mengundang aksi kekerasan.

Dari Permainan Menjadi Mimpi Buruk

Pada malam kejadian, Reyhan dan kelompoknya berhadapan dengan kelompok remaja lain yang seusia. Perang sarung, yang biasanya hanya sekadar adu lempar dan saling pukul menggunakan sarung yang sudah dipelintir, berubah menjadi pertarungan sengit. Seiring berjalannya waktu, aturan main berubah. Yang semula satu lawan satu, kini menjadi enam lawan enam.

Sayangnya, kelompok Reyhan kalah dalam pertarungan itu. Ketika situasi semakin tidak terkendali, teman-teman Reyhan melarikan diri, meninggalkan dirinya seorang diri di tengah kepungan lawan.

Dalam kondisi tak berdaya, Reyhan menjadi sasaran amukan lawannya. Ia dihantam berkali-kali, bukan hanya dengan sarung tetapi juga dengan pukulan dan tendangan. Ia berusaha melawan, tetapi jumlah lawan yang lebih banyak membuatnya tak berdaya. Akhirnya, ia tersungkur di tanah dengan kondisi luka parah, mengalami pendarahan hebat di kepala dan hidung.

Usaha Penyelamatan yang Tak Berbuah Hasil

Setelah ditemukan dalam keadaan kritis, Reyhan segera dilarikan ke RS Awal Bros, Jalan Ahmad Yani, Pekanbaru. Tim medis berupaya memberikan pertolongan intensif, tetapi kondisi korban terlalu parah. Pukul 03.00 WIB, Reyhan dinyatakan meninggal dunia akibat luka serius yang dideritanya.

Kabar duka ini segera menyebar ke pihak keluarga, yang tidak terima dengan kematian tragis anak mereka. Dengan penuh emosi dan duka mendalam, keluarga Reyhan melaporkan kejadian ini ke Polsek Rumbai, meminta agar pelaku segera ditangkap dan diadili.

Penangkapan Kilat, Empat Pelaku Diamankan

Polisi bergerak cepat. Tim dari Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Pekanbaru bersama Unit Reskrim Polsek Rumbai melakukan serangkaian penyelidikan, termasuk meminta keterangan dari saksi-saksi yang berada di lokasi kejadian.

Tidak butuh waktu lama, informasi dari masyarakat mengarahkan polisi kepada para pelaku. Selasa (4/3/2025), tim gabungan berhasil menangkap empat orang yang diduga terlibat dalam pengeroyokan tersebut. Mereka masih berusia sangat muda, yakni BA (14), HH (14), MRA (13), dan IP (14).

Kasatreskrim Polresta Pekanbaru, Kompol Berry Juana Putra, mengonfirmasi bahwa keempat pelaku kini dalam proses pemeriksaan mendalam. "Saat ini, para pelaku telah kita amankan dan sedang diperiksa oleh penyidik. Mereka masih di bawah umur, tetapi tetap harus bertanggung jawab atas tindakan mereka," ungkapnya pada Kamis (6/3/2025).

Jeratan Hukum Menanti Para Pelaku

Meski masih tergolong anak-anak, keempat pelaku tetap harus berhadapan dengan hukum. Mereka dijerat dengan Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

Hukuman bagi anak di bawah umur memang berbeda dari orang dewasa, tetapi kasus ini tetap menjadi perhatian serius karena melibatkan tindak kekerasan yang berujung kematian.

Fenomena Perang Sarung yang Kian Berbahaya

Perang sarung sebenarnya merupakan tradisi yang sudah lama ada di beberapa daerah di Indonesia, terutama selama bulan Ramadan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tradisi ini semakin sering berujung pada aksi kekerasan.

Apa yang awalnya sekadar permainan berubah menjadi ajang pembuktian kekuatan antar kelompok remaja. Banyak yang bahkan menambahkan benda keras ke dalam sarung agar pukulan menjadi lebih menyakitkan. Tak jarang, perang sarung ini berakhir dengan luka-luka, bahkan nyawa melayang seperti yang dialami Reyhan.

Kasus ini menjadi peringatan bagi orang tua, guru, dan pihak berwenang untuk lebih memperhatikan aktivitas anak-anak, terutama di malam hari. Jika tidak ada tindakan tegas, perang sarung yang semula hanya permainan bisa terus berkembang menjadi ancaman serius bagi keselamatan generasi muda.

Kini, keluarga Reyhan hanya bisa mengenang anak mereka yang pergi terlalu cepat. Sementara itu, para pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di hadapan hukum. Tragedi ini menyisakan luka mendalam bagi semua pihak dan seharusnya menjadi pelajaran agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

(Mond)

#PerangSarung #Peristiwa #Pekanbaru