Tragedi Sritex: 8.400 Buruh Kehilangan Pekerjaan, Ribuan Massa Siap Kepung Istana Menuntut Keadilan
Serikat Buruh Siap Demo Besar-besaran Sikapi Nasib Pekerja Sritex. (Foto: Okezone.com)
D'On, Jakarta – Gelombang protes besar-besaran akan mengguncang ibu kota pada Rabu, 5 Maret 2025. Ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) siap turun ke jalan, mengepung Istana Negara dan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Aksi ini merupakan bentuk perlawanan terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang menimpa 8.400 pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), perusahaan tekstil raksasa yang selama ini menjadi salah satu pilar industri manufaktur Indonesia.
Titik Didih Kemarahan Buruh: PHK yang Disebut Ilegal
PHK massal ini bukan sekadar angka statistik, melainkan nasib ribuan keluarga yang tiba-tiba kehilangan sumber penghidupan. Presiden KSPI, Said Iqbal, menegaskan bahwa PHK yang dilakukan oleh Sritex bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan serta melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 68 Tahun 2024.
"PHK ini jelas ilegal. Tidak hanya bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan, tetapi juga mengabaikan keputusan MK yang seharusnya menjadi pedoman hukum tertinggi dalam kasus seperti ini," ujar Said dalam konferensi pers pada Minggu (2/3/2025).
KSPI bersama Partai Buruh menilai bahwa keputusan PHK ini diambil tanpa melalui mekanisme yang seharusnya, seperti musyawarah dengan serikat pekerja dan jaminan pesangon yang adil. Ribuan buruh kini menghadapi ketidakpastian ekonomi, sementara perusahaan belum memberikan solusi konkret terhadap permasalahan ini.
"Kami tidak akan tinggal diam. Kami akan menggelar aksi di berbagai kota, dengan pusat utama di Istana Negara dan Kemenaker. Ini baru aksi pertama, dan jika tuntutan kami tidak didengar, kami siap melakukan gerakan lebih besar," tegas Said Iqbal.
Tuntutan Buruh: Lebih dari Sekadar PHK
Selain menolak PHK massal, buruh juga membawa tuntutan lain yang tidak kalah penting. Salah satunya adalah kewajiban perusahaan untuk membayar Tunjangan Hari Raya (THR) 2025 bagi para pekerja. KSPI menegaskan bahwa tidak boleh ada perusahaan yang mengakali kewajiban ini dengan cara-cara tidak bertanggung jawab, seperti pemutusan kontrak sepihak atau PHK sebelum masa pembayaran THR tiba.
"Banyak perusahaan yang menggunakan modus ini—memutus kontrak sebelum lebaran agar terhindar dari kewajiban membayar THR. Ini praktik yang sangat tidak manusiawi dan harus dihentikan," ujar Said Iqbal.
Gelombang PHK massal di sektor industri tekstil, termasuk di Sritex, menjadi cerminan dari krisis yang lebih dalam. Sritex, yang selama ini dikenal sebagai perusahaan yang memasok produk tekstil hingga ke pasar internasional, kini justru menghadapi masalah internal yang berujung pada hilangnya ribuan lapangan pekerjaan.
Aksi Ribuan Buruh: Kepungan di Jantung Kekuasaan
Rencana aksi pada 5 Maret diprediksi akan diikuti oleh ribuan buruh dari berbagai wilayah Jabodetabek. Mereka akan memadati jalan-jalan utama menuju Istana Negara dan Kantor Kemenaker. Dalam unjuk rasa ini, mereka akan menyampaikan aspirasi langsung kepada pemerintah, menuntut keadilan atas nasib ribuan pekerja yang kehilangan pekerjaan tanpa kejelasan kompensasi.
"Ini bukan sekadar aksi unjuk rasa biasa. Ini adalah perjuangan hidup dan mati bagi para buruh dan keluarganya. Jika negara tidak hadir untuk melindungi rakyatnya, maka kami sendiri yang akan menuntut hak kami," ujar salah satu perwakilan buruh Sritex yang enggan disebut namanya.
Mata publik kini tertuju pada respons pemerintah terhadap gelombang protes ini. Apakah mereka akan turun tangan menyelesaikan konflik ketenagakerjaan ini atau justru membiarkan ribuan buruh terjerembab dalam ketidakpastian?
Yang jelas, pada 5 Maret nanti, jalanan Jakarta akan menjadi saksi perlawanan kaum pekerja yang menuntut keadilan di hadapan kekuasaan.
(Mond)
#DemoBuruh #PHKMassal #PHK #Sritex #KSPI