Trump Gempur Houthi di Yaman: Serangan Besar-Besaran yang Tewaskan 24 Orang Hingga Memicu Ketegangan Global
Asap mengepul akibat serangan Amerika Serikat di Ibu Kota Yaman Sanaa. (Foto: X)
D'On, Yaman - Pada Sabtu, 15 Maret 2025, Presiden Amerika Serikat Donald Trump memerintahkan serangan udara besar-besaran terhadap kelompok Houthi di Yaman. Serangan ini diklaim sebagai respons terhadap rentetan serangan Houthi terhadap kapal-kapal dagang di Laut Merah yang telah mengganggu jalur perdagangan global. Dalam aksi militer yang disebut-sebut sebagai salah satu operasi terbesar AS di Timur Tengah sejak Trump kembali menjabat pada Januari, sedikitnya 24 orang tewas, sementara jumlah korban diperkirakan masih akan terus bertambah.
Trump tidak hanya menargetkan Houthi tetapi juga mengeluarkan peringatan keras terhadap Iran, negara yang selama ini dikenal sebagai pendukung utama kelompok tersebut. Dalam sebuah pernyataan yang menggema di platform Truth Social, Trump menulis dengan nada penuh ancaman:
"Kepada semua teroris Houthi, WAKTU KALIAN SUDAH HABIS, DAN SERANGAN KALIAN HARUS DIHENTIKAN, MULAI HARI INI. JIKA TIDAK, NERAKA AKAN MENGHANCURKAN KALIAN DENGAN CARA YANG BELUM PERNAH KALIAN LIHAT SEBELUMNYA!"
Sikap Trump yang agresif menandai eskalasi baru dalam konflik yang telah lama berkecamuk di kawasan tersebut. Pejabat militer AS bahkan memperkirakan bahwa operasi ini dapat berlangsung selama berminggu-minggu, dengan lebih banyak serangan udara yang mungkin akan diluncurkan dalam waktu dekat.
Dampak Serangan: Korban Warga Sipil
Di balik klaim keberhasilan AS dalam menghantam infrastruktur militer Houthi, serangan ini juga membawa dampak tragis bagi warga sipil. Kementerian Kesehatan Yaman yang dikelola Houthi melaporkan bahwa sedikitnya 13 warga sipil tewas dan sembilan lainnya luka-luka akibat serangan di ibu kota Sanaa.
Sementara itu, laporan dari TV Al-Masirah—media yang berafiliasi dengan Houthi—menyebutkan bahwa 11 orang lainnya, termasuk empat anak-anak dan seorang wanita, turut menjadi korban dalam serangan udara di provinsi utara Saada.
Seorang warga Sanaa, Abdullah Yahia, yang menyaksikan langsung serangan itu, menggambarkan kedahsyatan ledakan yang terjadi:
"Ledakan itu dahsyat, mengguncang lingkungan seperti gempa bumi. Wanita dan anak-anak kami ketakutan. Saya belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya."
Tidak hanya itu, serangan AS juga menyebabkan pemadaman listrik di kota Dahyan, setelah sebuah pembangkit listrik di sana dihantam rudal. Dahyan sendiri dikenal sebagai salah satu basis utama kelompok Houthi dan lokasi pertemuan penting pemimpin mereka, Abdul Malik al-Houthi.
Biro politik Houthi mengecam keras serangan ini, menyebutnya sebagai "kejahatan perang" dan bersumpah akan memberikan balasan.
"Angkatan bersenjata Yaman kami sepenuhnya siap untuk menanggapi eskalasi dengan eskalasi," tegas pernyataan resmi kelompok tersebut.
Houthi dan Ancaman bagi Perdagangan Global
Kelompok Houthi telah menjadi ancaman besar bagi jalur perdagangan internasional sejak mereka mulai melancarkan serangan terhadap kapal-kapal dagang di Laut Merah pada November 2023. Mereka mengklaim tindakan tersebut sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina dalam konflik Israel-Hamas di Gaza.
Seorang juru bicara Pentagon mengungkapkan bahwa sejak 2023, Houthi telah:
- Menyerang kapal perang AS sebanyak 174 kali
- Menyerang kapal dagang sebanyak 145 kali
- Menenggelamkan dua kapal dan menyita satu kapal lainnya
- Menewaskan setidaknya empat pelaut
Situasi ini memaksa perusahaan pelayaran global untuk menghindari rute Laut Merah dan mencari jalur alternatif yang lebih panjang dan mahal melalui perairan sekitar Afrika Selatan.
Sebelumnya, pemerintahan Joe Biden telah berupaya membatasi aksi Houthi melalui operasi militer yang lebih terkendali. Namun, pendekatan ini dianggap kurang efektif. Kini, di bawah Trump, kebijakan AS berbalik menjadi lebih agresif.
AS Kerahkan Kekuatan Militer Penuh
Serangan pada Sabtu melibatkan armada tempur AS, termasuk pesawat dari kapal induk Harry S. Truman yang beroperasi di Laut Merah.
Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth menegaskan bahwa serangan ini merupakan bagian dari upaya lebih besar untuk mengeliminasi ancaman Houthi dan memberikan peringatan keras kepada Iran.
"Serangan Houthi terhadap kapal & pesawat Amerika (dan pasukan kita!) tidak akan ditoleransi; dan Iran, dermawan mereka, diberi tahu," tulisnya di media sosial X.
Iran Bereaksi Keras
Sebagai pendukung utama Houthi, Iran segera mengecam keras serangan AS. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi, menuduh Washington bertindak di luar kewenangannya dan menuntut agar AS mengakhiri dukungan terhadap Israel.
"Amerika tidak memiliki wewenang atau hak untuk mendikte kebijakan luar negeri Iran. Akhiri dukungan terhadap genosida dan terorisme Israel. Hentikan pembunuhan terhadap warga Yaman," tulis Araqchi di akun X resminya.
Ketegangan ini semakin meningkat setelah surat dari Trump kepada Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang berisi ajakan untuk bernegosiasi terkait program nuklir Iran, ditolak mentah-mentah oleh Teheran.
"Tidak ada perundingan dengan Amerika Serikat," tegas Khamenei dalam pidatonya pada Rabu.
Menuju Konflik yang Lebih Luas?
Dengan operasi militer AS yang baru saja dimulai dan Houthi yang bersumpah akan membalas, kawasan Timur Tengah kembali berada di ambang ketidakstabilan besar.
Apakah serangan ini akan berhasil menghentikan Houthi? Atau justru memperparah situasi dan menarik Iran lebih jauh ke dalam konflik?
Yang jelas, dunia kini menatap dengan waspada, menunggu babak selanjutnya dari krisis yang semakin panas ini.
(Mond/Okz)
#DonaldTrump #Internasional #Yaman #Houthi