Breaking News

Viral Sweeping Warung Saat Ramadan, Ormas Islam Minta Maaf Usai Menuai Kecaman

Sekelompok massa Aliansi Umat Islam (AUI) Garut merazia warung yang tetap berjualan siang hari. Sontak kedatangan itu mengagetkan para pengunjung yang tengah menikmati sajian siang itu.

D'On, Garut, Jawa Barat
– Sebuah video viral yang memperlihatkan aksi sweeping sekelompok orang dari organisasi masyarakat (ormas) Islam di Garut, Jawa Barat, memicu gelombang reaksi keras dari masyarakat. Dalam video berdurasi 56 detik itu, terlihat sekelompok massa yang belakangan diketahui berasal dari Aliansi Umat Islam (AUI) Garut, membubarkan pengunjung sebuah warung kopi yang tetap beroperasi di siang hari saat Ramadan.

Tindakan ini sontak mengundang kecaman, tidak hanya dari masyarakat tetapi juga dari Pemerintah Daerah (Pemda) Garut. Bupati Garut, Abdusy Syakur Amin, dengan tegas menyatakan bahwa tindakan main hakim sendiri seperti itu tidak dapat dibenarkan.

"Sebagai warga negara yang hidup dalam bingkai keberagaman, kita harus saling menghormati. Penegakan aturan bukanlah hak perorangan atau kelompok tertentu, melainkan merupakan kewenangan pemerintah," ujarnya dalam pernyataan resmi.

Syakur juga mengungkapkan bahwa sebelum Ramadan 1446 H/2025, Pemda Garut telah mengeluarkan Maklumat Kepatuhan Masyarakat, sebuah aturan yang dirumuskan bersama berbagai organisasi Islam di wilayah tersebut. Aturan ini dibuat dengan tujuan menciptakan keseimbangan antara penghormatan terhadap bulan suci dan hak-hak individu yang mungkin tidak menjalankan ibadah puasa karena berbagai alasan.

"Mereka (ormas) juga ikut menyusun maklumat ini. Setiap tahun kami selalu mengevaluasi agar tidak terjadi kesalahpahaman seperti ini," imbuhnya.

Namun, aksi sweeping yang dilakukan secara sepihak oleh AUI justru bertolak belakang dengan semangat kebersamaan yang diusung maklumat tersebut.

Detik-Detik Sweeping yang Memicu Kontroversi

Dalam video amatir yang beredar luas di media sosial, terlihat sekelompok orang dari AUI mendatangi sebuah warung kopi yang tetap melayani pelanggan di siang hari. Kehadiran mereka langsung mengejutkan para pengunjung yang sedang menikmati sajian mereka.

Seorang pengunjung yang sempat ditanyai oleh salah satu anggota ormas mengaku tidak berpuasa karena tidak sempat sahur. Namun, jawaban itu tidak menyurutkan kelompok tersebut untuk terus menegur dan bahkan membubarkan mereka dengan cara yang cukup agresif.

Tindakan mereka semakin memicu kontroversi saat beberapa anggota ormas terlihat menumpahkan minuman dari gelas ke atas meja. Bahkan, beberapa orang di antara mereka tampak memukul meja yang tengah digunakan para pengunjung, menciptakan suasana ketakutan di dalam warung.

Dalam rekaman tersebut, beberapa perempuan berhijab juga terlihat mengikuti aksi sweeping tersebut, mendukung tindakan rekan-rekan mereka.

Aksi ini segera menjadi bahan perbincangan panas di dunia maya. Banyak yang mengkritik cara kelompok ini menegakkan aturan, yang dinilai lebih menyerupai intimidasi ketimbang upaya dakwah yang seharusnya dilakukan dengan cara yang lebih persuasif dan penuh hikmah.

Permintaan Maaf dari AUI

Setelah gelombang kritik semakin besar, Koordinator AUI Garut, Ceng Aam, akhirnya angkat bicara. Ia menyampaikan permohonan maaf secara terbuka atas tindakan kelompoknya yang telah membuat resah masyarakat.

"Kami memohon maaf jika aksi kami menimbulkan ketidaknyamanan dan kontroversi di masyarakat. Tujuan kami sebenarnya adalah mengingatkan, bukan untuk menciptakan ketakutan," ujarnya.

Meski telah meminta maaf, insiden ini tetap meninggalkan catatan penting bagi pemerintah dan masyarakat.

Menjaga Toleransi di Bulan Suci

Menanggapi kejadian ini, Bupati Syakur mengimbau agar masyarakat lebih memahami makna toleransi dalam menjalankan ibadah di bulan suci Ramadan.

"Bagi mereka yang tidak berpuasa karena alasan tertentu, sebaiknya tetap menghormati mereka yang menjalankan ibadah. Begitu juga sebaliknya, kita tidak bisa serta-merta memaksa orang lain mengikuti keyakinan kita dengan cara-cara yang tidak tepat," tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa pengawasan terhadap kepatuhan masyarakat selama Ramadan harus dilakukan oleh aparat yang memiliki kewenangan, bukan oleh kelompok-kelompok tertentu yang bertindak atas inisiatif sendiri.

Sebagai langkah lanjutan, Pemda Garut berencana untuk lebih masif dalam menyosialisasikan aturan-aturan selama Ramadan, guna mencegah terulangnya insiden serupa di masa mendatang.

Kesimpulan:
Aksi sweeping ormas di Garut ini menjadi cerminan penting bahwa dalam kehidupan beragama, kesadaran akan toleransi dan penghormatan terhadap sesama harus tetap dijunjung tinggi. Ketegasan aturan memang diperlukan, tetapi pelaksanaannya harus dilakukan dengan pendekatan yang bijaksana, bukan dengan cara-cara yang justru menimbulkan keresahan di masyarakat.