Breaking News

7 Produk Bersertifikat Halal Ternyata Mengandung Unsur Babi: Alarm Serius bagi Konsumen Muslim dan Dunia Usaha

Haedar Nashir, Sabtu (19/4/2025). Foto: Youtube/ TV Universitas Muhammadiyah Jakarta

D'On, Jakarta
– Sebuah temuan mengejutkan sekaligus meresahkan kembali mengguncang kepercayaan publik terhadap produk makanan bersertifikat halal di Indonesia. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan hasil investigasi yang menunjukkan bahwa tujuh produk makanan olahan yang telah bersertifikat dan berlabel halal ternyata mengandung unsur babi (porcine).

Temuan ini menimbulkan gelombang keprihatinan di tengah masyarakat, terutama umat Muslim sebagai konsumen mayoritas di Indonesia. Lebih dari sekadar pelanggaran administratif, insiden ini mencuatkan kembali pertanyaan besar: Seberapa aman dan akurat sistem sertifikasi halal yang berlaku saat ini?

Uji Laboratorium: Fakta Ilmiah Tak Bisa Disangkal

Dalam keterangan resminya, BPJPH dan BPOM menjelaskan bahwa pengujian laboratorium dilakukan terhadap 11 batch dari 9 produk makanan. Dari pengujian tersebut, 9 batch dinyatakan positif mengandung DNA dan/atau peptida spesifik porcine unsur yang berasal dari babi dan jelas-jelas diharamkan dalam Islam.

Yang lebih mencengangkan, seluruh 9 batch tersebut berasal dari 7 produk yang telah memiliki sertifikat halal resmi. Fakta ini mencederai kepercayaan publik terhadap proses sertifikasi dan label halal yang selama ini dianggap sebagai jaminan mutlak.

Daftar 7 Produk Bermasalah

Berikut ini adalah tujuh produk makanan olahan berlabel halal yang terbukti mengandung unsur babi:

  1. Corniche Fluffy Jelly Marshmallow (varian rasa leci, jeruk, stroberi, anggur)
  2. Corniche Apple Teddy Marshmallow
  3. ChompChomp Car Mallow (bentuk mobil)
  4. ChompChomp Flower Mallow (bentuk bunga)
  5. ChompChomp Mini Marshmallow (bentuk tabung)
  6. Hakiki Gelatin (bahan pembentuk gel)
  7. Larbee-TYL Marshmallow isi selai vanila

Produk-produk ini sebelumnya beredar luas di pasaran dan dikonsumsi masyarakat tanpa kecurigaan karena telah mengantongi label halal resmi. Kini, BPJPH telah menarik seluruh produk tersebut dari peredaran.

Reaksi Muhammadiyah: Seruan Moral untuk Dunia Usaha

Menanggapi temuan ini, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyuarakan kekecewaan dan mengimbau semua pelaku usaha agar mengedepankan transparansi dan kejujuran dalam proses produksi.

“Jangan sampai kita terus-menerus disuguhkan oleh kasus-kasus seperti ini,” ujar Haedar dalam pernyataannya.

Ia menekankan pentingnya membangun ekosistem masyarakat yang religius, terutama dalam konteks Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. “Untuk apa kita berbisnis dengan menyelundupkan unsur haram secara sembunyi-sembunyi? Itu bisa berakibat fatal bagi kehidupan banyak orang,” tegasnya.

Tantangan Sertifikasi: Tidak Boleh Sekadar Formalitas

Haedar juga menyoroti peran strategis BPOM dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam mengawal proses sertifikasi halal, agar tidak hanya menjadi formalitas administratif. Ia menyerukan agar seluruh pihak yang terlibat dalam proses jaminan produk halal mulai dari BPJPH, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), hingga Komite Fatwa Produk Halal bekerja lebih ketat dan transparan.

“Proses sertifikasi halal harus dikawal secara substansial, bukan hanya simbolik,” ujarnya.

Membangun Kepercayaan Kembali

Kasus ini memperlihatkan adanya celah serius dalam pengawasan dan sertifikasi produk halal di Indonesia. Selain menimbulkan kerugian moral dan kepercayaan publik, kasus ini juga bisa berdampak secara ekonomi bagi pelaku usaha, terutama produsen makanan yang bersandar pada reputasi kehalalan produknya.

Langkah BPJPH untuk segera menarik produk-produk yang terbukti mengandung unsur babi adalah langkah cepat yang patut diapresiasi. Namun, ke depan, tantangannya adalah bagaimana membangun sistem yang lebih akuntabel, transparan, dan terintegrasi, sehingga label halal benar-benar bisa dipegang teguh sebagai jaminan kepercayaan dan kepatuhan syariah.

Insiden ini menjadi pengingat keras bahwa label halal bukan sekadar stempel di kemasan ia adalah bentuk tanggung jawab spiritual, sosial, dan legal. Bagi para pelaku usaha, ini adalah momen refleksi: kejujuran dan integritas adalah fondasi utama dalam membangun usaha yang berkelanjutan dan diberkahi.

Sementara bagi otoritas dan lembaga sertifikasi, saatnya menyusun ulang sistem dengan lebih ketat dan tidak kompromistis. Sebab kepercayaan publik yang telah retak tidak mudah dibangun kembali.

(Mond)

#ProdukMengandungBabi #BPOM #MUI