Breaking News

Aipda AD Dipecat Tak Hormat Usai Perkosa Ibu Mertua: Luka Ganda di Keluarga, Citra Polisi Kembali Tercoreng

Ilustrasi pemerkosaan. (Istimewa)

D'On, Kendari
– Sebuah tragedi kelam mengguncang institusi Kepolisian di Sulawesi Tenggara. Seorang anggota Polres Buton Utara, Aipda AD, resmi diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) usai diduga melakukan pemerkosaan terhadap ibu mertuanya sendiri. Peristiwa memalukan itu terjadi di rumah korban pada 16 Januari 2025, dan sejak saat itu, kasus ini menyedot perhatian publik karena menyangkut pelanggaran etik dan moral dari seorang aparat penegak hukum.

Kapolres Buton Utara, AKBP Totok Budi, dalam pernyataan resminya menegaskan bahwa sidang kode etik telah dilaksanakan, dan hasilnya memutuskan Aipda AD dipecat dari keanggotaan Polri. “Sidang kode etik telah dilaksanakan dan diputuskan PTDH. Seluruh tahapan administratif telah dijalani di Polres Buton Utara,” ujar Totok, dikutip dari Antara, Minggu (20/4/2025).

Dosa Ganda: Menodai Rumah Tangga dan Seragam Kepolisian

Kasus ini bukan hanya soal pelanggaran etik atau hukum, melainkan juga tragedi kemanusiaan. Ibu mertua — seseorang yang seharusnya dihormati dan dilindungi oleh seorang menantu — justru menjadi korban dari kejahatan paling keji. Lebih tragis lagi, pelakunya adalah seorang polisi aktif, yang selama ini seharusnya menjadi contoh penegakan hukum.

Tak terima dengan keputusan pemecatan, Aipda AD mengajukan banding ke Polda Sultra. Ia sempat menyatakan yakin bahwa dirinya akan terbebas dari sanksi tersebut. Klaim ini lantas memicu keresahan di kalangan masyarakat, terutama setelah keluarga korban menyebut adanya upaya untuk menggiring opini bahwa AD akan lolos dari pemecatan.

Kekhawatiran Publik dan Dugaan Intervensi

Isu dugaan intervensi terhadap proses hukum pun mencuat, menyulut api ketidakpercayaan di tengah publik yang menginginkan keadilan. Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Banyak warga mulai mempertanyakan apakah proses banding akan berjalan transparan, atau justru akan berakhir seperti banyak kasus sebelumnya senyap tanpa kepastian.

Menanggapi keresahan tersebut, Kapolres Totok Budi menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen mengawal proses banding Aipda AD secara objektif dan sesuai prosedur. “Memang benar yang bersangkutan mengajukan banding. Namun, perkembangan lanjutnya belum kami terima. Kami akan telusuri,” ujarnya.

Polri Didesak Bersikap Tegas: "Tak Ada Toleransi untuk Pelanggar"

Totok menegaskan bahwa institusinya tidak akan mentoleransi pelanggaran apa pun yang dilakukan oleh anggota Polri, terlebih lagi pelanggaran yang mencoreng marwah dan nama baik lembaga. Ia menambahkan, kasus Aipda AD menjadi pengingat keras bagi seluruh personel untuk menjaga integritas dan menjunjung tinggi nilai-nilai disiplin.

“Saya selalu menekankan kepada anggota agar menjunjung tinggi integritas dan disiplin. Polisi harus menjadi contoh dalam penegakan hukum yang bersih dan transparan, bahkan ketika pelanggaran dilakukan dari dalam tubuh kami sendiri,” tegas Totok.

Lebih dari Sekadar Pemecatan: Seruan untuk Reformasi Internal

Kasus ini mempertegas perlunya reformasi berkelanjutan dalam tubuh Polri, terutama dalam aspek pengawasan dan akuntabilitas. Pemecatan Aipda AD memang menjadi langkah awal yang penting, tetapi publik berharap ada proses hukum pidana yang menyusul, demi memberikan rasa keadilan bagi korban dan keluarganya.

Kini, sorotan tertuju pada Polda Sultra dan institusi Polri secara keseluruhan. Mampukah mereka menunjukkan keberanian untuk menegakkan hukum secara adil, tanpa pandang bulu, meskipun pelaku adalah salah satu dari mereka?

Karena bagi masyarakat, keadilan bukan hanya tentang hukuman, tapi juga tentang keberanian institusi untuk tidak membiarkan seragam menjadi tameng dari kejahatan.

(Mond)

#PolisiPerkosaIbuMertua #Perkosaan #Polri