Breaking News

Bau Busuk di Balik Gedung Wakil Rakyat: Polda Metro Usut Dugaan Pelecehan Seksual oleh Pegawai Honorer di DPRD DKI

Ilustrasi pelecehan seksual. (Pixabay/Anemone123)

D'On, Jakarta
-
 Di balik tembok tebal Gedung DPRD DKI Jakarta yang menjulang megah, terselip kisah kelam yang mengguncang citra institusi wakil rakyat. Seorang pegawai honorer penyedia jasa lainnya perorangan (PJLP) yang bertugas di Komisi A Fraksi PKS dilaporkan telah melakukan pelecehan seksual terhadap rekan kerjanya, seorang wanita berinisial N (29).

Laporan itu bukan sekadar tudingan ringan. Korban, dengan keberanian yang patut diapresiasi, melaporkan kejadian tersebut ke Polda Metro Jaya pada Rabu, 16 April 2025, usai diduga mengalami rentetan pelecehan yang berlangsung sejak Februari hingga Maret 2025. Laporan ini terdaftar secara resmi dengan nomor STTLP/B/2499/IV/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA.

"Benar, ada laporan masuk terkait pegawai honorer DPRD itu," ujar Kasubdit Penmas Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak saat dikonfirmasi, Rabu (23/4/2025).

Meski belum merinci secara gamblang jumlah saksi yang telah dimintai keterangan, Reonald memastikan bahwa proses penyelidikan tengah berjalan intens. "Kami masih dalam tahap pengumpulan keterangan dan bukti. Masih penyelidikan," tambahnya.

Menurut informasi yang dihimpun, kasus ini terjadi di lingkungan kerja yang seharusnya menjadi tempat profesional dan aman bagi seluruh pegawai. Namun, justru menjadi ruang predatorisme yang menghantui korban setiap kali ia melangkah masuk ke gedung wakil rakyat itu.

Kisah Korban: Tekanan Psikologis dan Ketakutan di Tengah Lingkungan Kerja

Sumber internal menyebutkan bahwa korban N mengalami tekanan psikologis luar biasa. Ia memilih untuk bertahan selama berminggu-minggu karena takut reputasinya rusak, atau bahkan kehilangan pekerjaannya. Namun, dorongan untuk menghentikan pola pelecehan itu akhirnya mengalahkan rasa takutnya.

"Dia dilecehkan secara verbal dan fisik lebih dari satu kali," ungkap sumber yang enggan disebutkan namanya. "Dan yang membuatnya lebih miris, pelecehan itu terjadi di lingkungan yang seharusnya memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat."

Kritik Terhadap Sistem Rekrutmen dan Pengawasan

Kasus ini memantik sorotan tajam terhadap sistem rekrutmen dan pengawasan terhadap pegawai PJLP yang bekerja di instansi pemerintah. Banyak pihak menilai bahwa lemahnya pengawasan terhadap tenaga non-ASN kerap membuat pelaku merasa leluasa bertindak di luar batas etika dan hukum.

Transparansi dan Komitmen Polisi Diuji

Polda Metro Jaya menjanjikan transparansi dan pembaruan informasi secara berkala kepada publik. Namun publik juga menanti: akankah penyidikan ini berjalan tuntas tanpa intervensi politik atau birokrasi?

Di tengah sorotan masyarakat terhadap etika pejabat publik dan para pendukungnya, kasus ini menjadi cermin yang memaksa instansi pemerintah, khususnya DPRD Jakarta, untuk meninjau ulang sistem pengawasan internal mereka. Apakah gedung megah di Kebon Sirih itu akan menjadi simbol perlindungan bagi rakyat, atau justru jadi tempat subur bagi tindakan predatorik yang diam-diam dilindungi?

Jika terbukti bersalah, pelaku bisa dijerat dengan pasal-pasal berlapis dalam KUHP dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Namun lebih dari itu, kasus ini harus menjadi momen reflektif: sudah amankah ruang kerja pemerintahan bagi semua orang, terutama perempuan?

(Mond)

#PelecehanSeksual #DPRDDKIJakarta