Benang Kusut Terurai di Paripurna DPRD Padang: Menyikapi Video Vulgar Viral di Gurun Laweh, Menuju Revisi Perda dan Ketegasan Penegakan Etika Publik
D'On, Padang - Ruang Sidang Paripurna DPRD Kota Padang tampak lebih serius dari biasanya, Senin (21/4). Bukan soal anggaran atau proyek infrastruktur, namun perkara yang menohok nilai moral dan etika publik: sebuah video vulgar yang viral di media sosial, terjadi dalam acara hajatan warga di Gurun Laweh, Kecamatan Lubuk Begalung.
Rapat digelar atas instruksi langsung Ketua DPRD Kota Padang, Muharlion, sebagai bentuk respon cepat terhadap kegaduhan publik. Rapat ini dihadiri tokoh-tokoh penting Wakil Ketua DPRD Mastilizal Aye dan Osman Ayoub, Kepala Satpol PP, Camat se-Kota Padang, Ketua LKAAM Sumbar, Ketua OTS Sumbar, hingga tokoh masyarakat lainnya.
Mengurai Simpul Masalah, Membangun Komitmen Baru
Ketua Komisi I, Usmardi Thareb, membuka rapat dengan penekanan bahwa ini bukan sekadar rapat klarifikasi. “Kita ingin mengurai benang kusut yang sudah menimbulkan keresahan, dan mencarikan solusi konkret agar kejadian memalukan seperti ini tak terulang,” tegasnya.
Sorotan utama dalam rapat mengarah pada keberadaan orgen tunggal, yang selama ini menjadi hiburan wajib di berbagai pesta pernikahan, namun di sisi lain, justru sering menjadi sumber masalah. Dalam Perda Nomor 1 Tahun 2025 yang menjadi acuan, ternyata tidak secara eksplisit mengatur soal orgen tunggal maupun praktik sawer-menyawer yang sering kali menampilkan tarian tidak senonoh.
“Pasal 15 hanya menyebutkan larangan penggunaan alat musik atau pengeras suara yang mengganggu ketertiban, namun tidak menyentuh substansi moral acara,” kata Usmardi.
Ia menekankan perlunya revisi Perda agar mengakomodasi kepentingan semua pihak, termasuk masyarakat adat, penegak hukum, pelaku usaha hiburan, dan tokoh agama.
Ketua DPRD: Jangan Biarkan Kota Ternoda
Muharlion, Ketua DPRD Kota Padang, menambahkan bahwa peristiwa ini bukan hanya soal hiburan. “Ini soal wajah Kota Padang. Jangan sampai kota yang kita cintai ini ternoda oleh perbuatan yang jauh dari nilai moral,” ujarnya.
Ia mengusulkan agar Perda segera direvisi dan dilakukan sosialisasi besar-besaran, khususnya kepada para pelaku penyedia hiburan pesta. Menurutnya, kesalahan bukan hanya pada artis atau pemilik orgen, namun juga pada minimnya pengawasan dan kesadaran kolektif.
Respons Lapangan: Koordinasi, Teguran, dan Janji Evaluasi
Camat Lubuk Begalung, Andi Amir, menjelaskan bahwa begitu video itu viral, ia langsung berkoordinasi dengan Kapolsek. Pihak-pihak yang terlibat seperti pemilik rumah dan pemilik orgen dipanggil. Namun, terjadi kontradiksi: pemilik pesta mengaku tidak memesan penyanyi saweran, sedangkan pihak orgen mengaku sebaliknya. “Ini menandakan masih adanya ruang abu-abu dalam tanggung jawab acara,” ujarnya.
Forum Tigo Sajarangan juga turut mengecam keras kejadian ini. Dalam forum tersebut disepakati bahwa ke depan, setiap pesta harus memiliki izin keramaian resmi, dan sebaiknya tidak lagi menggunakan hiburan orgen tunggal atau penyanyi saweran.
Catatan Moral: Antara Tradisi dan Etika
Seniman Minang, Edi “Cotok”, menyayangkan bahwa acara pesta rakyat yang seharusnya menjunjung adat, justru dijadikan panggung penampilan yang tidak pantas. “Ini bukan soal dilarang atau tidak. Tapi soal menjaga nilai. Di acara seperti ini, yang menonton bukan hanya orang dewasa, tapi juga anak-anak. Ada etika lokal yang harus dijaga,” ujarnya.
Ia juga menyoroti bahwa fenomena penyanyi saweran sudah sering terjadi, bahkan setelah adanya teguran. Menurutnya, jumlah penampil dalam video itu pun di luar kewajaran: “Biasanya dua orang, MC dan penyanyi. Tapi ini rombongan. Jelas-jelas bukan format orgen tunggal biasa.”
Kepala Satpol PP dan Kesbangpol: Perlunya Penguatan Aturan dan Penegakan
Kepala Satpol PP Kota Padang, Chandra Eka Putra, mengakui ada kendala di lapangan, seperti pemilik acara yang tidak kooperatif saat penertiban. Namun pihaknya tetap menjalin koordinasi dengan kepolisian, terutama dalam pengawasan terhadap kegiatan yang berpotensi melanggar Perda.
“Pasal 18 dan 22 Perda Nomor 1/2025 yang menyangkut perorangan dan kelompok perlu diperjelas dan disosialisasikan lebih masif,” ujarnya.
Senada, Agus Suherman dari Kesbangpol mengatakan kejadian serupa juga terjadi di wilayah lain. Ia mengusulkan dibuatnya surat perjanjian dan kesepakatan tertulis untuk setiap pesta, sebagai syarat perizinan.
Dorongan Tegas dari DPRD: Jangan Hanya Perda, Tapi Juga Sanksi
Wakil Ketua DPRD, Mastilizal Aye, memberi peringatan keras: “Kita harus berani menegakkan aturan. Kalau perlu ada sanksi tegas. Perda tanpa sanksi hanya jadi pajangan. Apalagi ini sudah menyangkut nama baik kota.”
Osman Ayoub menambahkan, koordinasi antar pihak harus diperkuat. Ia juga menyoroti aspek ekonomi, bahwa harga hiburan yang murah membuat penyelenggara pesta tergoda memakai jasa tanpa kontrol. “Pemilik orgen harus lebih selektif dan bersahabat, bukan asal ambil job,” katanya.
Fokus ke Solusi, Bukan Menyalahkan
Rapat ditutup dengan harapan besar: bukan untuk mencari kambing hitam, tapi membenahi sistem. Semua pihak sepakat bahwa evaluasi menyeluruh, penegakan aturan yang konsisten, dan revisi regulasi yang adaptif menjadi jalan ke depan.
“Bukan siapa salah, siapa benar. Tapi bagaimana ini tak terulang lagi. Semoga Perda 01/2025 bisa menjadi lebih relevan, adil, dan menjaga kehormatan Kota Padang ke depan,” pungkas Usmardi Thareb.
(Nv/Mond)
#Viral #Pornoaksi #OrgenTunggal #DPRDPadang