Breaking News

Bocah 7 Tahun Jadi Korban KDRT Akibat Uang Lebaran yang Hilang

Ilustrasi anak laki-laki korban kekerasan. Foto: Pixabay

D'On, Surabaya
 – Sebuah kejadian memilukan mengguncang warga Tanah Merah, Surabaya. Seorang bocah laki-laki berusia tujuh tahun, berinisial MAN, menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri. Kasus ini mengundang perhatian luas setelah viral di media sosial, memicu keprihatinan masyarakat dan respons cepat dari pemerintah setempat.

Kronologi Kejadian: Amarah yang Meledak di Malam Hari

Tragedi ini bermula pada Jumat malam (29/3), ketika Septi Nia Suryana, ibu korban, kehilangan sejumlah uang yang telah disiapkannya untuk kebutuhan Lebaran. Kejadian ini memicu amarah yang tak terkendali. Dalam kemarahannya, sang ibu melampiaskan kekesalan kepada anaknya dengan cara yang tak seharusnya dilakukan.

Dengan emosi yang memuncak, Septi menghukum putranya dengan pukulan menggunakan sapu dan botol air mineral. Tak berhenti di situ, bocah malang itu juga dipaksa keluar rumah di tengah malam, dibiarkan sendirian dalam ketakutan dan kebingungan. Akibat kekerasan tersebut, MAN mengalami luka memar di beberapa bagian tubuhnya. Insiden ini kemudian tersebar luas di media sosial, memantik reaksi keras dari masyarakat yang mengecam tindakan ibu tersebut.

Respons Cepat Pemkot Surabaya: Upaya Perlindungan dan Pemulihan

Menanggapi insiden ini, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya bergerak cepat. Tim dari dinas tersebut langsung turun ke lokasi untuk melakukan asesmen serta memberikan pendampingan kepada korban.

“Kami sangat prihatin dengan kejadian ini dan segera mengambil tindakan untuk memastikan bahwa korban mendapatkan perlindungan serta pemulihan psikologis yang diperlukan,” ujar Ida Widayati, perwakilan dari DP3APPKB, pada Senin malam (31/3).

Dalam beberapa hari terakhir, kondisi psikis MAN dikabarkan mulai membaik setelah mendapatkan pendampingan intensif. Bocah tersebut perlahan-lahan menunjukkan kembali kedekatan dengan ibunya dan bahkan menyatakan rasa sayangnya. Hal ini menjadi bukti bahwa anak-anak memiliki jiwa yang lembut dan cenderung tetap mengasihi orang tua mereka, meskipun mengalami pengalaman pahit.

Pendekatan Holistik: Lebih dari Sekadar Pendampingan Psikologis

Tak hanya fokus pada pemulihan psikologis anak, Pemkot Surabaya juga melakukan pendekatan menyeluruh untuk mencegah kejadian serupa terulang. Langkah-langkah konkret yang telah diambil antara lain:

  1. Pendampingan Psikologis – Korban mendapatkan sesi konseling dan terapi untuk mengurangi dampak trauma yang dialaminya.
  2. Psikoedukasi bagi Ibu Korban – Septi Nia Suryana diberikan pemahaman mengenai pola asuh yang lebih baik serta dampak buruk kekerasan terhadap anak. Pemeriksaan psikologis juga direkomendasikan untuk memahami lebih dalam kondisi kejiwaannya.
  3. Koordinasi dengan RT/RW Setempat – Pemantauan secara berkala dilakukan oleh lingkungan sekitar guna memastikan kondisi korban tetap aman.
  4. Pemberdayaan Ekonomi untuk Ibu Korban – Menyadari bahwa tekanan ekonomi kerap menjadi pemicu stres yang berujung pada tindakan kekerasan, Pemkot Surabaya menawarkan bantuan usaha agar ibu korban bisa mendapatkan penghasilan dari rumah. Selain itu, status BPJS korban juga dialihkan dari mandiri ke PBPU dan PB untuk meringankan beban biaya kesehatan.

“Faktor ekonomi sering kali menjadi akar permasalahan dalam kasus KDRT. Oleh karena itu, kami berupaya membantu ibu korban agar memiliki sumber penghasilan yang stabil, sehingga dapat mengasuh anaknya dengan lebih baik,” jelas Ida.

Refleksi dan Imbauan bagi Masyarakat

Kasus ini menjadi pengingat bahwa kekerasan terhadap anak bisa terjadi di mana saja, bahkan di dalam rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi mereka. Oleh sebab itu, DP3APPKB mengimbau masyarakat untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitar dan segera melaporkan jika menemui indikasi kekerasan terhadap anak.

“Kami meminta masyarakat untuk tidak ragu dalam melaporkan kejadian serupa. Dengan kepedulian bersama, kita dapat mencegah lebih banyak anak menjadi korban kekerasan,” ujar Ida.

Selain itu, ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak sembarangan menyebarkan informasi yang belum terverifikasi di media sosial, karena dapat menimbulkan keresahan dan memperkeruh keadaan.

“Semoga dengan adanya langkah-langkah konkret ini, korban mendapatkan perlindungan dan pemulihan terbaik. Kami berharap kejadian serupa tidak lagi terjadi di masa mendatang,” pungkasnya.

Penutup: Harapan untuk Masa Depan yang Lebih Baik

Di balik tragedi ini, terselip harapan bahwa kasus MAN bisa menjadi titik balik bagi banyak keluarga dalam memahami pentingnya pengasuhan yang penuh kasih sayang dan bebas dari kekerasan. Dengan dukungan dari pemerintah dan masyarakat, diharapkan tidak ada lagi anak yang harus mengalami penderitaan akibat emosi yang tak terkendali.

Kasus ini juga menjadi alarm bagi semua pihak untuk lebih memperhatikan kesejahteraan anak-anak, baik dari segi fisik, emosional, maupun psikologis. Sebab, mereka adalah generasi penerus yang berhak tumbuh dalam lingkungan yang aman dan penuh kasih sayang.

(Mond)

#KekerasanTerhadapAnak #Kekerasan #Kriminal