Desakan dari Barisan Purnawirawan: Gibran Diminta Mundur, MPR Jadi Tumpuan
Surat Pernyataan Sikap dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI Minta Gibran Mundur
D'On, Jakarta - Sebuah gelombang suara keras menggema dari barisan yang pernah menjadi garda terdepan pertahanan negara. Forum Purnawirawan Prajurit TNI sebuah konsolidasi eksklusif dari para jenderal, laksamana, marsekal, dan kolonel yang telah purnatugas secara terbuka mengumumkan delapan poin pernyataan sikap yang mengejutkan publik nasional. Yang paling menggugah: mereka secara tegas mengusulkan penggantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka lewat jalur Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Deklarasi ini bukan pernyataan biasa. Ditandatangani oleh 332 purnawirawan tinggi, termasuk tokoh-tokoh besar seperti mantan Wakil Presiden ke-6 RI dan eks Panglima ABRI Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, pernyataan ini mencerminkan keresahan mendalam dalam tubuh veteran militer atas arah kebijakan negara.
Acara digelar dengan khidmat di Kelapa Gading, Jakarta Utara, dalam forum bertajuk Silaturahmi Purnawirawan Prajurit TNI dengan Tokoh Masyarakat. Suasana nasionalisme kental terasa bendera merah putih menjadi latar utama dokumen, di atasnya tertera tulisan besar yang penuh makna: "Kami Forum Purnawirawan Prajurit TNI Mendukung Presiden Prabowo Subianto Menyelamatkan NKRI."
Tak hanya menyinggung Gibran, forum ini juga menyoroti banyak aspek tata kelola negara yang mereka nilai menyimpang dari cita-cita reformasi dan semangat konstitusi.
Tokoh-Tokoh Besar di Balik Pernyataan
Nama-nama besar turut menandatangani dokumen ini. Di antaranya:
- Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, eks Menteri Agama (2019–2020) dan mantan Wakil Panglima TNI.
- Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, eks Kepala Staf Angkatan Darat (1999–2000).
- Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, eks Kepala Staf Angkatan Laut (2005–2007).
- Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, mantan Kepala Staf Angkatan Udara (1998–2002).
Pernyataan sikap ini seolah mengirim pesan bahwa kritik terhadap arah kepemimpinan bukan hanya datang dari rakyat sipil, melainkan juga dari kalangan yang pernah berada dalam jantung kekuasaan negara.
Isi Lengkap Tuntutan: Dari Konstitusi hingga Pekerja Asing
1. Kembali ke UUD 1945 asli
Mereka menuntut agar sistem ketatanegaraan Indonesia dikembalikan ke UUD 1945 versi asli, yang dianggap lebih menjamin kedaulatan rakyat dan keselarasan dalam pengelolaan negara.
2. Dukung Asta Cita, kecuali IKN
Meski mendukung sebagian besar program Kabinet Merah Putih yang dikenal sebagai Asta Cita, mereka secara tegas menolak kelanjutan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang dianggap tidak relevan dengan kondisi rakyat saat ini.
3. Hentikan PSN yang merugikan rakyat
Secara khusus, mereka meminta penghentian Proyek Strategis Nasional seperti PIK 2 dan Rempang, yang mereka nilai menindas masyarakat serta merusak lingkungan.
4. Stop tenaga kerja asing Cina
Desakan agar pemerintah menghentikan masuknya tenaga kerja asing, khususnya dari Cina, menjadi sorotan penting. Mereka menilai dominasi TKA Cina merusak tatanan ketenagakerjaan nasional.
5. Penertiban pertambangan
Tuntutan agar pemerintah menertibkan pengelolaan tambang disuarakan sebagai langkah mengembalikan kedaulatan atas sumber daya alam kepada rakyat sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945.
6. Reshuffle kabinet & bersihkan pengaruh Jokowi
Mereka menuntut perombakan kabinet, terutama kepada menteri-menteri yang diduga terlibat korupsi atau masih terkait dengan kepentingan mantan Presiden Joko Widodo.
7. Kembalikan Polri ke Kemendagri
Sebuah wacana lama kembali digaungkan: menempatkan institusi Polri di bawah naungan Kementerian Dalam Negeri demi mengembalikan fungsinya sebagai penjaga kamtibmas, bukan kekuasaan politik.
8. Minta MPR ganti Gibran
Tuntutan paling menggemparkan: MPR diminta mengganti Wapres Gibran, dengan dasar bahwa putusan Mahkamah Konstitusi yang meloloskan Gibran ke Pilpres melanggar hukum acara dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Mengapa Sekarang?
Waktu pernyataan ini muncul tak bisa dipisahkan dari dinamika pascapilpres yang memicu polarisasi luas di masyarakat. Gibran, yang menjadi cawapres termuda dan terpilih dalam sejarah RI, kerap jadi simbol dari isu dinasti politik, konflik kepentingan, dan pelanggaran etika konstitusi.
Keterlibatan purnawirawan yang sebelumnya banyak memilih untuk diam menunjukkan bahwa ada potensi krisis legitimasi yang lebih dalam dari sekadar gesekan politik biasa. Ini bukan lagi sekadar kritik, tapi alarm keras dari para mantan penjaga republik.
Apakah suara para purnawirawan ini akan menjadi tekanan politik nyata atau hanya akan menguap di tengah riuhnya manuver kekuasaan? Yang jelas, dinamika ini membuka babak baru dalam diskusi tentang legitimasi, konstitusi, dan arah masa depan bangsa.
(*)
#Nasional #Politik #PurnawirawanTNI