Breaking News

Dewan Pers Tegas: Wartawan Tak Boleh Rangkap Jabatan di LSM atau Ormas, Demi Jurnalisme yang Bersih dan Profesional


D'On, Jakarta
– 
Dewan Pers kembali mengibarkan bendera peringatan keras kepada para pelaku media. Kali ini, lembaga penjaga marwah pers Indonesia itu secara resmi melarang wartawan merangkap jabatan atau keanggotaan dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun organisasi kemasyarakatan (Ormas). Seruan ini bukan tanpa sebab muncul dari keprihatinan mendalam atas praktik-praktik tak etis yang kian menjamur di lapangan.

Larangan ini dituangkan dalam Seruan Dewan Pers Nomor: 02/S-DP/XI/2023, sebagai respon atas meningkatnya aduan masyarakat terhadap oknum wartawan yang juga aktif di LSM dan Ormas tertentu. Masalahnya bukan hanya soal peran ganda, tapi bagaimana kedudukan ganda tersebut seringkali digunakan untuk kepentingan pribadi, hingga menodai nilai-nilai dasar jurnalistik: independensi, objektivitas, dan akurasi.

Wajah Ganda: Wartawan atau Aktivis?

Dalam berbagai pengaduan yang diterima Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers, ditemukan pola yang meresahkan. Sejumlah individu datang ke lapangan, mengklaim diri sebagai wartawan atau bahkan pemimpin redaksi media. Namun pada saat bersamaan, mereka juga memperkenalkan diri sebagai pengurus atau aktivis dari sebuah LSM atau Ormas.

Celakanya, dalam praktik pemberitaan, mereka sering mencantumkan pernyataan pribadi sebagai narasumber dengan dua label sekaligus—wartawan dan aktivis. Ini bukan hanya membingungkan publik, tetapi juga menciptakan bias informasi yang menciderai semangat jurnalisme profesional.

"Tak jarang mereka mengumpulkan informasi tanpa mengungkap identitasnya sebagai jurnalis terlebih dahulu, melainkan sebagai anggota Ormas. Baru kemudian informasi itu muncul di media mereka," ujar Dewan Pers dalam seruannya.

Pilar Hukum dan Etika: Bukan Sekadar Formalitas

Dewan Pers mengingatkan bahwa jurnalisme bukan sekadar pekerjaan—ia adalah profesi yang ditopang oleh landasan hukum dan kode etik yang kokoh. Pasal 1 ayat 4 Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers secara eksplisit menyebut: "Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik."

Lebih jauh, Kode Etik Jurnalistik (KEJ) pun menegaskan bahwa wartawan harus bersikap independen dan menempuh cara-cara profesional, termasuk memperkenalkan identitas kepada narasumber. Independensi di sini berarti terbebas dari intervensi pihak mana pun—termasuk tekanan dari organisasi tempat ia berafiliasi di luar media.

"Seorang wartawan profesional seharusnya fokus pada tugas jurnalistiknya. Tanggung jawab itu menyita waktu, energi, dan integritas penuh," ujar Dewan Pers dalam dokumen resmi.

Media Bayangan: Nama yang Menyesatkan

Isu lain yang menjadi sorotan Dewan Pers adalah maraknya media abal-abal yang menggunakan nama menyerupai institusi negara atau LSM terkenal untuk mendapatkan legitimasi palsu. Contohnya, media dengan nama seperti Suratkabar KPK, Suratkabar BUSER, atau Suratkabar BIN, padahal tidak memiliki kaitan resmi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, satuan kepolisian, atau Badan Intelijen Negara.

Praktik ini dinilai sebagai bentuk penipuan publik, sekaligus mencoreng nama baik lembaga yang namanya diserempet oleh media tidak bertanggung jawab tersebut. "Itu adalah bentuk pengelabuan yang tidak bisa ditoleransi," tegas Dewan Pers.

Uji Kompetensi Wartawan: Saringan Profesionalisme

Sebagai bentuk penguatan kualitas, Dewan Pers mewajibkan wartawan mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW), yang diklasifikasikan dalam tiga tingkatan: Muda, Madya, dan Utama. Wartawan yang lolos UKW akan terdaftar resmi di Dewan Pers, sekaligus menjadi bukti bahwa ia memiliki integritas, pengetahuan, dan keterampilan yang layak sebagai jurnalis.

Wartawan juga diimbau untuk menjadi bagian dari organisasi profesi pers yang telah menjadi konstituen resmi Dewan Pers, seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), atau Pewarta Foto Indonesia (PFI).

Seruan dari Depok: Jaga Marwah Profesi

Menanggapi seruan Dewan Pers tersebut, Ketua PWI Kota Depok, Rusdy Nurdiansyah, turut angkat bicara. Ia menyerukan agar para jurnalis, khususnya anggota PWI di Depok, menjadikan peringatan ini sebagai bahan renungan dan koreksi diri.

"Sebagai wartawan profesional, tentu seruan Dewan Pers harus menjadi perhatian serius," kata Rusdy dalam siaran persnya pada Selasa, 29 April 2025. Ia juga mengingatkan bahwa menjaga martabat profesi wartawan adalah tanggung jawab bersama, tak hanya oleh organisasi pers, tetapi juga instansi pemerintah, perusahaan swasta, serta TNI dan Polri.

“Wartawan harus bekerja dengan etika, menjaga integritas, dan menjunjung tinggi kepercayaan publik. Marwah wartawan bukanlah milik pribadi, melainkan amanah publik yang harus dijaga bersama,” pungkasnya.

Catatan Akhir: Seruan Dewan Pers ini bukan sekadar larangan, melainkan panggilan moral bagi seluruh pelaku media agar kembali ke rel profesionalisme. Di tengah kabut informasi dan maraknya media bayangan, integritas seorang wartawan adalah lentera yang tak boleh padam.

(*)

#DewanPers #LSM #Ormas #Wartawan