Breaking News

Dibayang-bayangi Janji dan Ketidakpastian, Pedagang Pasar Raya Fase VII Mengadu ke Ombudsman

Ombudsman RI dan Pemko Padang Sidak ke Pasarraya Fase VII Padang, Kamis (24/4/2025)

D'On, Padang
– Di balik gegap gempita rampungnya pembangunan Fase VII Pasar Raya Padang, tersimpan kisah getir dari para pedagang yang merasa dianaktirikan di tempat mereka pernah menggantungkan hidup. Kamis (24/4), Ombudsman Republik Indonesia (RI) Perwakilan Sumatera Barat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke kawasan tersebut. Tujuannya bukan sekadar meninjau, tetapi merespons jeritan para pedagang yang merasa ditinggalkan setelah lama bersabar menunggu janji ditepati.

Adel Wahidi, Kepala Ombudsman Sumbar, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima setidaknya tiga laporan resmi dari pedagang yang merasa hak mereka atas lapak diabaikan. Mereka bukan pendatang baru. Mereka adalah para pejuang ekonomi kecil yang dulu menempati area Fase VII sebelum digusur sementara ke Lapangan Imam Bonjol karena proyek pembangunan.

“Setelah pembangunan selesai, mereka berharap bisa kembali berjualan di tempat semula. Namun, harapan itu pupus ketika mereka tidak masuk dalam daftar prioritas,” ujar Adel dengan nada serius.

Namun, bukan hanya masalah pengalokasian lapak yang dikeluhkan. Di balik gemerlap gedung baru Fase VII, masih terjadi praktik-praktik lama yang mencederai keadilan: perdagangan liar masih marak di area parkir depan pasar. Padahal, Peraturan Wali Kota (Perwako) Nomor 438 tentang zonasi pedagang yang menjadi payung hukum sebelumnya sudah dicabut.

“Perwako memang sudah dicabut, tetapi ternyata masih ada PKL yang bebas berjualan di luar. Ini menandakan bahwa penertiban dari Dinas Perdagangan masih lemah. Kami bahkan masih menemukan beberapa pedagang buah yang berjualan seenaknya di area terlarang,” papar Adel sambil menekankan pentingnya tindakan tegas dari aparat terkait.

Lebih jauh, temuan Ombudsman membuka satu masalah yang lebih krusial sistem pelotingan lapak yang kacau dan rawan manipulasi. Beberapa pedagang mengaku sudah mengantongi nomor loting resmi, tapi ketika tiba di lokasi, tempat yang seharusnya milik mereka telah diduduki orang lain.

“Dari delapan pedagang yang mengadu, tiga sudah mendapatkan lapak, sementara lima lainnya sudah dilooting tapi lapaknya diserobot orang lain. Ini menunjukkan bahwa data yang digunakan tidak valid. Dinas Perdagangan seharusnya mengambil alih langsung pendataan, bukan menyerahkannya ke ketua-ketua pedagang yang tidak memiliki kewenangan formal,” tegas Adel.

Kondisi ini, kata dia, bukan hanya soal distribusi tempat, tapi soal integritas birokrasi dan rasa keadilan masyarakat kecil yang terancam. Ia mengingatkan bahwa pasar adalah ruang yang dinamis, dan tanpa pengawasan ketat, chaos akan mudah muncul kembali.

“Pasar itu hidup, dan pemerintah harus hadir di sana setiap hari. Kalau tidak diawasi, jangan heran kalau PKL liar akan bermunculan lagi, menempati tempat yang bukan hak mereka. Ini bukan sekadar penertiban fisik, tapi soal mengembalikan kepercayaan publik pada sistem,” tandasnya.

Menanggapi sorotan tajam dari Ombudsman, Kepala Dinas Perdagangan Kota Padang, Syahendri Barkah, tak menampik adanya kegaduhan yang tengah terjadi. Ia mengakui menerima kedatangan Ombudsman dan menyampaikan bahwa delapan pedagang yang hadir sudah difasilitasi oleh pihaknya.

“Ombudsman sudah sering turun tangan dalam masalah ini. Mereka minta agar kami terus membuka ruang dialog dan menyelesaikan keluhan masyarakat pasar secara terbuka dan adil,” ujar Syahendri.

Namun pertanyaannya kini: akankah suara para pedagang kecil benar-benar didengar, ataukah mereka akan terus menjadi korban sistem yang semestinya melindungi mereka?

(Mond)

#Ombudsman #PasarrayaFaseVII #Padang #Pedagang