Dokter PPDS RSHS Nyaris Bunuh Diri Usai Terbongkar Lakukan Aksi Bejat
Priguna Anugerah Pratama dokter PPDS di RSHS Bandung tersangka pemerkosaan anak perempuan pasien, dihadirkan saat konferensi pers di Polda Jawa Barat, Rabu (9/4/2025).
D'On, Bandung – Sebuah kisah tragis dan memilukan mencuat dari balik megahnya gedung Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Seorang dokter muda yang seharusnya menjadi penjaga harapan dan penyembuh luka, justru mencoreng kehormatan profesinya dengan aksi keji yang tak terbayangkan. Priguna Anugerah Pratama, pria 31 tahun yang kala itu tercatat sebagai dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran, kini menjadi tersangka dalam kasus pemerkosaan terhadap anak perempuan pasiennya sendiri.
Aksi tak berperikemanusiaan itu akhirnya terkuak, dan dunia Priguna pun runtuh seketika. Di tengah tekanan dan rasa malu yang membanjiri, ia sempat mencoba mengakhiri hidupnya dengan menyayat nadinya sendiri. Namun, takdir berkata lain nyawanya masih tertahan dan hukum kini tengah menantinya.
Percobaan Bunuh Diri di Tengah Kepungan Skandal
Kombes Pol Surawan, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, mengungkapkan bahwa Priguna sempat melakukan percobaan bunuh diri sesaat setelah perbuatannya terbongkar.
“Jadi pelaku setelah ketahuan itu sempat berusaha membunuh diri juga. Memotong urat-urat nadi,” ujar Surawan kepada awak media saat konferensi pers di Mapolda Jabar, Rabu (9/4).
Percobaan bunuh diri itu membuat Priguna harus mendapatkan perawatan medis sebelum akhirnya ditangkap oleh pihak berwajib. Penangkapan dilakukan di apartemennya pada 23 Maret 2025 — lokasi yang kini menjadi saksi bisu akhir kebebasan seorang dokter muda yang kehilangan kendali atas moral dan nurani.
Modus Licik: Dalih Pemeriksaan untuk Operasi Ayah
Kejahatan seksual yang dilakukan Priguna terjadi pada Selasa dini hari, 18 Maret 2025. Korbannya adalah seorang perempuan berusia 21 tahun yang saat itu tengah berada di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSHS untuk mendampingi sang ayah yang akan menjalani operasi. Dalam situasi penuh ketegangan dan kekhawatiran terhadap kondisi ayahnya, korban justru menjadi sasaran kebiadaban.
Dengan berdalih ingin melakukan pemeriksaan darah sebagai persiapan operasi, Priguna membawa korban ke lantai 7 Gedung MCHC salah satu gedung baru di kompleks RSHS. Ia bahkan meminta korban untuk tidak ditemani oleh adiknya, menciptakan ruang kejahatan yang sunyi dari saksi mata.
“(Tersangka) meminta korban untuk tidak ditemani oleh adiknya,” ungkap Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan.
Setibanya di lokasi, korban diminta berganti pakaian operasi padahal ia bukan pasien. Saat itulah Priguna mulai melancarkan aksinya yang sudah ia rencanakan. Ia menyuntikkan zat bius ke tubuh korban, membuatnya tak berdaya dan tak sadarkan diri.
“Tersangka memasukkan jarum ke tangan kurang lebih 15 kali, lalu menghubungkannya ke infus berisi cairan bening. Beberapa menit kemudian, korban merasa pusing dan akhirnya kehilangan kesadaran,” jelas Hendra.
Korban Sadar dalam Rasa Sakit dan Ketakutan
Korban baru sadar sekitar pukul 04.00 WIB. Dengan tubuh masih lemas dan pikiran yang kacau, ia kembali ke IGD, mendampingi ayahnya yang tengah menjalani perawatan. Namun, saat hendak ke kamar mandi, ia merasakan nyeri luar biasa di bagian vitalnya. Rasa sakit itu memunculkan kecurigaan dan trauma yang sulit dilukiskan.
Korban pun menceritakan semua yang ia alami sebelum kehilangan kesadaran kepada sang ibu. Perasaan seorang ibu tak bisa dibohongi dari cerita sang anak dan kondisi fisik yang dialami, ia merasa ada sesuatu yang janggal dan mengerikan.
Keluarga korban segera melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwajib. Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh, melibatkan 11 orang saksi termasuk korban, ibunya, dan sejumlah tenaga medis di RSHS. Kepolisian juga tengah menggandeng ahli untuk memperkuat penyidikan yang kini tengah berjalan intensif.
Kejatuhan Seorang Dokter dan Tangis Keadilan
Tak butuh waktu lama, polisi berhasil mengamankan Priguna di apartemennya lima hari kemudian. Sosok yang sebelumnya dihormati di lingkungan rumah sakit itu kini berubah menjadi simbol pengkhianatan terhadap sumpah profesi.
Kasus ini membuka luka dalam dunia medis, memicu kemarahan publik, dan menyisakan trauma mendalam bagi korban serta keluarganya. Di sisi lain, peristiwa ini menjadi peringatan keras bahwa kepercayaan masyarakat terhadap institusi kesehatan tak boleh dikhianati oleh siapa pun bahkan oleh mereka yang paling dipercaya.
Kini, publik menantikan jalannya proses hukum dengan satu harapan: keadilan ditegakkan setegas-tegasnya, dan tak ada lagi korban lain yang harus merasakan kengerian serupa di tempat yang seharusnya menjadi ruang aman untuk sembuh.
(Ning)
#Perkosaan #Kriminal #RSHS #DokterPerkosaKeluargaPasien