Breaking News

Drama Hukum Penggugat Ijazah Jokowi: Dari Tuduhan Pemalsuan hingga Dugaan Konspirasi

Zaenal Mustofa (tengah) bagian dari tim pengacara Tolak Ijazah Palsu Usaha Gakpunya Malu (TIPU UGM) yang mengguggat keabsahan ijazah UGM milik Presiden RI ke 7 Joko Widodo. Foto: Dok. Istimewa

D'On, Solo
– 
Kasus ijazah Presiden Joko Widodo kembali memantik drama hukum yang lebih besar. Salah satu tokoh sentral di balik gugatan itu, Zaenal Mustofa, kini justru berbalik menjadi tersangka atas tuduhan pemalsuan dokumen. Namun, di balik jeratan hukum ini, Zaenal menyuarakan keyakinan kuat: ia bukan korban hukum semata, melainkan target dari sebuah konspirasi yang telah lama mengintainya.

“Ini jelas bukan perkara biasa,” tegas Zaenal dalam pernyataan kepada media, Rabu (23/4).
Ia menyebut penetapan status tersangka terhadap dirinya tidak bisa dilepaskan dari posisinya sebagai anggota tim hukum yang menggugat keabsahan ijazah milik mantan Presiden RI, Joko Widodo, di Pengadilan Negeri Solo pekan lalu. “Ada upaya sistematis untuk membungkam saya,” lanjutnya dengan suara bergetar.

Tuduhan Pemalsuan: Dari Transkrip hingga NIM

Tuduhan terhadap Zaenal bermula dari laporan Asri Purwanti, seorang advokat yang juga dikenal publik sebagai rekan lamanya dalam profesi. Dalam laporan ke Polres Sukoharjo, Asri menuding Zaenal menggunakan identitas akademik milik orang lain — mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) berinisial AW — untuk melanjutkan studi di Fakultas Hukum Universitas Surakarta (UNSA).

Menurut laporan itu, Zaenal diduga mengadopsi Nomor Induk Mahasiswa (NIM) dan transkrip nilai milik AW dalam proses pindah kuliah. Namun, tudingan ini dibantah keras oleh Zaenal. “Saya punya bukti autentik bahwa dokumen saya asli. Saya masuk UNSA tahun 2008. Yang dipersoalkan kok muncul baru tahun 2009? Ini sangat janggal,” ujarnya.

Zaenal menambahkan bahwa dalam sistem perpindahan kampus, dirinya memiliki dokumen transfer resmi yang menunjukkan legalitas proses tersebut. “Kalau saya sudah jadi mahasiswa di UNSA sejak 2008, lalu muncul tuduhan 2009, ini kan tidak masuk akal. Laporan itu mengada-ada.”

Ia pun menyebut bahwa kasus yang dituduhkan sudah kedaluwarsa secara hukum, merujuk pada Pasal 78 dan 79 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Lebih jauh, ia mempertanyakan kapasitas hukum Asri dalam melaporkannya. “Secara hukum, dia tidak punya legal standing untuk melaporkan ini,” tegasnya.

Konflik Lama yang Membara Sejak 2016

Perseteruan Zaenal dan Asri ternyata bukan perkara baru. Keduanya telah bersitegang sejak hampir satu dekade lalu. “Saya dan dia sudah berseteru sejak 2016. Ini bukan soal hukum semata, ini soal konflik lama yang belum selesai,” ungkap Zaenal.

Ia menyebut telah dilaporkan dalam tujuh kasus berbeda, tiga di antaranya di Polresta Surakarta dan empat lainnya di Polres Sukoharjo. Kasus-kasus tersebut antara lain mengacu pada Pasal 170 KUHP tentang penganiayaan. Zaenal menduga rangkaian pelaporan ini adalah bagian dari upaya sistematis untuk menjatuhkan reputasinya.

“Saya merasa benar-benar dikriminalisasi. Ada pola yang berulang. Setelah saya melawan, saya dilaporkan lagi. Ini bukan kebetulan,” ujarnya.

Langkah Hukum Balasan: Lapor ke Propam

Tak tinggal diam, Zaenal pun membawa perkara ini ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Jawa Tengah. Ia meminta pengawasan terhadap proses hukum yang berjalan di Polres Sukoharjo agar tidak digunakan sebagai alat balas dendam personal.

“Saya sudah melapor ke Propam. Intinya, saya minta perlindungan hukum agar kasus ini ditindaklanjuti secara adil,” kata pria kelahiran Jepara, 28 Maret 1970 itu.

Zaenal dijadwalkan untuk diperiksa sebagai tersangka pada tanggal 28 April 2025 di Polres Sukoharjo. Namun, bagi dirinya, ini bukan sekadar proses hukum, melainkan pertarungan panjang atas nama integritas dan keadilan.

“Saya siap menghadapi semuanya. Tapi saya tidak akan diam jika ini adalah bentuk kriminalisasi terhadap pembela kebenaran,” pungkasnya.

(Mond)

#Hukum #IjazahJokowi