Breaking News

Dugaan Skandal Seksual Eks Rektor Universitas Pancasila: Dua Korban Baru Laporkan ETH ke Bareskrim

Dugaan Pelecehan Seksual Eks Rektor Universitas Pancasila, 2 Korban Lapor ke Bareskrim

D'On, Jakarta
Sebuah babak baru dalam dugaan kasus pelecehan seksual yang mengguncang dunia pendidikan tinggi di Indonesia kembali mencuat. Kali ini, dua korban perempuan kembali angkat suara dan secara resmi melaporkan mantan Rektor Universitas Pancasila, ETH, ke Bareskrim Mabes Polri. Mereka adalah AIR dan AM, dua nama yang kini menjadi simbol keberanian dalam menghadapi kekuasaan yang diduga disalahgunakan.

Pada Jumat, 25 April 2025, keduanya mendatangi Bareskrim dengan didampingi kuasa hukum mereka, Yansen Ohoiray. Dalam keterangan pers di hadapan awak media, Yansen mengungkapkan bahwa laporan ini menandai langkah lanjutan dari proses panjang yang telah mereka tempuh dalam mencari keadilan.

Kisah AIR: Pelecehan Fisik yang Membekas

AIR mengungkapkan kejadian traumatis yang dialaminya pada tahun 2019, ketika masih menjadi bagian dari lingkungan kampus. Insiden tersebut terjadi di sebuah tempat di kawasan Jakarta Selatan—sebuah lokasi yang hingga kini masih dirahasiakan demi menjaga privasi korban.

Menurut Yansen, saat itu ETH secara tiba-tiba memaksa AIR untuk melakukan tindakan yang sangat tidak pantas. “Korban AIR mendapatkan perlakuan pelecehan fisik. Ada unsur pemaksaan dari ETH untuk memegang alat kelaminnya,” ungkap Yansen dengan nada serius.

Peristiwa itu, yang disebut-sebut terjadi dalam konteks relasi kuasa yang timpang, meninggalkan luka batin mendalam bagi AIR. Meski telah berlangsung beberapa tahun lalu, trauma yang membekas akhirnya mendorongnya untuk memberanikan diri berbicara dan mencari keadilan.

Kesaksian AM: Verbal Abuse di Tengah Mediasi

Korban kedua, AM, mengalami pelecehan dalam bentuk berbeda. Insiden itu terjadi lebih baru, tepatnya pada tahun 2024, saat sedang menjalani sesi mediasi dengan ETH dan timnya di sebuah pusat perbelanjaan ternama, Pondok Indah Mall 2 (PIM 2), sekitar pukul 13.00 WIB.

Alih-alih menjadi forum penyelesaian, pertemuan tersebut justru berubah menjadi ajang kekerasan verbal. “Korban AM mengalami pelecehan secara verbal. Kata-kata yang diucapkan ETH bersifat merendahkan, tidak etis, dan menimbulkan tekanan psikologis,” ujar Yansen. Meski tidak melibatkan sentuhan fisik, pelecehan verbal tersebut memiliki dampak emosional yang tak kalah berat.

Lebih dari Sekadar Dugaan: Empat Korban Kini Melapor

Dengan bertambahnya dua laporan terbaru ini, jumlah korban yang secara resmi melaporkan ETH ke pihak kepolisian kini telah mencapai empat orang. Sebelumnya, dua korban lain telah lebih dahulu mengajukan laporan, dan nama ETH pun kian tenggelam dalam pusaran kontroversi yang membayangi reputasinya sebagai tokoh akademik.

Yansen menyebut, berdasarkan informasi yang dikumpulkan oleh tim hukumnya, total terdapat sembilan orang yang mengaku menjadi korban pelecehan seksual oleh ETH. Namun, hingga saat ini baru empat di antaranya yang berani membawa kasus ini ke ranah hukum. “Dari sembilan korban yang telah kami identifikasi, kini sudah empat yang resmi melapor. Ini menunjukkan bahwa korban mulai berani bicara,” ujar Yansen.

Melawan Diam dan Kuasa

Kasus ini menjadi sorotan bukan hanya karena posisi ETH sebagai mantan rektor, tetapi juga karena menggambarkan bagaimana kekuasaan dapat disalahgunakan dalam institusi yang seharusnya menjadi tempat aman bagi civitas akademika.

Langkah yang diambil para korban, dengan segala risiko sosial dan psikologis yang menyertainya, menjadi penanda penting dalam perjuangan melawan budaya diam dan ketidakadilan. Upaya hukum yang kini bergulir juga diharapkan dapat membuka mata banyak pihak bahwa kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, bahkan di lingkungan akademik yang tampak ‘terhormat’.

Saat ini, publik menantikan langkah dari kepolisian, khususnya Bareskrim Mabes Polri, dalam menindaklanjuti laporan ini secara transparan dan adil. Apakah kasus ini akan menjadi titik balik dalam penegakan hukum terhadap kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, atau justru menjadi bagian dari catatan panjang impunitas, waktu yang akan menjawabnya.

(Mond)

#PelecehanSeksual #UniversitasIndonesia