Foto Kontroversial dengan Hercules: Danjen Kopassus Minta Maaf, Janji Evaluasi Internal
Danjen Kopassus Mayjen Djon Afriandi saat dijumpai di Mako Kopassus, Cijantung, Jakarta, Sabtu (26/4/2025). Foto: Thomas Bosco
D'On, Jakarta – Sabtu pagi yang seharusnya penuh kebahagiaan di Markas Komando Pasukan Khusus (Mako Kopassus), Cijantung, Jakarta Timur, berubah menjadi momen refleksi bagi jajaran elite TNI AD. Di tengah semaraknya peringatan HUT ke-73 Kopassus yang mengangkat tema “Hari Gembira, 4.000 Anak Yatim dan Putra-Putri Prajurit Kopassus”, sebuah isu serius mencuat ke permukaan. Sebuah foto viral memperlihatkan sejumlah anggota Kopassus berseragam lengkap berpose bersama tokoh kontroversial, Rosario de Marshall alias Hercules. Reaksi publik pun tak terbendung.
Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus, Mayjen TNI Djon Afriandi, langsung merespons cepat. Di hadapan awak media, dengan nada tenang namun tegas, Djon menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada masyarakat luas, terutama kepada keluarga besar TNI dan para pencinta korps baret merah.
“Saya, secara pribadi dan sebagai Danjen Kopassus, menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh atasan, senior, rekan-rekan prajurit Kopassus, dan tentu kepada masyarakat luas yang menaruh harapan dan cinta kepada satuan ini,” ujar Djon, Sabtu (26/4).
Foto yang menjadi sorotan itu memperlihatkan Hercules yang kini dikenal sebagai Ketua Umum Ormas Gerakan Rakyat Indonesia Baru (GRIB) tengah dikelilingi oleh sejumlah anggota Kopassus. Mereka semua tampak tersenyum. Hercules, yang mengenakan batik, bahkan berpose dengan gaya tangan mengepal khas "Komando", simbol identitas satuan elite tersebut. Namun yang menjadi masalah bukanlah sekadar posenya, melainkan konteks dan simbolisme dari pertemuan itu.
Djon menjelaskan bahwa peristiwa itu terjadi dalam sebuah acara internal Kopassus, yang bersifat pribadi. Dalam kegiatan tersebut, ada pejabat tertentu yang memiliki hubungan emosional dan kekeluargaan dengan Hercules, dan secara pribadi mengundangnya.
“Ini sifatnya tidak terduga. Setelah kami selidiki, memang ada sisi manusiawinya. Namun, beberapa anggota tampaknya kurang mampu memikirkan dampak dari tindakan mereka. Dalam kondisi berseragam lengkap, mereka berfoto bersama seseorang yang di mata sebagian masyarakat memiliki rekam jejak kontroversial. Di sinilah persoalannya,” jelas Djon.
Bagi masyarakat umum, dan terlebih bagi keluarga besar TNI, simbol seragam militer bukan sekadar pakaian. Ia adalah lambang kehormatan, kedisiplinan, dan komitmen terhadap nilai-nilai perjuangan. Karena itu, ketika simbol tersebut terlihat berdampingan dalam momen santai dengan tokoh yang pernah dikaitkan dengan dunia premanisme dan kontroversi politik, rasa kecewa pun tak terelakkan.
“Kami memahami bahwa ada sebagian masyarakat yang tidak dapat menerima ini. Bahkan dari internal korps baret merah sendiri, ada kekecewaan yang disampaikan. Untuk itu, kami akan segera mengambil langkah-langkah pembinaan dan introspeksi,” tambah Djon.
Ia mengakui bahwa pihaknya mungkin kurang maksimal dalam menyampaikan arahan terkait perkembangan situasi sosial dan sensitivitas simbol. Ke depan, Kopassus berkomitmen memperkuat pembinaan terhadap prajurit, terutama dalam berinteraksi dengan tokoh-tokoh di luar institusi militer.
“Kami akan lebih intens memberikan wawasan dan edukasi kepada anggota. Ini jadi pengingat bagi kami sebagai pimpinan untuk tidak lengah dalam memberikan arahan, agar tidak terjadi lagi hal-hal serupa di masa depan,” tegasnya.
Insiden ini menjadi pelajaran penting di era digital, di mana momen sekilas bisa menjelma menjadi opini publik yang luas dan mempengaruhi citra institusi. Terlepas dari niat personal yang mungkin tak bermaksud buruk, kesadaran akan simbol, waktu, dan tempat adalah hal krusial bagi prajurit, terlebih dari satuan elite seperti Kopassus.
(Mond)
#Kopassus #TNI #Kontroversi #GRIBJaya #Hercules