Hati-Hati, Marah Berlebihan Bisa Ganggu Kesehatan Jantung dan Mental
Ilustrasi
Dirgantaraonline - Marah itu manusiawi, tapi jika terlalu sering dan tak terkendali, bisa menjadi racun yang menggerogoti tubuh dan pikiran.
Setiap orang pasti pernah marah. Itu bagian alami dari emosi manusia. Tapi, tahukah Anda bahwa amarah yang meledak-ledak atau dipendam terlalu lama bisa membawa dampak serius bagi kesehatan, terutama kesehatan jantung dan mental? Banyak yang tak menyadari bahwa ledakan emosi ini bisa seperti bom waktu diam-diam merusak dari dalam.
Amarah dan Jantung: Kombinasi Berbahaya
Ketika seseorang marah, tubuh bereaksi seolah sedang menghadapi ancaman. Sistem saraf simpatik aktif, melepaskan hormon stres seperti adrenalin dan kortisol. Detak jantung meningkat, tekanan darah melonjak, dan pembuluh darah menyempit. Ini disebut respons "fight or flight" (lawan atau lari).
Masalahnya? Jika ini terjadi sesekali, tubuh bisa pulih. Namun jika marah menjadi kebiasaan, efeknya bisa fatal.
Risiko Serangan Jantung dan Stroke
Penelitian yang diterbitkan dalam European Heart Journal mengungkapkan bahwa risiko serangan jantung meningkat hampir lima kali lipat dalam dua jam setelah seseorang mengalami ledakan amarah. Risiko stroke juga meningkat tiga kali lipat. Kenapa? Karena tekanan darah melonjak dan pembuluh darah bisa mengalami kerusakan atau pecah.
Dalam jangka panjang, kemarahan kronis dapat mempercepat aterosklerosis penumpukan plak di pembuluh darah yang mempersempit aliran darah ke jantung. Ini adalah jalan pintas menuju penyakit jantung koroner.
Dampak Psikologis: Amarah yang Mengikis Jiwa
Marah yang tidak dikelola juga bisa menjadi beban psikologis yang berat. Orang yang sering marah cenderung mengalami:
- Kecemasan berlebih
- Depresi
- Rasa bersalah dan penyesalan
- Kesulitan tidur
- Gangguan hubungan sosial
Kemarahan yang tidak tersalurkan secara sehat bisa membuat seseorang terjebak dalam siklus stres yang tidak pernah berakhir. Semakin sering marah, semakin tinggi tingkat stres. Semakin stres, semakin mudah marah. Ini seperti lingkaran setan yang menggerus stabilitas mental dan emosional.
Marah yang Dipendam Juga Berbahaya
Tak hanya ledakan amarah yang berbahaya. Memendam amarah terlalu lama juga bisa menyebabkan kerusakan psikologis yang sama parahnya. Banyak orang memilih diam karena takut konflik. Namun, emosi yang ditekan bisa muncul dalam bentuk lain: kecemasan, sakit kepala, gangguan pencernaan, bahkan gangguan autoimun.
Tubuh menyimpan stres dan amarah dalam bentuk ketegangan otot, perubahan hormon, dan penurunan sistem kekebalan. Jadi, bukan soal apakah marah itu salah, tapi bagaimana kita menyikapinya.
Belajar Mengelola Amarah: Bukan Memendam, Tapi Menyalurkan
Mengelola kemarahan bukan berarti menolak atau menekan emosi, melainkan memahami dan menyalurkannya dengan cara yang sehat. Berikut beberapa cara yang disarankan oleh para ahli:
-
Latihan Pernapasan dan Relaksasi: Saat mulai merasa marah, tarik napas dalam-dalam dan hembuskan perlahan. Ini membantu menurunkan detak jantung dan tekanan darah.
-
Ekspresikan dengan Kata-Kata, Bukan Teriakan: Belajar mengungkapkan perasaan tanpa menyakiti orang lain sangat penting. Komunikasi asertif lebih baik daripada agresif.
-
Jeda Waktu: Ambil waktu sejenak untuk menenangkan diri sebelum bereaksi. Kadang, yang kita butuhkan hanyalah waktu 10 menit untuk berpikir jernih.
-
Olahraga: Aktivitas fisik seperti berjalan kaki, lari, atau yoga bisa menjadi pelampiasan yang sehat dan menurunkan kadar hormon stres.
-
Terapi Psikologis: Jika amarah sudah mengganggu kehidupan sehari-hari, jangan ragu menemui psikolog. Terapi perilaku kognitif (CBT) sangat efektif dalam mengelola emosi.
Marah Itu Wajar, Tapi Jangan Biarkan Menguasai
Kita tidak bisa menghindari kemarahan. Namun, kita bisa memilih bagaimana meresponsnya. Jangan biarkan amarah merusak tubuh dan jiwa secara perlahan. Belajarlah mengenali tanda-tanda sebelum meledak, dan siapkan strategi untuk mengendalikannya.
Karena pada akhirnya, bukan hanya hati yang tersakiti oleh amarah, tapi juga jantung dan pikiran kita sendiri.
(***)
#Marah #KesehatanMental #Gayahidup #Lifestyle