Breaking News

Ijazah Jokowi dan "Jebakan Batman": Strategi Diam Tim Hukum Melawan Isu Politik

Jokowi saat diwawancara di kediamannya di Solo, Jawa Tengah.

D'On, Jakarta
Dalam atmosfer politik yang semakin menghangat, isu lama kembali mencuat: keaslian ijazah Presiden Joko Widodo. Meski telah berkali-kali dibantah, narasi tentang dugaan ijazah palsu Jokowi kembali digoreng di ruang publik. Kali ini, tim kuasa hukum Presiden angkat bicara dengan nada tegas, namun tetap menjaga satu sikap penting mereka menolak mempublikasikan ijazah asli sang kepala negara.

Rivai Kusumanegara, salah satu pengacara utama Jokowi, berdiri tegap di hadapan awak media di kawasan Senayan, Jakarta Pusat. Dengan suara tenang namun penuh ketegasan, ia menyampaikan bahwa tim hukum telah melihat secara langsung ijazah asli Presiden yang diperoleh dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Tidak ada keraguan, tidak ada kebohongan. Namun, keputusan telah diambil: dokumen itu tidak akan diumbar ke publik.

“Sejak dua tahun lalu, kami sepakat. Kami tahu isu ini bukan tentang kebenaran, tapi tentang upaya memojokkan,” ujar Rivai, matanya menatap tajam ke depan.

Menurutnya, permintaan untuk menunjukkan ijazah bukanlah dorongan tulus demi klarifikasi. Ada motif tersembunyi yang kental—politik. Terlebih ketika pihak UGM sendiri sudah secara resmi menunjukkan salinan ijazah dan memberikan konfirmasi keasliannya, isu justru berkembang ke arah yang lebih absurd.

“Setelah salinan ditunjukkan, yang muncul bukan kepuasan publik, tapi malah tuduhan baru: dari jenis font sampai ke tampilan foto. Semua dicari-cari. Ini jebakan batman,” ucap Rivai, menyitir istilah populer yang menggambarkan situasi manipulatif.

Namun begitu, tim hukum membuka satu celah: apabila diminta secara resmi melalui proses hukum, ijazah asli itu akan ditunjukkan tanpa ragu. “Kalau perintah pengadilan datang, atau dalam proses hukum diperlukan, maka kami akan serahkan,” lanjutnya.

Sikap ini bukan tanpa dasar hukum. Yakup, rekan satu tim Rivai, menegaskan bahwa tuduhan terhadap Presiden Jokowi bukan hanya tidak berdasar, tapi juga menyesatkan opini publik.

“Ijazah beliau asli. Telah digunakan dalam semua proses pencalonan, dari wali kota, gubernur, hingga presiden dua periode. Tidak pernah ada masalah,” kata Yakup.

Ia mengingatkan publik akan prinsip hukum dasar: beban pembuktian ada pada pihak yang menuduh. “Yang menuduh, harus membuktikan. Bukan sebaliknya,” tegasnya.

Lebih lanjut, Yakup membeberkan bahwa tudingan serupa sudah dibawa ke ranah hukum sebanyak tiga kali dua di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, satu di PTUN Jakarta. Hasilnya? Semua gugatan ditolak. Tidak satu pun berhasil membuktikan adanya pemalsuan.

“Kami sudah lelah dengan narasi sesat ini. Tapi kami juga sabar. Namun jika ini terus bergulir, kami akan mengambil langkah hukum,” ucap Firmanto Laksana, kuasa hukum lainnya, yang menyatakan bahwa kesabaran tim ada batasnya.

Dalam pernyataan terakhirnya, Firmanto memberi peringatan keras kepada siapapun yang masih dengan sengaja menyebar hoaks dan membangun narasi negatif mengenai ijazah Presiden. Tim hukum, katanya, tengah mempertimbangkan langkah hukum konkret untuk memberikan efek jera.

Analisis dan Refleksi

Di balik sikap tertutup tim hukum terkait dokumen ijazah, tersirat strategi komunikasi yang cermat. Alih-alih terjebak dalam permainan wacana yang berulang, mereka memilih untuk tak terprovokasi. Ini bukan semata soal ijazah, tapi tentang integritas, kepercayaan publik, dan bagaimana melindungi presiden dari politisasi berlebihan.

Dalam iklim demokrasi yang sehat, kritik dan transparansi adalah fondasi penting. Namun, ketika sebuah isu yang telah berkali-kali dijawab masih terus diulang tanpa dasar yang jelas, patut dipertanyakan: apakah ini bentuk kritik, atau kampanye sistematis untuk merusak citra?

Dan mungkin benar kata Rivai ini bukan soal kebenaran, melainkan jebakan. Dan mereka memilih untuk tidak masuk ke dalamnya.

(Mond)

#IjazahPalsu #Jokowi #Hukum