Breaking News

Janji Mobil Nasional yang Tak Terpenuhi: Jokowi Digugat Rp 300 Juta oleh Warga Solo karena Esemka

Aufa Luqmana pembeli mobil Esemka dan Kuasa Hukumnya Arif Sahudi saat konferensi pers terkait gugatan untuk Jokowi. Foto: Dok. Istimewa

D'On, Surakarta
  - Harapan besar yang pernah disematkan pada mobil Esemka kini berubah menjadi tuntutan hukum. Seorang warga Solo, Aufa Luqmana, melayangkan gugatan wanprestasi kepada Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, dan Wakil Presiden ke-7, Ma’ruf Amin, terkait janji besar yang tak kunjung menjadi nyata: menjadikan Esemka sebagai mobil nasional.

Gugatan tersebut resmi diajukan ke Pengadilan Negeri Surakarta pada Selasa, 8 April 2025, dengan nomor perkara PN SKT-08042025051. Aufa menuntut ganti rugi senilai Rp 300 juta—nilai yang menurutnya setara dengan dua unit mobil pikap Esemka Bima yang dijanjikan akan diproduksi secara massal dan menjadi simbol kebangkitan industri otomotif nasional.

Esemka, Janji, dan Harapan yang Kandas

Cerita ini bermula lebih dari satu dekade lalu, ketika nama Esemka mulai menghiasi pemberitaan nasional. Kala itu, Joko Widodo yang masih menjabat sebagai Wali Kota Surakarta, memperkenalkan mobil Esemka sebagai produk karya anak bangsa. Dengan penuh semangat, ia menyuarakan impian besar: menjadikan Esemka sebagai mobil nasional, simbol kemandirian industri otomotif Indonesia.

Mimpi itu menggugah banyak pihak. Salah satunya adalah Aufa Luqmana, warga Ngoresan, Kelurahan Jebres, yang kala itu memupuk harapan untuk memiliki kendaraan usaha terjangkau dan berkualitas. Bersama dengan ribuan rakyat Indonesia lainnya, Aufa menaruh kepercayaannya pada janji Jokowi, apalagi setelah sang Presiden meresmikan pabrik perakitan Esemka di Boyolali pada 6 September 2019.

Namun, bertahun-tahun berselang, janji tinggal janji. Mobil Esemka tak kunjung hadir di pasaran secara konsisten dan masif. Produk yang digadang-gadang sebagai kebanggaan nasional itu justru menghilang dari radar publik. Aufa, yang telah menanti dan bersiap membangun usaha jasa angkut dengan armada Esemka, merasa dirugikan secara materi dan emosional.

Gugatan yang didaftarkan secara online di PN Surakarta dengan nomor pendaftaran PN SKT-08042025051 terait gugatan untuk Jokowi atas kasus mobil Esemka. Foto: PN Surakarta

Dari Aspirasi ke Gugatan Hukum

Melalui kuasa hukumnya, Arif Sahudi, Aufa menyatakan bahwa kegagalan Jokowi dan pemerintah dalam merealisasikan janji Esemka sebagai mobil nasional merupakan bentuk wanprestasi yang nyata.

“Kami menilai para tergugat telah melakukan wanprestasi yang menyebabkan kerugian setidaknya senilai dua unit mobil pikap Esemka, masing-masing seharga Rp 150 juta. Total kerugian mencapai Rp 300 juta,” jelas Arif dalam keterangan tertulis.

Dalam gugatan yang diajukan secara online, selain Jokowi dan Ma’ruf Amin, turut digugat pula PT Solo Manufaktur Kreasi, perusahaan yang berada di balik produksi mobil Esemka. Arif menegaskan, kliennya memiliki kedudukan hukum yang kuat dalam mengajukan gugatan tersebut karena kerugian yang diderita bersumber langsung dari harapan dan kepercayaan terhadap janji yang disampaikan para tergugat.

“Klien saya membeli harapan yang dibangun oleh pernyataan resmi Presiden Republik Indonesia. Harapan itu hancur karena tidak adanya realisasi yang nyata,” tambah Arif.

Mencari Keadilan dari Sebuah Janji

Kini, bola panas ada di tangan majelis hakim Pengadilan Negeri Surakarta. Gugatan Aufa bukan semata soal ganti rugi materi. Ini adalah simbol dari kekecewaan masyarakat yang pernah begitu percaya pada janji perubahan, namun merasa diabaikan setelah janji tersebut tak kunjung ditepati.

Arif berharap pengadilan mampu melihat perkara ini sebagai bentuk pertanggungjawaban moral dan hukum dari janji seorang pemimpin kepada rakyatnya.

“Kami meminta hakim menerima dan mengabulkan gugatan ini. Kami ingin pengadilan menyatakan bahwa kegagalan memproduksi Esemka secara massal merupakan bentuk wanprestasi terhadap rakyat yang pernah percaya,” tutupnya.

Perkara ini menjadi pengingat, bahwa dalam politik, janji bukan sekadar retorika. Ia bisa menjadi dasar gugatan ketika kepercayaan yang dibangun tak dibayar dengan bukti nyata.

(Ucil)

#Esemka #Jokowi #Hukum