Jejak Kelam Dokter M. Syafril: Dugaan KDRT dan Pelecehan Seksual yang Mengguncang Garut
Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
D'On, Garut – Nama dr. M. Syafril, seorang dokter spesialis kandungan di Garut, Jawa Barat, tengah menjadi sorotan tajam publik. Setelah viralnya sebuah video yang menampilkan dugaan pelecehan terhadap pasien, terkuak pula masa lalunya yang tak kalah mengejutkan: ia pernah dilaporkan melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap mantan istrinya. Dua kasus ini kini membentuk bayang-bayang gelap yang mencoreng reputasi sang dokter.
KDRT: Luka Lama yang Terkuak Kembali
Dalam dokumen putusan cerai yang dikeluarkan Pengadilan Agama Bandung, terungkap bahwa rumah tangga dr. Syafril dengan mantan istrinya, RA, diwarnai kekerasan. Gugatan cerai yang diajukan RA pada November 2024 menyebutkan secara jelas adanya tindakan kekerasan dalam rumah tangga yang dialami RA semasa masih berstatus istri.
Puncaknya, pada 19 September 2024, RA melaporkan suaminya ke Polrestabes Bandung. Bukti laporan pun tertuang dalam Surat Tanda Terima Laporan Polisi bernomor STTLP/B/B/965/IX/2024/SPKT/POLRESTABES BANDUNG/POLDA JAWA BARAT.
"Bahwa Tergugat telah melakukan kekerasan rumah tangga kepada Penggugat," tertulis dalam dokumen resmi tersebut.
Namun, proses hukum tak berjalan panjang. Laporan itu akhirnya dicabut oleh RA. Menurut Kasat Reskrim Polrestabes Bandung, AKBP Abdul Rachman, alasan pencabutan tersebut tidak dijelaskan secara rinci, namun diketahui saat itu RA masih berstatus istri sah dari dr. Syafril.
Yang membuat miris, selain kekerasan fisik, dalam putusan cerai juga dijelaskan bahwa dr. Syafril kerap melakukan kekerasan verbal. RA menyatakan bahwa dirinya hidup dalam ketakutan dan tekanan setiap hari. Bahkan, kekerasan tidak hanya dialamatkan kepada RA, tetapi juga kepada anak mereka.
Pada 9 Desember 2024, Pengadilan Agama Bandung resmi mengabulkan gugatan cerai tersebut. Namun, luka yang ditinggalkan tampaknya jauh dari kata sembuh.
Skandal Pelecehan Seksual: Video Viral yang Mengguncang
Tak berselang lama, publik kembali dikejutkan oleh sebuah video viral di media sosial. Dalam video tersebut, tampak seorang pria yang belakangan diketahui sebagai dr. Syafril sedang memeriksa seorang pasien perempuan. Pemeriksaan awal tampak biasa saja, di mana sang dokter menggunakan alat USG untuk memeriksa kandungan.
Namun, gerakan tangannya kemudian menimbulkan kecurigaan. Tangan kanan yang memegang alat USG terus bergerak naik ke atas perut pasien, melebihi area pemeriksaan normal. Sementara itu, tangan kirinya terlihat menyentuh bagian atas perut pasien, yang dalam video tampak terlalu dekat dengan area sensitif.
Video ini langsung menyebar luas, menimbulkan kemarahan publik dan tekanan kepada pihak kepolisian untuk bertindak cepat.
Penangkapan dan Penyelidikan
Menanggapi kegemparan tersebut, pihak kepolisian bertindak cepat. Pada Selasa, 15 April 2025, dr. M. Syafril berhasil diamankan di wilayah Garut. Hal ini dikonfirmasi oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Kombes Pol Surawan.
“Sudah diamankan di Garut,” ujarnya singkat, tanpa memberikan keterangan lebih lanjut mengenai proses penangkapan maupun hasil pemeriksaan awal.
Kini, dr. Syafril berada di Polres Garut untuk menjalani proses penyelidikan lebih lanjut. Pihak kepolisian juga membuka posko pengaduan khusus bagi pasien atau korban lain yang merasa pernah menjadi korban tindakan serupa dari dokter tersebut. Sampai saat ini, belum ada laporan resmi dari korban, namun pihak kepolisian masih menunggu dan mendorong siapa pun yang merasa dirugikan untuk melapor.
Respons Pihak Klinik: “Kami Dirugikan”
Klinik Karya Harsa, tempat dr. Syafril bekerja, juga angkat bicara. Wakil Direktur Klinik, Dewi Sri Fitriani, menyatakan pihaknya sangat menyesalkan peristiwa ini.
“Kami dirugikan, baik dari sisi reputasi maupun kepercayaan pasien,” ujar Dewi.
Ia menyebut pihak klinik akan melakukan evaluasi internal dan mendukung penuh proses hukum yang berjalan. Dewi juga menegaskan bahwa klinik tidak akan mentolerir tindakan yang mencoreng nilai-nilai profesionalisme dan etika kedokteran.
Pertaruhan Etika dan Kepercayaan Publik
Kasus dr. M. Syafril bukan hanya tentang pelanggaran hukum, tetapi juga soal krisis kepercayaan. Seorang dokter bukan hanya dituntut kompeten secara klinis, tetapi juga wajib menjunjung tinggi etika dan empati — dua hal yang justru dirusak secara brutal dalam dua kasus berbeda ini.
Kini publik menanti langkah tegas dari penegak hukum. Karena ketika tangan yang seharusnya menyembuhkan berubah menjadi alat penindas, keadilan tak boleh ragu menyentuh mereka.
(Mond)
#KDRT #PelecehanSeksual #USG #DokterKandunganLecehkanPasien