Breaking News

Los Sayur Pasar Raya Padang: Antara Janji Fasilitas dan Realitas yang Terbengkalai

Transaksi Jual Beli di Pasarraya Padang 

D'On, Padang
- Di jantung Kota Padang, tepatnya di Blok II Pasar Raya, berdiri sebuah bangunan yang pernah digadang-gadang sebagai solusi modern bagi para pedagang sayur. Bangunan los itu, dengan rancangan fungsional dan lokasi strategis, awalnya diharapkan menjadi pusat aktivitas jual beli yang tertata rapi dan nyaman. Namun kenyataan di lapangan berkata lain: bangunan itu kini tak lebih dari struktur kusam yang sunyi, kehilangan denyut nadi perdagangan yang dulu diimpikan.

Los yang Kosong, Lorong yang Ramai

Selasa (22/4), dirgantaraonline menyusuri kawasan tersebut. Lorong yang seharusnya steril yang diperuntukkan bagi pejalan kaki dan titik naik-turun angkutan umum justru berubah menjadi pasar jalanan dadakan. Pedagang berderet di sisi kiri dan kanan lorong, menggelar dagangan mereka mulai dari cabai merah menyala, kol segar, tomat ranum, hingga daun bawang yang baru dipetik. Pemandangan ini tak hanya mengubah wajah pasar, tetapi juga mengganggu mobilitas warga.

Fenomena menarik pun terlihat: transaksi drive-thru ala pasar rakyat. Pembeli tak perlu turun dari sepeda motor, cukup memperlambat laju kendaraan, menunjuk sayuran yang diinginkan, dan menyerahkan uang. Proses cepat, praktis, tapi meninggalkan dampak serius. Lorong menjadi sempit, akses kendaraan umum terhambat, dan pejalan kaki harus berebut ruang di antara gerobak dan kendaraan yang parkir sembarangan.

“Susah lewat sini. Saya sering hampir tersandung gerobak, apalagi kalau ramai. Kalau hujan, jalanan becek, tambah kacau. Tapi ya, tetap saja pedagang di luar, padahal losnya kosong,” ujar Elirawati, 48, pengunjung setia Pasar Raya dengan nada kecewa.

Bangunan Bernasib Malang

Ironis memang. Los sayur yang dibangun dengan harapan besar kini menyisakan kekecewaan. Cat dinding mengelupas, atap bocor tak terurus, kios-kios kosong menganga seperti tak pernah disentuh. Di dalamnya, bau lembap menyeruak, pencahayaan minim, dan ventilasi nyaris tak berfungsi. Alih-alih menjadi pusat jual beli yang nyaman, los ini lebih mirip gudang tua yang tak tersentuh pembangunan.

“Kami disuruh pindah ke dalam, tapi siapa yang mau beli kalau tempatnya gelap, pengap, dan terasa seperti ruang bawah tanah?” ungkap Murni, 43, pedagang sayur yang telah berjualan di pasar itu selama hampir dua dekade. “Di luar sini, pembeli langsung lihat dagangan kami. Ada interaksi cepat. Kami bisa jualan sambil menyapa pembeli yang lalu-lalang.”

Kondisi ini pun mengundang keprihatinan warga. Herman Roza, salah satu pelanggan setia pasar, menyuarakan harapannya agar pemerintah tak tinggal diam.

“Pasar ini denyut kehidupan masyarakat. Kalau dibiarkan semrawut, nanti bisa bahaya juga. Bukan hanya soal estetika, tapi keselamatan. Pejalan kaki bisa celaka, kendaraan umum terhambat. Ini bukan sekadar soal dagangan, ini soal keteraturan kota,” ujarnya.

Ketimpangan antara Kebijakan dan Realitas Lapangan

Apa yang terjadi di los sayur Pasar Raya bukan sekadar kisah bangunan terbengkalai. Ini potret ketimpangan antara kebijakan di atas kertas dan realitas di lapangan. Pemerintah telah menyediakan fasilitas, tetapi tanpa pendekatan yang komprehensif seperti pencahayaan yang memadai, sirkulasi udara yang baik, dan strategi penataan arus pembeli fasilitas tersebut gagal menjawab kebutuhan nyata para pedagang.

“Kalau kami semua dipaksa masuk ke dalam tanpa ada perbaikan, bisa-bisa dagangan kami tak laku. Kami juga ingin tertib, tapi tempatnya harus layak,” tutur Doni, 39, pedagang cabai dan bawang, sambil menunjukkan bagian los yang rusak dan lembap.

Perlu Solusi, Bukan Sekadar Teguran

Pasar adalah nadi ekonomi rakyat. Ketika para pedagang harus memilih antara aturan dan kelangsungan hidup, pilihan pragmatis tentu jadi jalan keluar. Namun jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan hanya estetika kota yang rusak, tapi juga sistem sosial ekonomi lokal yang rentan terguncang.

Diperlukan langkah nyata: revitalisasi bangunan los, penyuluhan pada pedagang, pengaturan arus pembeli, hingga kebijakan yang berpihak pada keberlangsungan aktivitas ekonomi tanpa mengorbankan keteraturan ruang publik.

Pasar bukan hanya soal jual beli, tetapi juga tentang pertemuan, interaksi, dan wajah kota itu sendiri. Dan saat wajah itu mulai kusam dan kacau, siapa yang akan turun tangan untuk merapikannya?

(Mond)

#PasarrayaPadang #Padang