"Maaf Saya Menyesal": Ajudan Kapolri Akhirnya Angkat Suara Soal Insiden Kekerasan terhadap Jurnalis di Semarang
Ipda E ajudan Kapolri ( nomor 2 dari kanan)
D'On, Semarang - Sorotan tajam publik akhirnya menggiring seorang ajudan Kapolri, Ipda E, untuk angkat bicara secara terbuka. Dalam sebuah pertemuan yang berlangsung penuh ketegangan namun juga kelegaan, ia menyampaikan permohonan maaf secara langsung kepada Makna Zaesar, pewarta foto Perum LKBN ANTARA, atas insiden dorongan dan pemukulan yang mencoreng wajah pengamanan protokoler Polri.
Insiden tersebut terjadi saat kunjungan kerja Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Stasiun Semarang Tawang, Sabtu (5/4). Di tengah hiruk-pikuk dan kerumunan padat, suasana mendadak memanas ketika Ipda E, yang bertugas mengamankan jalur kunjungan, bertindak represif terhadap Makna yang tengah menjalankan tugas jurnalistiknya.
Permintaan maaf itu tidak datang begitu saja. Ia lahir dari tekanan publik, kecaman dari komunitas pers, dan sorotan media yang tidak henti menuntut kejelasan serta tanggung jawab institusional. Baru pada Minggu malam (6/4), di Kantor Perum LKBN ANTARA Biro Jawa Tengah, Semarang, Ipda E menemui Makna dalam sebuah pertemuan resmi.
Dengan wajah serius dan nada suara penuh penyesalan, Ipda E berkata, “Saya menyesal dan menyampaikan permohonan maaf kepada rekan-rekan media atas kejadian di Stasiun Tawang.”
Ia mengakui bahwa tindakannya tidak mencerminkan sikap profesional yang seharusnya dimiliki aparat negara, terlebih dalam menghadapi insan pers yang bekerja untuk kepentingan publik. “Saya berharap ke depan bisa bertugas dengan lebih humanis, profesional, dan dewasa,” imbuhnya.
Suasana Pertemuan: Tegang tapi Menyejukkan
Pertemuan itu dihadiri oleh sejumlah tokoh penting. Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol. Artanto hadir mewakili institusi kepolisian. Dari pihak ANTARA, turut hadir Direktur Pemberitaan Irfan Junaidi yang menyuarakan sikap resmi lembaga, serta Makna Zaesar sendiri sosok jurnalis yang menjadi korban kekerasan.
Makna menerima permintaan maaf itu dengan lapang dada, namun tetap menyuarakan harapannya agar peristiwa ini tidak berhenti pada kata maaf semata. “Saya menerima permintaan maaf ini, tapi tetap berharap ada tindak lanjut institusional dari kepolisian. Ini bukan soal saya pribadi, tapi soal perlindungan terhadap profesi jurnalis,” ujar Makna.
Respons Polda: Menyesal dan Siap Bertindak
Kombes Artanto menyayangkan insiden yang mencoreng hubungan antara Polri dan pers ini. Ia menegaskan bahwa kondisi saat kejadian memang sangat padat, namun seharusnya tidak ada tindakan emosional dari petugas.
“Prosedur pengamanan memang penting, tapi tidak boleh ada tindakan berlebihan. Kami akan menyelidiki dan jika ditemukan pelanggaran, akan ada sanksi sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.
Artanto juga menegaskan bahwa pers adalah mitra strategis Polri dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. “Kemitraan ini harus dijaga. Kami tidak ingin ada insiden serupa di masa depan,” katanya.
Sikap ANTARA: Profesionalisme Harus Dijaga
Direktur Pemberitaan ANTARA Irfan Junaidi menilai peristiwa ini sebagai pelajaran penting bagi semua pihak. Ia mengingatkan bahwa baik Polri maupun media sama-sama bertugas di garda depan pelayanan publik.
“Ini momen reflektif. ANTARA tetap berkomitmen untuk menjalankan jurnalisme profesional dan objektif. Kami menghargai sikap ksatria Ipda E yang berani meminta maaf. Tapi profesionalisme tetap harus dijaga dari semua sisi,” ucap Irfan.
Ia menegaskan bahwa tugas jurnalistik tidak boleh dihalangi apalagi diintervensi secara fisik. “Pers adalah mata rakyat. Menghalangi tugas mereka sama saja dengan membutakan mata publik.”
Kapolri Turut Minta Maaf
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga telah menyampaikan permohonan maaf atas insiden tersebut. Sebagai pucuk pimpinan, ia menunjukkan sikap terbuka terhadap kritik serta introspeksi dalam institusinya.
Jangan Sampai Terulang
Insiden ini menjadi catatan penting di tengah era keterbukaan informasi. Bahwa masih ada tantangan besar dalam memastikan jurnalis bisa bekerja tanpa intimidasi. Bahwa aparat negara — sekuat apapun posisinya — tetap harus tunduk pada etika, hukum, dan rasa hormat terhadap kebebasan pers.
Apakah ini menjadi akhir dari sebuah insiden, atau awal dari pembenahan besar-besaran? Waktu dan tindak lanjut nyata dari institusi Polri yang akan menjawabnya.
(Mond)
#KekerasanTerhadapWartawan #Polri #IpdaE #Polri