Breaking News

"Masih Belajar Jadi Terdakwa": Hasto Berkelakar di Tengah Badai Sidang Korupsi Harun Masiku

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (11/4/2025).

D'On, Jakarta
-
 Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menjadi saksi drama politik yang kian memanas. Hari itu, sosok penting di tubuh PDI Perjuangan, Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto, kembali duduk di kursi terdakwa dalam lanjutan persidangan kasus dugaan perintangan penyidikan dan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR — kasus yang menjerat nama buron paling dicari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Harun Masiku.

Namun, di balik suasana serius ruang sidang, ada momen yang mencuri perhatian. Seusai persidangan, alih-alih menyampaikan pernyataan penuh pembelaan atau ekspresi penyesalan, Hasto justru melontarkan guyonan yang mengundang tanya.

"Jadi ini pertama, masih belajar sebagai terdakwa," ujar Hasto sambil tersenyum kecil, seolah ingin mencairkan suasana atau mungkin menyiratkan sindiran terselubung atas posisi yang kini ia duduki.

Persidangan: Arena Membuka Tabir Lama

Sidang kali ini mempertemukan Hasto dengan dua saksi kunci yang dihadirkan oleh tim Jaksa Penuntut Umum dari KPK: mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, dan mantan Komisioner KPU yang kini menjadi narapidana korupsi, Wahyu Setiawan. Keduanya adalah figur sentral dalam pusaran kasus PAW yang menyeret nama Harun Masiku sejak 2020 silam.

Namun bukan tanpa perlawanan. Hasto memanfaatkan haknya untuk mengajukan keberatan terhadap kesaksian Wahyu Setiawan. Di hadapan majelis hakim, ia menyebut bahwa pernyataan Wahyu hari itu bertolak belakang dengan keterangan yang pernah diberikan di persidangan pada tahun 2020.

"Ketika Wahyu Setiawan diperiksa pada 6 Januari 2025, dia diminta membaca ulang keterangan yang dia buat lima tahun sebelumnya. Kemudian di-print ulang dan ditandatangani sehingga fakta hukum yang sebenarnya diabaikan," terang Hasto dengan nada serius.

Menurut Hasto, fakta dalam putusan sebelumnya jelas: uang sebesar Rp 600 juta yang menjadi alat suap untuk melancarkan PAW Harun Masiku disalurkan melalui dua perantara  Saeful Bahri dan Agustiani Tio Fridelina  tanpa melibatkan dirinya secara langsung.

Tuduhan Berat di Balik Guyonan Ringan

Di balik guyonannya yang menyebut dirinya "baru belajar menjadi terdakwa", Hasto sebenarnya tengah menghadapi tuduhan yang sangat serius. Ia didakwa melanggar sejumlah pasal berat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, antara lain Pasal 21 tentang perintangan penyidikan serta Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 13 mengenai suap kepada penyelenggara negara.

Lebih jauh, jaksa menilai bahwa Hasto memiliki peran aktif dalam upaya pengkondisian Harun Masiku  mantan caleg PDIP yang gagal lolos ke DPR untuk tetap bisa duduk di Senayan melalui mekanisme PAW, menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.

Namun hingga kini, Harun Masiku masih buron. Wajahnya tak lagi hanya menghiasi daftar pencarian orang (DPO) KPK, tapi juga menjadi simbol kegagalan negara dalam mengejar keadilan hingga ke ujung pelarian.

Antara Drama Hukum dan Panggung Politik

Sidang Hasto tak hanya menjadi panggung hukum, melainkan juga babak baru dalam drama politik nasional. Sebagai orang nomor dua di partai besar penguasa, proses hukum terhadap Hasto dipandang sebagian kalangan sebagai ujian serius bagi integritas penegakan hukum yang kerap dituduh tebang pilih.

Di luar ruang sidang, gema politik terus bersahutan. Apakah Hasto benar-benar bagian dari skema besar manipulasi kekuasaan? Atau justru ia tengah dijadikan kambing hitam dalam intrik politik internal dan eksternal yang lebih luas?

Meski sidang masih jauh dari vonis akhir, publik kini menunggu bukan hanya bagaimana palu hakim akan dijatuhkan, tapi juga apakah canda Hasto tentang “belajar menjadi terdakwa” akan menjadi humor pahit terakhir sebelum palu keadilan benar-benar berbunyi.

(Mond)

#HastoKristiyanto #Hukum #Suap #HarunMasiku