Breaking News

Membedah Hukum Saweran dalam Acara Hiburan: Antara Tradisi, Budaya, dan Syariat

Infografis dirgantaraonline 

Dirgantaraonline
- Tradisi saweran, atau memberi uang kepada pengisi acara hiburan, telah lama menjadi bagian dari dinamika sosial masyarakat Indonesia. Mulai dari pesta pernikahan di desa hingga konser musik di kota-kota besar, pemandangan penonton yang maju ke depan panggung dan menyelipkan lembaran uang ke tangan penyanyi atau menaburnya ke lantai sudah menjadi hal yang lumrah. Namun di balik kemeriahan dan suasana penuh kegembiraan itu, timbul pertanyaan penting: bagaimana sebenarnya pandangan agama, khususnya Islam, terhadap praktik saweran ini?

Saweran bukan hanya sekadar kebiasaan memberi, tetapi juga menyentuh ranah etika, moral, dan tentu saja hukum agama. Maka dari itu, penting untuk memahami konteks serta konsekuensi dari praktik ini secara lebih mendalam.

Mengupas Makna Saweran dalam Konteks Sosial dan Religius

Secara etimologis dan praktik, saweran merujuk pada tindakan memberi uang secara langsung kepada pengisi acara sebagai bentuk apresiasi, ucapan terima kasih, atau bahkan sekadar bentuk partisipasi dalam kemeriahan. Dalam budaya Jawa dan Sunda, saweran bahkan menjadi bagian dari ritual adat yang sarat makna simbolik.

Namun, dalam kacamata Islam, setiap tindakan umat harus ditakar dengan dua timbangan utama: niat dan pelaksanaannya. Islam bukan agama yang menolak budaya, tetapi ia menetapkan batasan agar budaya tersebut tetap dalam koridor syariat. Maka, saweran pun perlu dikaji dari dua sisi: apakah ia membawa maslahat atau justru memicu mudarat?

Saweran yang Diperbolehkan: Antara Apresiasi dan Sedekah

Dalam Islam, memberi atau bersedekah adalah amal yang sangat dianjurkan. Jika saweran dilakukan dengan niat tulus untuk memberikan penghargaan atas usaha dan hiburan yang diberikan oleh pengisi acara, maka secara hukum dasar ia termasuk dalam kategori mubah (boleh), bahkan bisa bernilai mustahab (dianjurkan) jika niatnya baik dan manfaatnya nyata.

Contohnya adalah memberi saweran kepada qori atau pembaca Al-Qur’an dalam sebuah acara keagamaan, sebagai bentuk penghormatan dan dukungan atas syiar Islam yang disampaikan. Dalam konteks ini, saweran bukan sekadar memberi, tetapi juga memperkuat semangat dakwah dan meningkatkan penghargaan masyarakat terhadap ilmu agama.

Namun, tetap ada syarat yang harus dijaga: tidak mengganggu kekhusyukan, tidak menimbulkan pamer (riya’), dan tidak dilakukan dengan cara-cara yang merendahkan martabat.

Saweran yang Diharamkan: Ketika Tradisi Menabrak Syariat

Di sisi lain, tidak semua bentuk saweran bisa dibenarkan secara agama. Saweran bisa berubah hukum menjadi haram apabila melibatkan unsur-unsur yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Misalnya, saweran yang memicu:

  • Ikhtilat (percampuran bebas antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram),
  • Tabarruj (perempuan yang tampil dengan pakaian dan gaya menggoda),
  • Kontak fisik yang tidak diperbolehkan, atau
  • Gerakan dan suasana yang membangkitkan syahwat.

Contoh yang sering terjadi adalah saweran kepada penyanyi dangdut yang mengenakan pakaian minim dan melakukan tarian erotis. Dalam konteks ini, pemberian uang bukan lagi bentuk apresiasi, tetapi menjadi pemicu kemaksiatan yang mengarah pada fitnah dan pelanggaran syariat. Bahkan jika saweran tersebut dilakukan di tengah acara keagamaan, seperti saat pembacaan Al-Qur’an, dan justru mengganggu kekhusyukan, maka nilainya bisa berubah dari mubah menjadi makruh, bahkan haram.

Bijak dalam Tradisi: Menakar Manfaat dan Mudarat

Sebagai umat Islam yang hidup di tengah masyarakat dengan budaya yang kaya, penting untuk bersikap bijak dan kritis dalam menerima serta melestarikan tradisi. Islam tidak melarang umatnya bersenang-senang atau menghargai hiburan, selama hal itu tidak mengarah pada pelanggaran akidah dan akhlak.

Maka, sebelum memberi saweran, tanyakanlah pada diri sendiri:

  • Apakah niat saya untuk memberi sedekah atau hanya ingin pamer?
  • Apakah cara pemberiannya sesuai dengan adab Islam?
  • Apakah hiburan ini membawa manfaat atau justru mendekatkan pada kemaksiatan?

Jika jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu membawa pada kebaikan, maka insyaAllah tindakan tersebut mendapat ridha Allah. Namun jika jawabannya cenderung pada mudarat, maka sebaiknya ditinggalkan.

Memuliakan Seni, Menjaga Syariat

Saweran bukan sekadar soal uang atau hiburan. Ia adalah cermin dari bagaimana kita memaknai apresiasi, tradisi, dan nilai-nilai agama dalam satu waktu. Islam membuka ruang untuk budaya, tetapi juga menetapkan rambu agar budaya itu tidak menyesatkan.

Maka dari itu, marilah kita menjadikan tradisi seperti saweran ini sebagai sarana untuk menebar kebaikan, menyambung silaturahmi, dan mempererat solidaritas sosial tanpa harus menabrak batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh agama. Saweran boleh, selama syariat tetap tegak.

(*)

#Saweran #Islami #Religi