Misteri Kematian Wartawan Situr Wijaya di Hotel D'Paragon: Polisi Temukan Sejumlah Obat, Keluarga Desak Pengusutan Tuntas
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Polisi Ade Ary Syam Indradi. (Antara/Akbar Nugroho Gumay)
D'On, Jakarta – Di balik sunyinya kamar nomor sekian di Hotel D'Paragon, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, sebuah tragedi diam-diam mengoyak dunia jurnalisme Indonesia. Situr Wijaya, wartawan muda asal Palu berusia 33 tahun, ditemukan tak bernyawa di kamar hotel tempatnya menginap, Jumat malam, 4 April 2025. Tak ada jeritan. Tak ada saksi mata yang melihat detik-detik terakhirnya. Hanya tubuh terbujur kaku, sunyi, dan pertanyaan besar yang menggantung: apa yang sebenarnya terjadi pada Situr?
Polisi yang menyelidiki tempat kejadian perkara (TKP) menemukan sejumlah barang yang mengundang perhatian: beberapa jenis obat-obatan yang disebut sebagai obat non-resep, di antaranya Promag (obat maag), Mycoral Ketoconazole (obat jamur), Rifampicin (antibiotik yang biasa digunakan untuk mengobati infeksi seperti Tuberkulosis), serta Viva White Clean dan Mask (produk pembersih wajah). Barang-barang itu tampak biasa bagi orang awam, namun dalam konteks kematian mendadak seorang wartawan, detail ini menjadi potongan penting dalam puzzle besar yang harus disusun.
Tak Ada Luka, Tapi Masih Banyak Pertanyaan
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengonfirmasi bahwa hasil autopsi awal dari tim medis tidak menemukan adanya tanda-tanda kekerasan pada tubuh Situr. Tidak ada luka jeratan. Tidak pula luka sayatan. Hanya memar-memar yang dijelaskan sebagai livor mortis atau lebam mayat fenomena alami yang terjadi setelah kematian.
Namun misteri belum berhenti di sana. Ade Ary mengungkapkan bahwa pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan toksikologi tes laboratorium yang dapat mengungkap keberadaan zat beracun atau obat-obatan tertentu dalam tubuh korban. Selain itu, analisis histopatologi terhadap jaringan tubuh juga tengah dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit atau kelainan yang mungkin tersembunyi di balik permukaan kulit.
Kematian yang Mengundang Kecurigaan
Situr Wijaya bukanlah nama asing di kalangan jurnalis daerah. Aktif di Insulteng.id, media daring yang berbasis di Sulawesi Tengah, Situr dikenal vokal dan gigih dalam mengungkap isu-isu lokal, termasuk kasus-kasus yang menyangkut kepentingan publik. Tak heran, kematiannya memantik spekulasi dan kecurigaan dari keluarga.
Keluarga almarhum mendesak polisi untuk tidak gegabah menutup kasus ini sebagai kematian biasa. Mereka menduga ada kemungkinan Situr menjadi korban pembunuhan, dan berharap ada pengusutan menyeluruh terhadap aktivitas dan interaksi terakhir korban. Kecurigaan keluarga didasarkan pada kebiasaan Situr yang dikenal sehat dan tidak memiliki riwayat penyakit serius.
Jenazah Situr telah diterbangkan ke kampung halamannya di Palu dan dimakamkan dalam suasana duka mendalam. Isak tangis keluarga dan rekan-rekan sesama jurnalis menyelimuti prosesi pemakaman, disertai satu harapan besar: keadilan.
Tantangan di Balik Profesi Jurnalis
Kematian Situr membuka kembali diskursus lama soal bahaya yang kerap mengintai para jurnalis di lapangan. Profesi ini, yang sering dianggap sebagai pilar keempat demokrasi, tidak jarang membuat pelakunya harus berhadapan dengan risiko besar baik secara fisik, mental, maupun politis.
Apakah Situr hanya menjadi korban penyakit yang tak terduga? Ataukah ada sesuatu yang jauh lebih gelap dan tersembunyi di balik kematiannya?
Polisi masih terus bekerja. Jawaban mungkin belum ditemukan hari ini. Tapi satu hal pasti: publik, dan terutama komunitas pers, menanti dengan mata terbuka dan hati penuh tanya.
(B1)
#SiturWijaya #JurnalisTewas