Misteri Rp 4,7 Miliar di Mobil Triton: Kompol Ramli Gugat Kapolri dalam Pusaran Pemerasan Kepala Sekolah
Sidang praperadilan mantan Kabagbinopsnal Ditreskrimum Polda Sumut Kompol Ramli Sembiring dengan Polri di Pengadilan Negeri Medan, Kota Medan, Sumatera Utara, 14 April 2025
D'On, Medan – Aroma uang haram menguar dari dalam mobil Mitsubishi Triton milik Kompol Ramli Sembiring, mantan perwira menengah di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumatera Utara. Dari balik kemudi mobil dinas yang kelam itu, kisah hukum yang kini mengguncang institusi Polri mengalir deras ke meja hijau Pengadilan Negeri Medan.
Kompol Ramli, yang sebelumnya menjabat Kepala Bagian Pembinaan Operasional, kini menjadi sosok tersangka dalam kasus pemerasan terhadap 12 kepala sekolah menengah kejuruan (SMK) di Sumatera Utara. Tak terima dengan status tersangka yang disandangnya, ia melawan. Melalui kuasa hukumnya, Irwansyah Putra Nasution, gugatan praperadilan dilayangkan ke Kapolri hingga Kapolda Sumut.
"Klien kami bukan koruptor. Kami ingin keadilan, dan proses hukum yang objektif," ujar Irwansyah di hadapan awak media di PN Medan, Senin, 14 April 2025.
Gugatan yang Mengguncang
Gugatan praperadilan ini kini tengah bergulir di ruang sidang Cakra 6, dipimpin hakim tunggal Phillip Mark Soentpiet. Sidang telah dimulai sejak Jumat, 11 April, dan dilanjutkan pada Senin dengan agenda penyerahan bukti tambahan serta pemeriksaan saksi dan ahli.
Ramli didakwa melanggar Pasal 12e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yang dikaitkan dengan Pasal 55 KUHP tentang turut serta dalam tindak pidana. Namun, pihak Ramli menyebut penetapan tersebut cacat hukum. Mereka menyebut penyidikan terlalu tergesa dan sarat kejanggalan mulai dari Laporan Polisi yang langsung naik sidik hanya dalam satu hari, hingga kesalahan fatal dalam surat panggilan yang bertanggal mundur ke 2023.
"Ini bukan hanya soal hukum, ini soal nasib dan reputasi seseorang yang dihancurkan oleh proses yang tidak semestinya," ujar Irwansyah tegas.
Berawal dari Surat Misterius
Asal muasal kasus ini bermula dari selembar surat bertanggal 26 Juni 2024. Surat tersebut diterima Sekretaris dan Koordinator BSOP Dinas Pendidikan Sumut, dan memuat perintah Ramli agar sekolah membeli barang dan jasa menggunakan anggaran BSOP 2021–2023.
Selang beberapa hari, tepatnya 1 Juli 2024, empat kepala sekolah mengaku menyerahkan uang:
- Kasihan Duha (Kepsek SMKN 1 Amandraya) – Rp 100 juta
- Kepsek SMKN 1 Mandrehe – Rp 150 juta
- Bonni VH Gullo (Kepsek SMKN 1 Moroo) – Rp 87,176 juta
- Fangato Harefa (Kepsek SMKN 1 Lahusa) – Rp 100 juta
Totalnya: Rp 437.176.000, uang yang kelak ditemukan aparat tersimpan di dalam mobil Triton milik Ramli.
Namun menurut Irwansyah, uang itu bukan hasil pungutan, melainkan hasil panen dari usaha pribadi. "Kami punya bukti sah bahwa uang itu tidak berasal dari kepala sekolah. Ini fitnah besar," katanya.
Tuduhan Pemerasan Skala Besar
Penyelidikan yang dilakukan Divisi Propam Mabes Polri serta Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri menuding Ramli dan satu polisi lain, Brigadir B, melakukan pemerasan terhadap 12 kepala sekolah. Total dugaan pungutan liar mencapai Rp 4,7 miliar.
Modusnya: memanfaatkan posisi sebagai penyidik Subdit 3 Tipikor Ditkrimsus Polda Sumut dalam penyelidikan dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp 176 miliar untuk SMK dan SMA. Periode pemerasan disebut berlangsung antara Mei hingga November 2024, saat Ramli masih aktif.
“Para tersangka memanggil kepala sekolah, lalu meminta imbalan agar tidak ditindak. Ini bukan penyelidikan, ini pemerasan,” tegas Irjen Cahyono Wibowo, Kepala Kortastipidkor, di Mabes Polri.
Polri pun langsung mengambil tindakan: Ramli dipecat dari kedinasan. Barang bukti berupa uang Rp 400 juta disita dari dua tersangka.
Bantahan dan Gugatan Balik
Ramli membantah seluruh isi Berita Acara Pemeriksaan. Ia mengklaim tak pernah diinterogasi secara layak. Pemeriksaan hanya berlangsung singkat dengan tiga hingga empat pertanyaan, dalam kondisi tubuh sakit dan mental yang tertekan.
“Kondisi itu tidak layak dijadikan dasar hukum menetapkan seseorang sebagai tersangka,” tegas Irwansyah.
Lebih lanjut, SPDP yang seharusnya dikirim kepada pihak terkait dalam tujuh hari sejak penyidikan dimulai, disebut tidak pernah diterima Ramli hingga kini. Hal itu, menurut tim hukum, merupakan pelanggaran prosedural berat yang seharusnya menggugurkan status tersangka.
Dugaan Penyalahgunaan Wewenang
Irwansyah menilai penyidik menyalahgunakan hasil BAP dari Propam untuk melanjutkan proses pidana di Kortastipidkor. Padahal menurutnya, ranah etik dan pidana memiliki garis batas yang tidak bisa dicampuradukkan seenaknya.
“Klien kami bukan ditangkap lewat OTT, tidak ada saksi kunci, tidak ada bukti konkret selain pengakuan. Maka dari itu, biarkan hakim yang menguji alat bukti tersebut,” ucapnya.
Aroma Skandal yang Lebih Besar
Misteri belum selesai. Kortastipidkor mengisyaratkan bahwa penyelidikan masih bergulir dan membuka kemungkinan keterlibatan pihak lain, termasuk pihak swasta. Di sisi lain, KPK disebut sedang mendalami perkara utama terkait korupsi DAK dengan konstruksi Pasal 2 dan 3 UU Tipikor mengenai kerugian negara.
“Yang kami tangani adalah pemerasan dalam proses penanganan kasus DAK. KPK menangani kerugian negaranya,” kata Cahyono.
Kini, masyarakat menanti dengan tegang bagaimana hakim tunggal Phillip Mark Soentpiet akan memutus perkara yang penuh intrik ini. Apakah Ramli Sembiring akan lepas dari jerat hukum, atau justru menjadi simbol baru dari bersinarnya lentera keadilan?
Source: Tempo.co
#KompolRamli #Polisi #Polri #Hukum #KapolriDigugat