Ratusan Honorer Dirumahkan, Gedung DPRD Dharmasraya Digeruduk: Tuntut Keadilan dan Solusi Manusiawi
: Perwakilan tenaga non-ASN saat menyampaikan aspirasi kepada Komisi III DPRD Dharmasraya, Senin (15/4)
D'On, Dharmasraya – Ratusan pegawai non-Aparatur Sipil Negara (non-ASN) atau Tenaga Harian Lepas (THL) di Kabupaten Dharmasraya memadati halaman Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pada Senin pagi (15/4). Di tengah suasana gerimis dan wajah-wajah penuh harap, mereka menyuarakan aspirasi dan menuntut kejelasan nasib usai dirumahkan oleh Pemerintah Kabupaten Dharmasraya.
Para pegawai yang selama ini menjadi tulang punggung operasional di berbagai instansi pemerintah, kini merasa dicampakkan setelah masa kerja mereka dihentikan secara sepihak. Mereka datang membawa harapan terakhir bahwa suara mereka akan didengar oleh wakil rakyat yang mereka percaya.
Audiensi Dihadiri Pejabat Kunci
Dalam upaya menyampaikan aspirasi secara formal, sepuluh orang perwakilan non-ASN diterima dalam audiensi oleh Komisi III DPRD Dharmasraya. Pertemuan itu dipimpin langsung oleh Ketua Komisi III, Adidas, didampingi Wakil Ketua Sasmi Erli, Sekretaris H. Herman, dan anggota Emilayanti. Turut hadir pula Asisten III Setda Dharmasraya, Khairuddin, dan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), Yusrisal.
Audiensi itu bukan sekadar pertemuan formal. Ini adalah forum pengadilan moral, di mana suara-suara kecil yang selama ini nyaris tak terdengar, akhirnya diberi ruang untuk bicara.
Tuntutan yang Menggema: Jangan Campakkan Pengabdi Lama
Ketua Perwakilan Honorer Non-Database Gagal CPNS 2024, Ochi Angelia, dengan suara bergetar namun penuh keyakinan, menyampaikan tuntutan agar Pemkab Dharmasraya meninjau ulang Surat Edaran Bupati Nomor 800.1.2/54/BKPSDM-2025 tertanggal 16 Januari 2025. Surat itu menjadi dasar tidak diperpanjangnya masa kerja dan penghentian pengangkatan pegawai non-ASN.
“Kami bukan angka dalam data. Kami manusia, dan kami sudah mengabdi bertahun-tahun untuk daerah ini. Kami hanya ingin keadilan dan solusi yang manusiawi,” ujar Ochi dalam forum yang disaksikan puluhan pasang mata.
Ia menekankan bahwa kebijakan tersebut sangat tidak adil bagi tenaga honorer yang telah bekerja lebih dari dua tahun namun tidak masuk dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN) karena alasan administratif atau gugur dalam seleksi CPNS 2024.
“Kami bukan tak kompeten. Banyak dari kami gagal karena kuota terbatas atau kesalahan kecil dalam administrasi. Tapi itu bukan alasan untuk menghapuskan kami begitu saja dari sistem,” tambahnya dengan lantang.
Belajar dari Daerah Lain: Kenapa Dharmasraya Tidak Bisa?
Ochi juga membawa referensi dari daerah-daerah lain yang mengambil langkah lebih progresif. “Kabupaten Indragiri Hulu, Kulon Progo, Padang Lawas Utara, dan Situbondo telah menunjukkan empati dan komitmen pada pegawai non-ASN mereka. Mereka mencari celah hukum untuk mempertahankan para pengabdi. Kenapa Dharmasraya tidak bisa melakukan hal serupa?” katanya menohok.
Respons DPRD: Mendukung, Tapi Terikat Aturan
Ketua Komisi III, Adidas, menyampaikan dukungan moral kepada para tenaga non-ASN. Namun, ia juga mengingatkan bahwa seluruh kebijakan harus tetap berjalan dalam koridor hukum. “Kami di DPRD memahami kesulitan ini. Namun, kami juga tidak bisa melangkahi aturan pusat. Karena itu, kami hadirkan BKPSDM untuk memberi penjelasan teknis,” ujarnya.
BKPSDM: Terikat UU ASN, 214 Honorer Tidak Terdata
Yusrisal, Kepala BKPSDM Dharmasraya, merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, khususnya Pasal 66, yang mewajibkan seluruh penataan pegawai non-ASN diselesaikan paling lambat September 2024. Setelah itu, pemerintah daerah dilarang mengangkat pegawai non-ASN tanpa dasar hukum resmi.
Ia menjelaskan, proses pendataan telah dilakukan sejak 2022. “Yang masa kerjanya tidak terputus sejak 31 Desember 2021 hingga 2024 telah kami masukkan ke database BKN. Tapi sebanyak 214 orang tidak memenuhi syarat, sehingga tidak terdata,” ujarnya. Akibatnya, mereka yang tidak masuk database tidak bisa diperpanjang masa kerjanya.
Yusrisal menambahkan, jika Pemkab melanjutkan kontrak kerja di luar aturan, maka mereka berisiko melanggar hukum. “Kami tidak ingin Pemkab Dharmasraya terseret masalah hukum hanya karena niat baik,” tegasnya.
Asisten III: Ini Bukan Soal Niat, Tapi Regulasi Nasional
Asisten III Setda, Khairuddin, mempertegas bahwa kebijakan ini merupakan arahan langsung dari pemerintah pusat dan tidak hanya terjadi di Dharmasraya. “Kami hanya menjalankan kebijakan pusat. Ini terjadi hampir di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Namun, pernyataan ini tidak sepenuhnya menenangkan hati para tenaga non-ASN yang telah lama merasa berada di garis depan pelayanan publik, namun kini terancam kehilangan pekerjaan dan penghidupan.
Rasa Kehilangan, Tapi Belum Menyerah
Meski belum ada keputusan konkret dari audiensi tersebut, perjuangan para honorer non-ASN belum usai. Mereka tetap berharap pemerintah daerah bisa menemukan solusi yang tidak sekadar mematuhi regulasi, tapi juga memanusiakan mereka yang telah lama berjasa.
Di luar gedung, sorak-sorai dan yel-yel dari para tenaga non-ASN masih terdengar. Di balik wajah lelah dan pakaian yang basah oleh hujan, ada semangat yang tak padam: semangat untuk didengar, dipahami, dan dihargai.
(Mond)
#Honorer #BKPSDMDharmasraya #TenagaHarianLepas #Dharmasraya