Breaking News

Remaja 14 Tahun Anak Ketua Muhajirah FUI Tewas Usai Kena Anak Panah Beracun Kelompok Tawuran

Ilustrasi tawuran warga di Jakarta. (Antara)

D'On, Medan
 – Sabtu (19/4/2025) malam yang seharusnya tenang berubah menjadi mimpi buruk bagi keluarga kecil di Medan Belawan. Dimas Prasetyo, seorang remaja berusia 14 tahun yang masih duduk di bangku kelas III SMP, tewas secara tragis setelah dadanya tertancap anak panah beracun saat menyaksikan bentrokan brutal antarwarga di kawasan Gudang Arang, Jalan Taman Makam Pahlawan, Kelurahan Belawan I.

Insiden berdarah itu terjadi pada Sabtu malam (19/4), tepatnya sekitar pukul 21.00 WIB. Bentrokan pecah antara dua kelompok warga: kelompok dari Gudang Arang dengan warga gabungan dari Lorong Papan dan Kampung Kolam. Baku lempar, teriakan, dan rentetan kekerasan memecah keheningan malam. Di tengah kekacauan itu, senjata-senjata rakitan mulai digunakan – termasuk panah beracun, simbol kekerasan jalanan yang makin brutal di tengah permukiman padat.

Rasa Ingin Tahu yang Berujung Maut

Di saat banyak orang memilih berlindung, Dimas bersama keluarganya justru sedang duduk santai di teras Masjid Aqobah  hanya beberapa ratus meter dari lokasi bentrokan. Tidak seperti remaja lain yang mungkin akan takut, Dimas melangkah perlahan ke arah keributan, mungkin karena penasaran, atau mungkin karena tak menduga bahwa kekerasan itu akan menyentuh dirinya.

Namun, hanya beberapa detik di lokasi, nasib malang menimpanya. Sebuah anak panah beracun yang dilepaskan dari arah tawuran melesat liar dan menghantam dadanya. Racun mematikan mulai menggerogoti tubuh mudanya. Keluarga dan warga sekitar segera melarikannya ke rumah sakit, berharap keajaiban bisa menyelamatkannya.

Namun takdir berkata lain. Beberapa jam setelah dirawat, tepat pukul 23.00 WIB, Dimas menghembuskan napas terakhirnya. Tangis pecah. Seorang anak muda, anak dari aktivis Muslimah Sumut, Susilawati Ketua Mujahidah Forum Umat Islam (FUI)  telah meregang nyawa bukan karena penyakit, bukan karena kecelakaan, tapi karena kebiadaban dan kelalaian sosial yang dibiarkan tumbuh subur.

“Ini Anak Yatim, Bukan Musuh Perang”

Ustaz Nursarianto, Ketua DPD FUI Kota Medan, tak bisa menyembunyikan amarah dan kesedihannya.

“Saya meminta Kapolres Pelabuhan Belawan bertindak cepat. Tangkap semua pelaku tawuran. Ini bukan sekadar korban – ini anak yatim, masih SMP, tak bersenjata, tak terlibat. Tapi dia tewas dengan cara biadab,” tegasnya kepada media, Minggu pagi (20/4/2025).

Teriakan keadilan menggema dari berbagai pihak. Bukan hanya keluarga, tetapi juga masyarakat yang mulai gerah dengan fenomena tawuran yang makin ganas dan mengancam siapa saja – bahkan mereka yang hanya menjadi penonton.

Polisi Dikerahkan, Pelaku Masih Bebas

Hingga Minggu pagi, aparat Polsek Belawan dan Polres Pelabuhan Belawan masih berjaga di lokasi. Namun suasana mencekam tetap terasa. Banyak warga takut terjadi bentrok susulan. Sementara itu, pelaku penembak panah beracun masih misterius, berkeliaran di luar sana.

Kapolres Pelabuhan Belawan, AKBP Oloan Siahaan, menegaskan bahwa jajarannya kini sedang memburu para pelaku.

“Kami tidak akan berhenti sampai pelaku pembunuhan Dimas tertangkap. Ini tragedi serius. Kami minta masyarakat bersabar dan tetap waspada,” ujarnya.

Lebih dari Sekadar Tawuran: Ini Alarm Sosial

Kematian Dimas membuka mata banyak pihak bahwa kekerasan jalanan bukan lagi soal tawuran remaja nakal. Ini sudah menjadi fenomena sosial yang mematikan, penuh kebencian, dan senjata-senjata mematikan. Dari balok kayu, botol, hingga kini anak panah beracun.

Siapa yang akan menjadi korban berikutnya? Berapa lagi nyawa harus melayang sebelum aparat, tokoh masyarakat, dan pemerintah daerah benar-benar bertindak tegas?

Hari ini, Dimas dimakamkan. Diiringi duka, amarah, dan tanda tanya besar: kenapa anak seusianya harus mati karena sebuah konflik yang bahkan tidak melibatkan dirinya?

(Yaya/B1)

#Tawuran #PanahBeracun #Peristiwa