Breaking News

Sesar Besar Sumatra: Ancaman Diam Sepanjang 1.900 Km dan Potensi Pergerakan Serentak

Infografis dirgantaraonline 

Dirgantaraonline
- Ketika bumi berguncang di Padang Panjang pada 19 April 2025 silam, dengan kekuatan M4.6, warga seolah diingatkan kembali bahwa tanah yang mereka pijak menyimpan energi laten yang suatu hari bisa saja meledak dalam bentuk bencana. Di balik indahnya lembah dan megahnya barisan pegunungan Sumatra, membentang sebuah garis retakan sepanjang hampir dua ribu kilometer yang dikenal sebagai Sesar Besar Sumatra—sebuah struktur geologi raksasa yang masih aktif dan penuh teka-teki.

Apa Itu Sesar Besar Sumatra?

Dikenal juga sebagai Patahan Semangko, sesar ini adalah sesar geser dekstral (bergerak ke kanan) yang menjadi salah satu sistem tektonik paling aktif di Asia Tenggara. Panjangnya mencapai sekitar 1.900 km, memanjang dari Aceh di ujung utara hingga Lampung di selatan. Sesar ini terbentuk akibat tumbukan Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke bawah Lempeng Eurasia, menciptakan tekanan luar biasa yang sewaktu-waktu bisa dilepaskan sebagai gempa bumi dahsyat.

Penelitian seperti oleh Sieh dan Natawidjaja (2000), serta Ito et al. (2012), menunjukkan bahwa sesar ini tidak hanya satu jalur, melainkan terbagi menjadi 52 segmen aktif yang masing-masing memiliki karakteristik sendiri, baik dari segi laju geser, panjang segmen, hingga sejarah kegempaannya.

Provinsi demi Provinsi: Retakan yang Membelah Pulau

1. Aceh: Gugusan Paling Aktif di Ujung Barat Dengan sekitar 20 segmen aktif, Aceh adalah wilayah yang paling kompleks. Segmen Seulimeum Utara menjadi yang terpanjang, sekitar 143 km, dan mencatat laju pergeseran 18–20 mm/tahun (Ito et al., 2012). Segmen ini pernah menghasilkan gempa M6.5–7.0 pada tahun 1964. Bayangkan sebuah retakan besar yang mengalir di bawah kota Banda Aceh dan sekitarnya, membentuk lembah, memahat pegunungan, dan mengancam setiap detiknya.

2. Sumatra Utara: Di Antara Danau dan Pegunungan Wilayah seperti Karo, Dairi, dan Tapanuli menyimpan segmen Renun A sepanjang 180 km dengan laju 8–10 mm/tahun. Gempa M6.7 tahun 1921 berasal dari sini. Namun yang paling mengerikan adalah segmen Angkola yang memicu gempa M7.5 tahun 1892. Danau Toba, yang megah dan sunyi, terletak tak jauh dari jalur ini.

3. Sumatra Barat: Permata Geologi yang Berbahaya Ngarai Sianok yang memesona, terbentuk dari gerakan sesar ini. Segmen Sianok, Suliti, dan Sumani telah menghasilkan sejumlah gempa besar: M6.4 tahun 2007, M7.8 dan M7.5 pada tahun 1943. Kota-kota seperti Bukittinggi, Padang Panjang, dan Solok hidup berdampingan dengan potensi kehancuran sewaktu-waktu.

4. Jambi: Di Balik Keindahan Kerinci Segmen Siulak sepanjang 70 km yang membelah Danau Kerinci pernah memicu gempa M7.3 (1909) dan dua kali M6.8 (1995, 2009). Letaknya yang membelah danau juga menjadikan wilayah ini rentan terhadap tsunami lokal jika longsor terjadi akibat gempa.

5. Bengkulu: Empat Segmen dan Empat Guncangan Segmen Dikit, Ketaun, Musi, dan Manna masing-masing mencatat gempa besar, termasuk M7.4 di Ketaun (1973) dan M7.0 di Manna (1893). Tidak hanya daratan yang rentan, tapi juga pesisir Bengkulu.

6. Sumatra Selatan: Sesar Kembar yang Bergerak Bersama Segmen Kumering Utara dan Selatan di wilayah seperti Lahat dan Pagar Alam pernah menciptakan gempa kembar M7.5 pada tahun 1933. Ini menunjukkan bagaimana dua segmen bisa aktif secara bersamaan.

7. Lampung: Gerbang Selatan yang Tetap Aktif Segmen Semangko Barat dan Timur telah mencatat sejarah gempa seperti M7.0 pada 1908. Meski berada di ujung selatan, potensi bahayanya tidak kalah dengan provinsi lain.

Tsunami Lokal: Bencana yang Terjadi dalam Sekejap

Sesar ini bukan hanya menghasilkan gempa. Seperti pada 28 Juni 1926, Danau Singkarak menjadi saksi bisu tsunami lokal yang disebabkan oleh penurunan tanah mendadak hingga 10 meter (Soteadi, 1962). Gelombang menjalar sejauh 20 km hanya dalam 10 menit, dengan kecepatan diperkirakan 122 km/jam. Danau Kerinci dan Ranau juga masuk dalam kategori rawan jika skenario serupa terulang.


Ancaman Laten: Likuefaksi dan Longsor

Daerah seperti Pidie, Karo, Pasaman, dan Kerinci tersusun oleh tanah aluvial yang sangat rentan terhadap likuefaksi. Saat tanah ini terguncang hebat, ia bisa berubah menjadi lumpur, menenggelamkan bangunan dan infrastruktur. Ancaman ini tidak bisa diremehkan, terutama di daerah urban seperti Banda Aceh atau Sungai Penuh.

Bisakah Sesar Ini Bergerak Serentak?

Pertanyaan besar muncul: apakah sesar ini bisa bergerak sekaligus seperti Patahan Sagaing di Myanmar?

Jawabannya, secara teknis sulit tetapi tidak mustahil. Meskipun Sesar Sagaing membutuhkan 520 km segmen untuk menghasilkan gempa M7.7, Segmen Suliti di Sumbar mampu menghasilkan gempa M7.8 dan M7.5 hanya dengan satu segmen (BMKG, 2023). Jika terjadi pergerakan simultan dari beberapa segmen yang berdekatan, seperti yang pernah terjadi pada Kumering tahun 1933, maka potensi kerusakan bisa setara dengan gempa super.

Mitigasi: Apa yang Harus Kita Lakukan?

Langkah-langkah yang harus dilakukan bukan lagi pilihan, melainkan keharusan:

  1. Pemetaan Zona Rawan Gempa: Perlu diperbarui secara berkala agar pembangunan tidak berlangsung di atas sesar aktif.
  2. Bangunan Tahan Gempa: Terutama di kota besar seperti Bukittinggi, Banda Aceh, Padang Panjang, dan Sungai Penuh.
  3. Sistem Peringatan Dini: Harus mencakup tsunami lokal dan longsor.
  4. Edukasi Masyarakat: Tidak cukup hanya sekali, harus berkelanjutan dan menjangkau sampai pelosok.

Belajar dari Masa Lalu, Bersiap untuk Masa Depan

Sejarah mencatat bahwa Sesar Besar Sumatra bukanlah ancaman fiktif. Ia nyata, aktif, dan bisa memicu bencana kapan saja. Namun dengan pemahaman, kesiapsiagaan, dan tindakan nyata, kita bisa mengurangi risiko.

Mari mengenali tanah tempat kita berpijak, karena di balik keindahannya, ada kekuatan besar yang harus dihormati.

Referensi:

  • BMKG. (2023). Katalog Gempa Indonesia
  • Ito, T., dkk. (2012). Journal of Geophysical Research: Solid Earth, 117(B6)
  • Sieh, K., & Natawidjaja, D. (2000). Journal of Geophysical Research
  • PUSGEN. (2017). Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia
  • Kementerian ESDM. (2019). Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan
  • Soteadi. (1962). Laporan Geoteknik dan Geofisika Danau Singkarak

(*)


#SesarBesarSumatera #Gempa #MitigasiBencana #Tsunami