Skandal Darah dan Mobil Mewah: Eks Wawako Palembang dan Suami Jadi Tersangka Korupsi Dana PMI
Kepala Kejaksaan Negeri Palembang, Hutamrin, saat merilis penetapan tersangka kasus pengelolaan dana PMI. (ist)
D'On, Palembang – Sebuah kisah mencengangkan muncul dari jantung Kota Palembang. Mantan Wakil Wali Kota Palembang, Fitrianti Agustinda, dan sang suami, Dedi Sipriyanto, kini harus menghadapi jeratan hukum setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana pengelolaan darah milik Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palembang.
Kasus ini bukan sekadar pelanggaran administrasi atau kesalahan prosedural biasa. Penyidik Kejaksaan Negeri Palembang menemukan adanya dugaan penyelewengan dana biaya pengganti pengolahan darah (BPPD) PMI selama tiga tahun penuh, dari 2020 hingga 2023. Ironisnya, dana yang sejatinya ditujukan untuk penyelamatan nyawa itu, diduga justru dialihkan untuk kepentingan pribadi—termasuk di antaranya pembelian sebuah mobil mewah atas nama pribadi.
Penetapan Tersangka dan Penahanan
Kepala Kejaksaan Negeri Palembang, Hutamrin, dalam konferensi pers menyampaikan bahwa proses penyidikan telah dilakukan secara intensif. Dari penyelidikan yang mendalam, penyidik akhirnya menemukan minimal dua alat bukti yang cukup kuat untuk menjerat pasangan suami istri ini sebagai tersangka.
“Penyidikan menunjukkan adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana BPPD PMI. Tim telah menemukan dua alat bukti sah, sehingga hari ini FA (Fitrianti Agustinda) dan DS (Dedi Sipriyanto) ditetapkan sebagai tersangka,” ungkap Hutamrin.
Sebagai bagian dari proses hukum, keduanya langsung ditahan selama 20 hari ke depan. Fitrianti akan menghuni Lapas Perempuan Kelas II Palembang, sementara sang suami dititipkan di Rutan Kelas I A Palembang.
Modus Operandi: Dari Darah Rakyat ke Roda Empat Pribadi
Dugaan tindak pidana ini berakar pada pengelolaan biaya pengganti pengolahan darah PMI yang semestinya digunakan untuk mendukung kegiatan kemanusiaan. Namun, dalam praktiknya, dana itu justru mengalir ke pos-pos yang tidak semestinya. Salah satu materi penting dalam penyidikan adalah penggunaan dana tersebut untuk membeli mobil atas nama pribadi, sebuah fakta yang mengejutkan mengingat fungsi mulia dari dana tersebut.
"Modusnya dimulai dari pengelolaan biaya BPPD yang tidak sesuai ketentuan. Dugaan kuat bahwa dana digunakan untuk kebutuhan pribadi, termasuk membeli kendaraan," jelas Hutamrin, sembari menegaskan bahwa rincian penggunaan dana akan diurai lebih detail dalam surat dakwaan nantinya.
Berapa Kerugian Negara?
Soal angka pasti kerugian negara yang ditimbulkan, saat ini masih menunggu hasil penghitungan resmi dari Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD). Namun, sumber internal menyebutkan bahwa nominalnya diperkirakan tidak kecil, mengingat dana BPPD bersumber dari masyarakat dan digunakan secara kontinu selama tiga tahun.
Bayang-Bayang Kekecewaan dan Kepercayaan Publik yang Terkoyak
Skandal ini menjadi tamparan keras bagi citra pejabat publik, terlebih bagi Fitrianti Agustinda yang pernah menjabat sebagai Wakil Wali Kota dan dikenal aktif dalam kegiatan sosial. Pengkhianatan terhadap amanah publik, terlebih menyangkut dana kemanusiaan, tentu menjadi luka yang dalam bagi kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan.
Masyarakat kini menanti bagaimana proses hukum akan berjalan dan sejauh mana pengadilan mampu membongkar seluruh rangkaian kejahatan yang dituduhkan. Akankah ini menjadi titik balik dalam penegakan hukum atas korupsi berbasis empati kemanusiaan? Atau justru hanya satu dari sekian banyak kasus yang berakhir samar?
(Mond/Seo)
#Korupsi #PMI #Hukum