Skandal Pagar Laut Bekasi: 9 Tersangka, Termasuk Kepala Desa Aktif dan Tim PTSL
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandani Rahardjo Puro di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (10/4/2025).
D'On, Jakarta – Sebuah praktik kejahatan pertanahan yang mencengangkan kembali terbongkar. Kali ini, lautan dijadikan objek jual beli seolah-olah itu bidang daratan yang sah untuk dimiliki. Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dalam kasus pemagaran laut di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Praktik ini mencuat setelah terungkapnya dugaan pemalsuan dokumen pertanahan dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Brigadir Jenderal Polisi Djuhandani Rahardjo Puro, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, mengungkapkan pada Kamis (10/4) bahwa para tersangka berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari mantan hingga kepala desa aktif, aparatur desa, hingga anggota tim pendukung PTSL tahun 2021.
“Kita sepakat menetapkan sembilan orang tersangka. Yang pertama adalah MS, eks Kepala Desa Segarajaya yang menandatangani formulir PM 1 dalam proses PTSL. Dokumen ini menjadi pintu masuk dari dugaan tindak pidana tersebut,” ungkap Djuhandani di Mabes Polri, Jakarta Selatan.
Tak hanya MS, sang kepala desa aktif saat ini, AR, juga ikut dijadikan tersangka. AR diduga menjual bidang tanah yang sebenarnya berada di wilayah laut kepada dua warga bernama YS dan BL. Tanah laut yang dimaksud bukan hanya belum pernah menjadi daratan, tetapi juga tidak layak untuk didaftarkan secara hukum sebagai hak milik pribadi.
“AR, yang menjabat sejak 2023, diketahui telah menjual bidang tanah di laut kepada dua pihak, padahal secara legalitas itu tidak sah dan jelas merupakan perbuatan melawan hukum,” tambah Djuhandani.
Daftar Tersangka: Satu Desa dalam Jaringan Mafia Tanah
Berikut daftar sembilan tersangka yang dijerat oleh Bareskrim:
- MS – Mantan Kepala Desa Segarajaya, penandatangan PM 1 PTSL.
- AR – Kepala Desa Segarajaya aktif sejak 2023, penjual lahan laut ilegal.
- JR – Kepala Seksi Pemerintahan Desa Segarajaya.
- Y – Staf administrasi Desa Segarajaya.
- S – Staf desa wilayah Kecamatan Tarumajaya.
- AP – Ketua Tim Suport PTSL 2021.
- GG – Petugas ukur dari tim PTSL.
- MJ – Operator komputer tim PTSL.
- HS – Tenaga pembantu dalam tim pendukung PTSL.
Keterlibatan para tersangka ini memperlihatkan bahwa praktik pemalsuan dokumen dalam proyek pertanahan ini terjadi secara sistematis dan massif. Bahkan, orang-orang yang seharusnya menjalankan program legalisasi tanah rakyat justru memanipulasinya untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
Pasal Berlapis untuk Menjerat Mafia Laut
Brigjen Djuhandani menegaskan bahwa para tersangka akan dijerat dengan berbagai pasal pidana. MS, sebagai aktor awal, dikenakan Pasal 263 Ayat 1 dan 2 KUHP tentang pemalsuan surat, juncto Pasal 55 dan 56 KUHP tentang turut serta dalam kejahatan.
Sementara itu, terhadap para anggota tim pendukung PTSL tahun 2021, penyidik menerapkan Pasal 26 Ayat 1 KUHP, yang berkaitan dengan kejahatan terhadap hak atas tanah dan lingkungan.
“Ini bukan hanya persoalan tanah, tapi tentang integritas lembaga dan hukum yang sedang dicederai oleh mereka yang semestinya menjaga amanah masyarakat,” ujar Djuhandani.
Laporan dari ATR/BPN: Awal Terbongkarnya Skema Ilegal
Kasus ini mencuat setelah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menerima laporan tentang adanya 93 Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diduga palsu. Sertifikat itu bukan hanya cacat prosedur, tapi juga mencantumkan lokasi tanah yang sebenarnya adalah wilayah laut.
Investigasi lebih lanjut menunjukkan bahwa sertifikat tersebut dibuat dengan dasar PM 1 (formulir pendataan awal PTSL) yang sudah dipalsukan. Ironisnya, dokumen-dokumen ini sah secara administratif karena ditandatangani oleh aparat desa sendiri.
“Bayangkan, sebuah hamparan laut yang secara geografis tidak pernah menjadi daratan, tiba-tiba muncul dalam peta sebagai bidang tanah milik pribadi. Ini absurd, dan sangat mencoreng sistem administrasi pertanahan kita,” ujar seorang pejabat ATR/BPN yang enggan disebutkan namanya.
Skandal yang Harus Jadi Pelajaran Nasional
Kasus pemagaran laut di Bekasi bukan sekadar kejahatan administratif biasa. Ini adalah gambaran nyata betapa rentannya sistem pertanahan di Indonesia terhadap manipulasi oleh oknum-oknum yang memiliki kuasa dan akses terhadap birokrasi.
Pakar hukum pertanahan menilai bahwa kasus ini harus menjadi momentum untuk evaluasi total terhadap pelaksanaan PTSL dan pengawasan yang lebih ketat terhadap perangkat desa dan tim pelaksana di lapangan.
“PTSL adalah program mulia untuk membantu rakyat miskin memiliki legalitas tanah. Tapi kalau disusupi mafia, bisa jadi bumerang yang membahayakan kepercayaan publik,” ujar pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia.
Kini, sembilan tersangka telah ditetapkan. Namun pertanyaan besar yang belum terjawab adalah: berapa banyak lagi wilayah laut yang telah ‘disulap’ menjadi daratan fiktif, dan berapa banyak pihak yang sudah meraup untung dari kejahatan ini?
(Mond)
#PagarLaut #BareskrimPolri