Sunyi di Tengah Hiruk Pikuk Lebaran: Potret Miris Terminal Tipe A Anak Air Padang yang Terlupakan
![]() |
Terminal Tipe A Anak Aia Padang Sepi saat Arus mudik dan Balik Lebaran |
D'On, Padang - Di saat seluruh pelosok negeri bergeliat dalam hiruk pikuk arus mudik dan balik Lebaran, Terminal Tipe A Anak Air di Kota Padang justru menghadirkan pemandangan yang mencengangkan. Sepi. Nyaris tak bernyawa. Terminal yang seharusnya menjadi simpul mobilitas antarprovinsi dan denyut ekonomi masyarakat ini justru seperti monumen bisu kegagalan tata kelola transportasi kota.
Sabtu sore (5/04/2025), media Dirgantaraonline menyambangi terminal yang berada di kawasan utara Padang ini. Hasilnya jauh dari ekspektasi. Bukan keramaian penumpang, deru mesin bus, atau suara para pedagang kaki lima yang menyambut. Hanya ada beberapa unit bus Trans Padang yang sedang menunggu jadwal keberangkatan, nyaris tak ada aktivitas lain. Tak terlihat satu pun bus antarprovinsi atau antarkota dalam provinsi. Suasana begitu lengang, seolah terminal ini berada di luar kalender Lebaran.
Pemandangan ini menjadi ironi yang mencolok bila dibandingkan dengan terminal-terminal besar lainnya di Indonesia. Terminal Purabaya di Surabaya, Bungurasih, Kalideres di Jakarta, hingga Pulo Gebang semuanya tumpah ruah oleh arus pemudik dan kendaraan. Bahkan terminal dalam provinsi Sumatera Barat seperti Terminal Bukittinggi dan Terminal Bareh Solok pun padat oleh aktivitas masyarakat, para pelaku usaha, serta kendaraan lintas kabupaten dan provinsi.
Namun tidak demikian dengan Terminal Anak Air. Bahkan di momen puncak arus balik lebaran, ia tetap sepi, diam, dan seperti tak memiliki fungsi.
Kemana Penumpangnya? Kemana Busnya? Dan Yang Lebih Penting: Kemana Pemerintah Kota Padang?
Upaya untuk mengkonfirmasi kondisi ini dilakukan kepada Kepala BPTD Kelas II Sumatera Barat, Muhammad Majid Darmawan. Namun hingga berita ini diturunkan, pesan WhatsApp yang dikirimkan pada Sabtu sore (5/04) belum mendapat balasan. Slow respon di tengah persoalan pelik yang patut menjadi perhatian bersama.
Sementara itu, keterangan dari warga sekitar mengungkap fakta yang lebih menyedihkan. "Semenjak beroperasi, terminal ini memang seperti ini. Sepi. Tidak ada geliat, bahkan saat musim mudik lebaran seperti sekarang," ujar seorang warga setempat.
Menurut mereka, bus antarkota antarprovinsi yang masuk ke terminal bisa dihitung dengan jari, biasanya hanya 1 atau 2 unit dan datang sekitar pukul 09.00 atau 10.00 pagi. Aktivitas malam hari? Hampir tidak ada. Kalaupun ada, itu hanya ketika pemerintah atau organisasi tertentu menyelenggarakan program mudik gratis.
"Ada petugas yang biasanya berdiri di simpang, menyetop bus supaya masuk ke terminal. Tapi kalau bus tidak mau masuk, ya dibiarkan saja. Terminal ini seperti formalitas, bukan tempat yang benar-benar berfungsi untuk masyarakat," imbuhnya.
Kegagalan Tata Kelola dan Ketidakhadiran Negara
Kondisi ini mencerminkan lebih dari sekadar sepinya terminal. Ia menunjukkan ketidakseriusan Pemerintah Kota Padang dalam membangun sistem transportasi yang terintegrasi, fungsional, dan berpihak pada rakyat. Terminal ini seharusnya menjadi nadi perekonomian, penghubung antardaerah, serta ruang interaksi sosial masyarakat. Namun yang terjadi, justru menjadi simbol inefisiensi, pemborosan anggaran, dan kegagalan manajemen.
Alih-alih mengembangkan Terminal Anak Air sebagai simpul transportasi yang hidup, pemerintah seakan lepas tangan. Tidak ada regulasi tegas yang memaksa operator bus masuk ke terminal. Tidak ada kebijakan insentif atau promosi untuk menarik pengguna jasa. Tidak ada sinergi dengan sektor swasta. Yang ada hanyalah bangunan besar yang perlahan menjadi ruang kosong tak berguna.
Saatnya Pemerintah Kota Padang Bercermin
Sepinya Terminal Tipe A Anak Air bukan hanya sekadar fenomena musiman, tapi alarm keras bahwa ada yang tidak beres dalam pengelolaan infrastruktur transportasi di kota ini. Dibutuhkan keberanian dan keseriusan dari Pemko Padang untuk melakukan evaluasi total. Membangun terminal bukan hanya soal beton dan atap, tapi bagaimana menjadikannya fungsional dan bermanfaat.
Jika dibiarkan terus-menerus seperti ini, maka Terminal Anak Air akan terus menjadi simbol kegagalan. Kegagalan mendengarkan kebutuhan masyarakat. Kegagalan mengelola fasilitas publik. Dan yang paling menyakitkan: kegagalan hadir di tengah rakyat, bahkan di momen semeriah Lebaran.
(Mond/den)
#TerminalAnakAir #Padang