Tangisan Sunyi dari Balik Panggung: Derita Pemain Sirkus OCI yang Dirantai, Disetrum, dan Dilupakan
Korban dari mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) di Kementerian HAM, Selasa (15/4/2025). Foto: Dok. Kementerian HAM
D'On, Jakarta – Di balik gemerlap panggung dan tepuk tangan penonton, tersimpan kisah kelam yang nyaris tak terdengar. Sejumlah mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) mengungkap lembar-lembar luka masa lalu yang selama puluhan tahun terkubur dalam diam. Di hadapan Wakil Menteri Hak Asasi Manusia, Mugiyanto, mereka membuka luka itu, satu per satu, dalam sebuah audiensi yang digelar di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (15/4).
Tangisan, suara gemetar, dan tatapan kosong menjadi saksi bisu dari trauma yang belum benar-benar pulih. Kekerasan, eksploitasi, bahkan penyiksaan menjadi kenyataan yang mereka jalani sejak dekade 1970-an, saat dunia belum terlalu peduli dengan nasib mereka yang hidup di balik tirai sirkus.
Butet: “Saya Dirantai, Dijejali Kotoran Gajah”
Salah satu suara yang paling menyayat adalah milik Butet. Ia bercerita, tubuhnya pernah dirantai dengan rantai gajah—berat, dingin, dan mencengkram pergelangan kakinya selama hari-hari kelam. Tak hanya itu, Butet mengaku pernah dijejali kotoran gajah ke dalam mulutnya, sebuah bentuk penghinaan yang sulit dilukiskan dengan kata-kata.
"Sempat saya sampai dirantai kaki pakai rantai gajah yang besar itu. Pernah juga di dalam situ dijulurin kotoran gajah," ucap Butet dengan nada getir dalam sebuah video yang diunggah Mugiyanto ke akun Instagram-nya, Rabu (16/4).
Fifi: Anak yang Tersesat dalam Dunia Sirkus
Lebih memilukan lagi adalah kisah Fifi, anak dari Butet, yang sejak lahir tidak pernah tahu siapa orang tuanya. Ia tumbuh di lingkungan sirkus, diasuh dan dipekerjakan oleh salah satu bos OCI. Identitas ibunya baru diketahui Fifi saat ia beranjak dewasa—sebuah kenyataan yang mengubah segalanya, namun tak menghentikan kekerasan yang telah lebih dulu membekas.
Dengan suara lirih dan air mata yang tak mampu ia bendung, Fifi mengungkapkan pengalaman yang jauh dari kata manusiawi: "Saya disetrumin, Pak, di badan saya, kelamin saya disetrumin. Sampai saya jatuh lemas, akhirnya dipasung, Pak, selama dua minggu."
Luka itu masih nyata, bukan hanya di tubuh, tetapi juga dalam jiwa.
Ida Yani: Lenyapnya Kaki-Kaki yang Pernah Terbang
Ida Yani, kini hanya bisa duduk di kursi roda, tubuhnya menjadi saksi nyata dari kecelakaan yang merenggut masa depan dan mimpinya. Ia terjatuh dari ketinggian 15 meter saat melakukan atraksi trapeze di Lampung sebuah pertunjukan udara yang nyaris mengakhiri hidupnya.
"Saya jatuh. Pas sadar, ternyata saya patah tulang belakang," ujar Ida. Sejak saat itu, ia tidak pernah lagi berjalan.
Panggilan Nurani dari Kementerian HAM
Wamen HAM Mugiyanto menyebut pengakuan para mantan pemain sirkus ini sebagai lonceng peringatan akan kemungkinan pelanggaran HAM berat yang telah berlangsung lama. Meski sulit mengusut peristiwa yang terjadi jauh sebelum era reformasi hukum, ia menegaskan bahwa keadilan tidak boleh mengenal batas waktu.
"Kami dengarkan dari mereka. Ada kemungkinan banyak sekali tindak pidana yang terjadi di sana. Banyak kekerasannya," ucapnya.
Ia menyoroti tantangan hukum karena kejadian tersebut terjadi sebelum Undang-Undang HAM tahun 1999 dan Pengadilan HAM tahun 2000. Namun, ia menekankan bahwa hukum pidana Indonesia telah ada sejak kemerdekaan, dan kasus semacam ini tetap bisa diselidiki melalui jalur tersebut.
Sebagai langkah lanjutan, Mugiyanto berencana memanggil pihak Taman Safari Indonesia, mengingat OCI mengaku beroperasi di bawah payung lembaga konservasi tersebut. Ia berharap semua pihak bersedia bekerja sama dan menghormati prinsip-prinsip HAM.
Respons Taman Safari: “Kami Tidak Terlibat”
Sementara itu, pihak Taman Safari Indonesia masih belum memberikan tanggapan rinci. Senior VP Marketing, Alexander Zulkarnain, menyebut pernyataan resmi akan dikeluarkan dalam satu atau dua hari ke depan.
Namun sebelumnya, pada 27 Maret lalu, Taman Safari Indonesia telah merilis klarifikasi, menolak segala keterkaitan dengan OCI. Mereka menyatakan tidak memiliki hubungan bisnis atau hukum dengan individu yang menyampaikan testimoni dalam video yang beredar di media sosial.
"Kami berharap agar nama dan reputasi Taman Safari Indonesia Group tidak disangkutpautkan dalam permasalahan yang bukan menjadi bagian dari tanggung jawab kami," tulis mereka dalam siaran pers.
Luka yang Tak Bisa Dibungkam
Kisah-kisah ini tidak sekadar testimoni. Mereka adalah potret luka yang terbungkam terlalu lama. Di tengah euforia pertunjukan, mereka menanggung penderitaan dalam diam terkungkung oleh rantai kekuasaan, dibungkam oleh sistem, dan diabaikan oleh dunia luar.
Kini, setelah puluhan tahun, mereka menuntut keadilan. Tidak hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk anak-anak yang lahir dan tumbuh dalam lingkaran eksploitasi. Di era ketika kemanusiaan menjadi pijakan utama pembangunan, kisah-kisah seperti ini seharusnya menjadi cambuk untuk tidak lagi menutup mata atas penderitaan yang tersembunyi di balik tirai hiburan.
(Mond)
#Sirkus #OCI #HAM #TamanSafari #Penyiksaan