Tragedi di Lembah Emas Yahukimo: 11 Pendulang Tewas Dibantai, Puluhan Mengungsi, Dua Disandera
Ilustrasi Mayat. FOTO/iStockphoto
D'On, Yahukimo, Papua - Lembah emas di pedalaman Yahukimo berubah menjadi ladang pembantaian. Harapan akan rezeki yang ditambang dari perut bumi berubah menjadi mimpi buruk, ketika sekelompok pendulang emas diserang secara brutal oleh kelompok sipil bersenjata yang tergabung dalam Kodap XVI Yahukimo dan Kodap III Ndugama.
Penyerangan tragis ini terjadi di dua titik lokasi pendulangan emas yang dikenal sebagai Lokasi 22 dan Muara Kum, pada 6 hingga 7 April 2025. Di tempat yang selama ini menjadi tumpuan hidup para penambang rakyat, nyawa 11 orang melayang dengan cara yang mengerikan dibacok, ditembak, hingga dipanah oleh para pelaku yang kejam dan tak berperikemanusiaan.
Brigadir Jenderal Faizal Ramadhani, Kepala Operasi Damai Cartenz 2025, mengonfirmasi tragedi ini dengan nada tegas namun penuh keprihatinan. “Kami menerima informasi dari salah satu korban selamat yang berhasil melarikan diri ke Kampung Mabul, Distrik Koroway, Kabupaten Asmat. Ia memberikan kesaksian langsung tentang cara-cara biadab yang digunakan kelompok bersenjata tersebut dalam menghabisi para korban,” ungkap Faizal dalam pernyataan resminya, Rabu malam (9/4).
Dari sebelas korban jiwa, enam telah berhasil diidentifikasi. Mereka adalah Aidil, Sahruddin, Ipar Stenli, Wawan, Feri, dan Bungsu nama-nama yang kini menjadi simbol duka dan ketidakadilan di tengah gemuruh konflik bersenjata yang tak kunjung padam di bumi Cenderawasih. Lima korban lainnya masih dalam proses identifikasi, menunggu kepastian yang menyayat hati keluarga mereka.
Pelarian Panik dan Pencarian yang Belum Usai
Tak kurang dari 35 pendulang emas lainnya berhasil menyelamatkan diri dari tragedi tersebut. Mereka kini berada di bawah perlindungan TNI-Polri di Kampung Mabul. Namun, delapan orang lainnya terpisah dari rombongan dan hingga saat ini belum diketahui nasib maupun keberadaannya—lenyap di rimba belantara yang membentang luas dan penuh misteri.
Lebih menyayat hati, dua warga sipil lainnya, sepasang suami istri bernama Dani dan Gebi, diduga masih disandera oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB). Hingga kini, belum ada kabar yang memastikan kondisi mereka.
“Situasi ini adalah kejahatan kemanusiaan. Bukan sekadar serangan terhadap warga sipil, ini adalah pelanggaran nyata terhadap hak asasi manusia. Kami sangat mengecam tindakan keji ini dan akan terus memburu pelakunya,” tegas Brigjen Faizal.
Sebanyak 12 pendulang yang berhasil melarikan diri menggunakan speed boat tiba di Pelabuhan Logpon, Distrik Dekai, pada Rabu pagi. Mereka membawa serta kisah pilu dan trauma mendalam dari tragedi yang tak terlupakan.
Operasi Evakuasi dan Kejar Pelaku Dikerahkan
Menindaklanjuti peristiwa ini, tim gabungan dari Satgas Operasi Damai Cartenz telah diterjunkan. Tim terdiri dari 15 personel Polres Asmat dan 11 personel gabungan Satgas Tindak serta Satgas Gakkum. Mereka kini berada di Kampung Mabul untuk menggali keterangan saksi, mengumpulkan informasi, serta menyusun strategi evakuasi dan pemburuan pelaku.
Kombes Yusuf Sutejo, Kasatgas Humas Ops Damai Cartenz 2025, menyerukan agar masyarakat tetap tenang dan tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang belum terverifikasi. Ia menegaskan komitmen satgas untuk terus melindungi warga sipil dan menjaga stabilitas keamanan di Papua.
“Kami mengimbau masyarakat untuk tidak menyebarkan isu-isu yang belum pasti. Mari kita jaga Papua bersama. Setiap perkembangan resmi akan kami sampaikan secara berkala berdasarkan hasil penyelidikan di lapangan,” tutur Yusuf.
Sebuah Cermin Konflik Berkepanjangan
Tragedi di Yahukimo bukan sekadar peristiwa berdarah. Ia adalah cermin dari konflik panjang yang belum terselesaikan. Para pendulang warga biasa yang hanya ingin mengais penghidupan terjebak dalam pusaran kekerasan yang terus membayangi tanah Papua. Di balik kilau emas, ada darah dan air mata yang jatuh tanpa pernah tertangkap kamera.
Kini, perhatian bangsa kembali tertuju ke Papua. Bukan karena kekayaan alamnya, tapi karena jeritan korban yang tak lagi bisa bersuara. Dan saat para penyintas berjuang menyembuhkan luka, satu pertanyaan menggantung di udara: sampai kapan tanah surga ini harus terus menanggung derita?
(Mond)
#KKB #Peristiwa #Penembakan